Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) adalah instrumen untuk meningkat perekonomian daerah. ukuranya pertumbuhan ekonomi, kalau pertumbuhanya positif berarti perekonomian daearah meningkat, kalau negatif berarti perekonomian menurun.
APBD juga menjadi instrumen untuk menekan angka kemiskinan suatu daerah, harapanya semakin besar APBD nya maka persentase penduduk miskin semakin berkurang.
Logikanya semakin besar APBD suatu daerah maka perekonomian daerah tersebut akan meningkat. Namun jika kenyataanya terbalik, APBD jumbo namun pertumbuhan perekonomianya negatif, berarti ada yang salah dalam pengelolaan APBD suatu daerah.
Kabupaten Bojonegoro adalah contoh Kabupaten yang memilki anggaran jumbo, tahun 2021 APBD Bojonegoro dipatok Rp. 6,2 triliun, namun ternyata tak mampu menggerakan perekonomian di wilayah kaya minyak dan gas ini.
Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif atau terkontraksi hingga menyentuh angka -5,54 persen jika menyertakan Migas, dan 3,55 jika tanpa menyertakan migas. Tahun 2020 pertumbuhan ekonomi dengan migas terkontraksi -0,40 dan tanpa migas terkontrraksi -1,09.
Sementara kabupaten/kota lain di Jawa Timur sudah menunjukan trend positif, satunya-satunya kawan dari Kabupaten Bojonegoro dalam pertumbuhan ekonomi negatif adalah Kabupaten Sampang di Madura.
Kabupaten Bojonegoro juga belum juga mampu menyelesaikan kemiskinan bahkan masih menjadi kabupaten dengan tingkat kemiksinan yang tinggi. Buktinya posisi Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2021 masih tetap sama dengan tahun 2020, yakni berada pada ranking 11 kabupaten/kota dengan persentase kemiskinan tertinggi di Jawa Timur. Lagi-lagi ini membuktikan bahwa ada yang kurang tepat dalam pengelolaan APBD Bojonegoro.

Apakah Bojonegoro tidak memiliki program untuk peningkatan pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan? Tentu banyak programnya, Pembangunan Jalan dan Jembatan, Program Kartu Petani Mandiri, Kartu Pedagang Produktif, Revitasilasi pasar daerah. untuk pengentasan kemiskinan ada Bantuan Pangan Non Tunai Daerah (BPNTD), UHC (Jaminan kesehatan), Aladin (Bedah rumah), Rantang Kasih Moe (Makanan tambahan untuk lansia), Sanduk (Santunan kematian), Bantuan Keuangan Desa (BKD) Jamban (ODF), Bantuan sosial Yatim (Bansos) Yatim, Beasiswa untuk mahasiswa, BOS Madrasah Diniyah dan DAK Aliyah.
Namun nyatanya banyak program tersebut tidak mampu menggerakan perekonomian masyarakat dan belum mampu mengentaskan kemiskinan di Bojonegoro.
Boleh lah alasan pandemi covid-19, namun jika pengelolaan anggaranya tepat maka akan dapat mengeluarkan kabupaten bojonegoro dari dampak buruk pandemi. Toh nyatanya kabupaten/kota yang lain mampu keluar dampak buruk tersebut dan mampu menggerakan ekonominya sehingga pertumbuhannya positif, meski dengan APBD yang jauh dibawah Kabupaten Bojonegoro.
Kota Madiun misalnya dengan APBD yang hanya Rp. 1,2 T, mampu tumbuh sebesar 4,73 padahal pada tahun 2020 terkontraksi -3,39, atau Kabupaten Sidoarjo dengan APBD Rp. 5,3 T, mampu mendorong perekonomian hingga mencapai 4,21, padahal sebelumnya pada tahun 2020 pertumbuhanya terkontraksi di angka – 3,69.
Masyarakat saat ini bisa jadi sedang euforia menikmati jalan mulus di Bojonegoro, namun kebutuhan ekonomi akan menyadarkan masyarakat, bahwa setelah jalan mulus ini semestinya dilaksanakan pembangunan perekonomian masyarakat dan juga program pengentasan kemiskinan.

Dan beberapa indikator pembangunan lain di Bojonegoro juga belum mampu mempercepat Kabupaten Bojonegoro menuju sejahtera, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bojonegoro meskipun naik tetapi tetap saja masih berada pada urutan 13 dari Kabupaten/Kota dengan IPM terendah di Jawa timur. Pun juga soal dunia pendidikan, Angka Partisipasi Murni (APM) tahun 2020 menunjukan, untuk tingkat SD, Bojonegoro berada pada urutan ke 13, Untuk tingkat SMP berada pada urutan ke 23 dan untuk tingkat SMA berada pada urutan ke 22.
Meskipun beberapa indikator tersebut naik tetapi tidak seimbang dengan jumlah APBD yang dimilki oleh Kabupaten Bojonegoro.
“ora sumbut, bahasa jawanya”
Evaluasi komprehensif terhadap program-program yang sudah dilaksanakan dalam bidang perekonomian seyogyanya segera dilaksanakan agar pertumbuhan ekonomi bojonegoro segera dapat dilaksanakan. pondasi perekomianya sudah dibangun, yakni jalan dan jembatan yang sudah mantab sehingga memperlancar distribusi barang dan manusia di Bojonegoro. Selanjutnya tinggal mencari inovasi program untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Hal ini bukan tanggung jawab eksekutif saja tetapi legislatif juga harus ikut bertanggung jawab mewujudkan APBD yang mampu menstimulus peningkatan pertumbuhan ekonomi di Bojonegoro dan mengentaskan kemiskinan di Bojoengoro
“Bojonegoro sedang tidak baik-baik saja”
Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko





