Transformasi Tenaga Kerja Pertanian Bojonegoro: Menuju Era Modern dan Produktif

oleh 189 Dilihat
oleh
Petani bersama traktornya di persawahan wilayah Kecamatan Kapas

Bojonegoro,damarinfo.com – Bojonegoro, salah satu pilar agraris Jawa Timur, menjadi tumpuan hidup bagi lebih dari 340 ribu pekerja sektor pertanian. Angka ini menjadikan kabupaten ini sebagai pusat tenaga kerja agraris terbesar di provinsi. Namun, di balik jumlah yang melimpah, ada tantangan besar: meski telah merangkul teknologi seperti traktor dan mesin panen modern, sektor pertanian masih terhambat oleh fragmentasi usaha, minimnya kolaborasi, dan krisis regenerasi petani.

Angka yang Berbicara: Tenaga Kerja yang Melimpah

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, sebanyak 341.536 warga Bojonegoro bekerja di sektor pertanian, atau sepertiga dari penduduk usia produktif. Angka ini mencerminkan ketergantungan besar masyarakat pada pertanian, sekaligus potensi yang belum sepenuhnya terkelola dengan optimal.

Berikut tren tenaga kerja pertanian selama lima tahun terakhir:

Tahun

Tenaga Kerja Pertanian

2020 309.254
2021 289.824
2022 318.696
2023 326.598
2024 341.536

Meski sempat turun pada 2021, jumlah tenaga kerja terus meningkat, menunjukkan ketahanan sektor ini di tengah arus urbanisasi dan industrialisasi. Namun, pertanyaan mendasar tetap mengemuka: apakah jumlah besar ini diimbangi dengan produktivitas yang mumpuni?

(Grafik Tenga Kerja Sektor Pertanian tahun 2020-2024. Grafik by grok.com)

Petani Banyak, Tapi Terpencar

Sensus Pertanian 2023 mencatat 269.623 Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) dan 274.497 Usaha Pertanian Perorangan (UTP) di Bojonegoro. Sebagian besar adalah petani kecil yang mengelola lahan sempit, baik milik sendiri maupun sewaan. Meski pertanian Bojonegoro telah beralih dari bajak sapi ke traktor dan menggunakan mesin combine modern untuk panen, kelemahan utama tetap ada: usaha pertanian masih terfragmentasi, tanpa organisasi ekonomi yang kuat seperti koperasi atau klaster petani.

Baca Juga :   Tersengat Listrik Jebakan Tikus, Satu Keluarga Meninggal

Banyak petani masih kesulitan mengakses pembiayaan formal, asuransi pertanian, atau pelatihan untuk memaksimalkan teknologi modern. Sementara alat berat seperti traktor dan mesin combine telah meningkatkan efisiensi, adopsi teknologi lanjutan seperti aplikasi manajemen tanam atau drone masih terbatas. Hal ini membuat Bojonegoro tertinggal dibandingkan pertanian global yang telah memanfaatkan kecerdasan buatan dan data presisi.

(Grafik RUTP di Bojonegoro. Grafik by grok.com)

Bojonegoro: Raja Tenaga Kerja Agraris

Dibandingkan kabupaten tetangga, Bojonegoro unggul dalam jumlah tenaga kerja pertanian:

Kabupaten

2020 2024

Selisih

Tren

Bojonegoro

309.254 341.536 +32.282

Naik

Tuban

250.895 290.576 +39.681

Naik

Lamongan

229.452 260.177 +30.725

Naik

Ngawi

216.690 222.443 +5.753

Stabil

Nganjuk

222.589 222.506 -83

Turun

Data ini menegaskan posisi Bojonegoro sebagai lumbung tenaga kerja pertanian Jawa Timur. Namun, keunggulan kuantitas ini belum sepenuhnya diterjemahkan menjadi kesejahteraan atau produktivitas maksimal.

Tantangan Regenerasi: Petani Lansia dan Generasi Muda yang Absen

Salah satu ancaman terbesar adalah krisis regenerasi. Mayoritas petani Bojonegoro adalah lansia dengan produktivitas yang menurun. Generasi muda enggan terjun ke sektor pertanian karena persepsi bahwa bidang ini kurang menjanjikan, meskipun teknologi modern seperti traktor dan mesin combine telah mengurangi beban kerja fisik. Tanpa insentif yang jelas, pelatihan agribisnis modern, atau prospek karir yang menarik, sektor ini berisiko ditinggalkan.

Dari Tenaga Berlimpah ke Produktivitas Modern

Bojonegoro telah melangkah maju dengan mengadopsi traktor dan mesin combine, tetapi ini baru permulaan. Untuk menjadi pusat pertanian modern, kabupaten ini perlu mengambil langkah strategis:

  • Klasterisasi Petani: Mengelompokkan petani kecil ke dalam kelompok berbasis desa untuk meningkatkan efisiensi, daya tawar, dan akses pasar.

  • Teknologi Lanjutan: Memperluas adopsi teknologi seperti drone, sensor tanah, atau aplikasi manajemen tanam untuk mendukung pertanian presisi.

  • Pembiayaan Berbasis Komunitas: Menyediakan akses ke pembiayaan mikro yang terjangkau untuk kelompok petani, bukan hanya individu.

  • Pelatihan Generasi Muda: Mengembangkan program pendidikan agribisnis modern yang mencakup teknologi, pemasaran digital, dan branding produk pertanian untuk menarik minat pemuda.

Baca Juga :   Anggota DPRD Jatim Apresiasi Raperda Perlindungan Petani di Bojonegoro

Penutup: Menuju Pertanian yang Terpadu dan Modern

Tenaga kerja pertanian Bojonegoro melimpah, namun tanpa sinergi dan inovasi, potensi ini bisa terhambur sia-sia. Dengan ratusan ribu petani yang kini telah menggunakan traktor dan mesin combine, Bojonegoro memiliki fondasi untuk melangkah lebih jauh. Namun, tanpa sistem yang terorganisir, perlindungan memadai, dan regenerasi petani, kita hanya akan memanen angka, bukan kemajuan.

Saatnya Bojonegoro mengarahkan tenaga kerjanya ke era pertanian modern yang produktif, terhubung, dan berkelanjutan. Masa depan pertanian bukan hanya tentang jumlah petani, tetapi bagaimana mereka bekerja bersama dengan teknologi dan visi yang jelas.

Penulis : Syafik

Sumber data  : (Keadaan Angkatan Kerja Jawa Timur Tahun 2020 – 2024″ BPS Jawa Timur), (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2023, Tahap II, BPS Bojonegoro)