Kontribusi DBH ini yang membuat APBD Bojonegoro yang sangat besar, dan semestinya anggaran yang besar ini dapat dimanfaatkan untuk;
- Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga masyarakat sudah siap saat terjadi penurunan produksi.
- Menyiapkan program-program untuk mengantisipasi penurunan DBH akibat penurunan produksi minyak bumi.
Namun nyatanya hingga tahun 2022 tingkat kesejahteraan masyarakat Bojonegoro belum bisa disebut maksimal. Ukurannya di antaranya adalah dari Pertumbuhan ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia dan Angka Kemiskinan.

Pada tahun 2022, Pertumbuhan Ekonomi Bojonegoro dengan migas berada pada level terendah sepanjang Bojonegoro menyumbangkan minyaknya ke negara yakni di angka -6,16 persen, pertumbuhan ekonomi tanpa migasnya bukan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir ini yakni di angka 6,4 persen, dan masih kalah dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2013.
Indeks Pembangunan Manusia Bojonegoro masih tetap bertengger di urutan ke 26 se Jawa Timur meski naik yakni di angka 70,12. Angka kemiskinan Bojonegoro turun, namun tidak signifikan yakni di angka 12,21 persen dan tetap menancapkan Bojonegoro pada urutan ke 11 Kabupaten termiskin di Jawa Timur.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan Struktur perekonomian Kabupaten Bojonegoro dilihat dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat tergantung pada migas dengan kontribusi di atas 50 persen. sehingga pemerintah Kabupaten Bojonegoro tidak dapat menafikan sektor ini dalam perekonomian Bojonegoro.

Tahun 2022 sumbangan sektor migas pada PDRB atas harga konstan (2010) sebesar 50,4 persen dengan nilai Rp. 61.782,87 miliar, nilai ini turun dari tahun 2021 yakni sebesar Rp. 65.839,51 miliar dengan kontribusi sebesar 55,9 persen.
Sementara sektor non migas berkontribusi sebesar 49,6 persen dalam perekonomian Bojonegoro sebesar Rp. 30.745,47 miliar, nilai ini naik dari tahun 2021 yakni sebesar Rp. 28.994,8 miliar dengan kontribusi sebesar 44,1 persen.