Tentu untuk maju dalam Pilkada yang dibutuhkan tidak hanya “wani” tapi juga dukungan politik dan finansial yang jumlahnya tidak sedikit. Seseorang harus berhitung dengan matang agar dapat memenangkan Pilkada, kalau dirasa tidak bakal menang tentu tidak akan mengikuti kontestasi poltiik tersebut. Pasalnya resiko kehilangan finansialnya bisa ratusan miliar, tentu ini resiko yang berat jika nantinya kalah dalam Pilkada.
Bisa jadi inilah yang membuat orang-orang yang bakal maju dalam Pilkada tidak bisa segera menyampaikan secara terbuka kepada khalayak Bojonegoro saat ini. Mereka ikut Pilkada untuk menang, bukan untuk kalah.
Meski hal ini juga beresiko karena waktu pelaksanaan Pilkada semakin dekat, bisa-bisa karena masih terus berpikir waktunya sudah habis untuk mempersiapkan pertarungan sehingga tidak jadi maju dalam Pilkada. Pasalanya Pilkada membutuhkan gerakan politik yang lebih masif ke masa rakyat. Juga gerakan politik untuk mendapatkan dukungan politik dari para elit partai di Jakarta.
Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah dukungan finansial, yang tidak bisa dengan mudah didapatkan jika belum memiliki jumlah dana yang dibutuhkan untuk Pilkada yang jumlahnya bisa puluhan hingga ratusan miliar.
Jadi jika orang-orang yang diharapkan sebagian masyarakat Bojonegoro untuk maju dalam Pilkda tidak mendapatkan dukungan partai politik dan dukungan finansial yang memadai, tentu dipastikan tidak bakal ikut dalam kontestasi politik lima tahunan untuk menentukan Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro mendatang.
Soal lain adalah karena lawannya yang bakal dihadapi adalah Mantan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah yang diyakini secara poltiik dan finansial mumpuni untuk Pilkada mendatang. Meski jika ditilik dari hasil Pilihan Legislatif yang baru selesai digelar, perolehan suara Anna Muawanah dirasa belum memadai sebagai modal untuk bertarung di Pilkada.