Damarinfo.com –Ketertinggalan dari Perang Tabuk. Pada tahun ke-9 Hijriyah, Rasulullah ﷺ menyeru kaum Muslimin untuk berangkat ke Perang Tabuk. Perjalanan ini sangat berat, karena dilakukan saat musim panas yang terik dan medan yang sulit. Namun, karena perintah ini datang langsung dari Rasulullah ﷺ, hampir semua sahabat berusaha ikut serta, kecuali orang-orang munafik yang mencari-cari alasan untuk tetap tinggal.
Di antara kaum Muslimin, ada satu sahabat yang benar-benar tertinggal tanpa alasan yang jelas. Ia adalah Ka’b bin Malik. Seperti disebutkan dalam “Shahih Bukhari dan Muslim”, Ka’b sebenarnya tidak memiliki hambatan apa pun. Ia dalam keadaan sehat dan memiliki kendaraan yang cukup. Namun, karena menunda-nunda, tanpa sadar ia malah melewatkan kesempatan untuk berangkat.
Ketika Rasulullah ﷺ dan pasukan sudah jauh, Ka’b mulai menyadari kesalahannya. Ia merasa bersalah, tetapi semuanya sudah terlambat.
Momen Kembali ke Madinah
Setelah sekitar 50 hari di Tabuk, Rasulullah ﷺ dan pasukan kembali ke Madinah. Ka’b mulai merasa cemas, karena ia tahu akan segera dipanggil untuk memberikan alasan. Banyak orang munafik datang kepada Rasulullah ﷺ dengan alasan bohong, dan Rasulullah ﷺ menerima alasan mereka secara lahiriah, tetapi dalam hati, beliau tahu mereka berbohong.
Ka’b, berbeda dari mereka. Ia datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata dengan jujur, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya alasan. Aku tidak pernah sekuat ini, tapi aku tetap tidak berangkat.”
Mendengar ini, Rasulullah ﷺ terdiam sejenak. Lalu beliau berkata, “Adapun orang ini, ia berkata jujur. Pergilah sampai Allah memutuskan perkaramu.”
Hukuman Sosial yang Menyakitkan
Rasulullah ﷺ kemudian memerintahkan kaum Muslimin untuk tidak berbicara dengan Ka’b dan dua sahabat lain yang juga tidak ikut perang tanpa alasan yang jelas. Selama 50 hari, Ka’b merasakan pengasingan sosial yang luar biasa menyakitkan. Tidak ada yang berbicara dengannya, bahkan sahabat terdekatnya pun menghindar.
Hingga akhirnya, datang perintah yang lebih berat. Istrinya pun diminta untuk meninggalkannya sementara waktu, agar Ka’b semakin menyadari kesalahannya dan bertobat dengan sungguh-sungguh.
Pengampunan dari Allah
Pada hari ke-50, saat Ka’b sedang berada di atap rumahnya dalam kesedihan mendalam, tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak dari jauh, “Bergembiralah, wahai Ka’b! Allah telah mengampunimu!”
Ia segera berlari ke masjid dan menemui Rasulullah ﷺ, yang menyambutnya dengan wajah berseri-seri. Lalu turunlah ayat:
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat mereka), hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, dan jiwa mereka pun terasa sempit… Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya…” (QS. At-Taubah: 118)
Ka’b begitu bahagia, dan sebagai tanda syukur, ia menyerahkan sebagian hartanya di jalan Allah.
Pelajaran dari Kisah Ka’b bin Malik
- Kejujuran adalah jalan menuju keselamatan. Jika Ka’b memilih berbohong seperti orang-orang munafik, mungkin Allah akan menghukumnya lebih berat.
- Ujian sosial lebih berat daripada hukuman fisik. Pengasingan selama 50 hari membuat Ka’b benar-benar merasakan kesalahan dan pentingnya tobat.
- Allah selalu menerima taubat hamba-Nya. Meskipun terlambat menyadari kesalahan, Allah tetap membuka pintu pengampunan bagi siapa pun yang bersungguh-sungguh bertobat.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa kejujuran, meskipun pahit, akan selalu membawa kebaikan dan ridha Allah.
Penulis :Syafik