Giri, Kerajaan Islam di Tanah Jawa: Antara Dakwah, Perdagangan, dan Perlawanan

oleh 109 Dilihat
oleh
(ilustrasi by chatgpt.com)

Damarinfo.com – Jejak Tua dari Tanah Giri. Sebelum Mataram mengibarkan panjinya di tengah Pulau Jawa, bahkan sebelum kolonial Belanda mencengkeramkan kuku-kukunya, Giri telah berdiri sebagai pusat perdagangan dan kekuatan spiritual Islam. Di sinilah nama besar Sunan Giri — yang bernama asli Raden Paku — mengukir sejarah sebagai salah satu ulama paling berpengaruh di Jawa. Ia tak hanya menyebarkan ajaran Islam, tetapi juga mendirikan dinasti yang di kemudian hari dikenal sebagai “kepausan Islam” Jawa.

Menurut kronik Portugis dan catatan pelaut Belanda awal, Giri adalah tempat penting — strategis secara geografis, kuat secara spiritual. Saat armada Antonio de Brito dan kapal Vittoria (satu-satunya kapal selamat dari ekspedisi keliling dunia Magelhaens) singgah di sana, mereka menemukan lebih dari 30.000 penduduk Muslim dan jaringan dagang aktif hingga ke pesisir Kalimantan dan Tiongkok.

Benturan Peradaban dan Kekuasaan

Namun, kejayaan Giri bukan tanpa tantangan. Benturan antara semangat keagamaan, ambisi kekuasaan, dan kolonialisme kerap menimbulkan konflik. Kapal-kapal Portugis pernah diserang di pesisir Giri, membuat reputasi wilayah ini dianggap berbahaya. Belanda pun sempat mengalami nasib serupa, ketika kapal dari armada Cornelis de Houtman diserang oleh warga lokal.

Meski begitu, Belanda tetap melihat Giri sebagai lokasi strategis untuk jalur rempah dari Maluku. Pada awal abad ke-17, sebuah faktorij atau loji dagang didirikan di sana, menjadikannya salah satu pos pertama VOC di Jawa — sejajar dengan Bantam.

Baca Juga :   Inilah 10 Potret Jadul Gedung Zaman  Kolonial di Indonesia. Bangunanya Keren-Keren...

Namun, konflik internal Jawa tak bisa diabaikan. Ketika Kesultanan Mataram mulai menguat, baik adipati Surabaya maupun penguasa spiritual Giri dianggap ancaman. Pada tahun 1613, ketika Gubernur Jenderal Pieter Both tiba di Giri, ia hanya menemukan kota yang telah dibakar oleh pasukan Mataram.

Perempuan Penakluk Giri

Salah satu momen paling dramatis dalam sejarah Giri terjadi tahun 1625. Saat itu, pasukan Surabaya menyerbu masjid dan makam suci Giri, dipimpin oleh seorang perempuan—sosok langka dalam sejarah militer Jawa. Sang pemimpin spiritual Giri ditawan dan dikirim ke Mataram. Statusnya sebagai “Paus Islam” digantikan dengan gelar duniawi: Panembahan.

Namun, ketundukan itu tak berlangsung lama. Diam-diam, penguasa Giri terus memberontak terhadap Mataram, bahkan saat menghadapi pemberontakan Trunajaya. Sikap keras kepala ini berujung tragis: ia ditangkap, terluka parah, dan kemudian dibunuh bersama 25 anggota keluarganya oleh Sultan Mataram, Amangkurat I.

Warisan yang Tak Pernah Hilang

Meski kekuasaan Giri runtuh, jejaknya masih bertahan. Keris suci Giri, simbol kekuasaan dan keagungan spiritual, sempat disimpan di istana Mataram sebelum akhirnya dikembalikan. Seorang kerabat dari sang pangéran yang dieksekusi diangkat sebagai penjaga makam dan masjid, didampingi oleh dua juru kunci. Ketika Gubernur Jenderal van Imhoff mengunjungi Giri tahun 1746, ia masih menemukan penguasa spiritual Giri yang dihormati dan bebas pajak, bahkan dibiayai oleh 200 keluarga.

Baca Juga :   Mentjari Bodjonegoro Bowerno Pernah Jadi Ibu Kota Kadipaten Djipang. Kapan?

Akhir Sebuah Era, Awal Penjajahan Baru

Giri kembali menjadi saksi sejarah ketika pada awal abad ke-19, Inggris melancarkan serangan ke Jawa. Di tengah perang antara Prancis dan Inggris, angkatan laut Belanda lumpuh di perairan Giri, tanpa perlawanan berarti. Panglima Belanda memilih mundur, meninggalkan jejak kelam pengkhianatan dan ketidakberdayaan kolonial.

Mengapa Kita Harus Ingat Giri?

Kisah Giri bukan sekadar sejarah lokal. Ia adalah potret tentang kekuatan lokal yang bisa bangkit dan bertahan bahkan di tengah kolonialisme dan kekuasaan besar. Ia adalah bukti bahwa di tanah Jawa pernah berdiri pusat spiritual yang tak kalah berwibawa dari kota-kota kekaisaran.

Kini, Gresik memang berubah. Tapi Giri tetaplah simbol kekuatan moral dan religius Jawa yang pernah menjadi kiblat umat, sebelum dunia mengenalnya sebagai pelabuhan industri.

Penulis : Syafik

Sumber : (Artikel berjudul “Schotsen uit Oost-Java XXXV” dari Koran Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie edisi 18-01-1893, diunduh dari delpher.nl, diterjemahkan dengan chatgpt)