Bilal bin Rabah – Dari Perbudakan Menuju Kemuliaan

oleh 63 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by canva pro)

damarinfo.com – Budak yang Berpegang Teguh pada Tauhid. Bilal bin Rabah adalah seorang budak asal Habasyah (Ethiopia) yang hidup di Makkah. Tuannya, Umayyah bin Khalaf, adalah seorang pemuka Quraisy yang kejam. Ketika cahaya Islam mulai menyinari Makkah, Bilal mendengar dakwah Rasulullah ﷺ tentang tauhid dan keesaan Allah. Tanpa ragu, ia beriman kepada Islam, meskipun ia tahu bahwa keputusannya akan membawa penderitaan.

Sebagaimana disebutkan dalam “Sirah Ibnu Hisyam”, ketika Umayyah mengetahui keislaman Bilal, ia menjadi murka. Ia mencoba memaksanya kembali kepada penyembahan berhala dengan siksaan yang luar biasa. Bilal dijemur di bawah terik matahari, tubuhnya yang kurus dipaksa berbaring di atas pasir yang membakar, lalu sebuah batu besar ditaruh di dadanya.

Namun, Bilal tetap teguh. Dengan napas tersengal, ia hanya mengucapkan satu kata:
“Ahad… Ahad…” (Allah Maha Esa).

Dibebaskan oleh Abu Bakar

Siksaan yang dialami Bilal membuat para sahabat merasa pilu. Suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq datang kepada Umayyah dan berkata, “Tidakkah kau takut kepada Allah karena telah menyiksa orang ini?” Umayyah, dengan sombongnya, menjawab bahwa Bilal hanyalah budak tanpa nilai.

Baca Juga :   Fathu Makkah – Pembebasan Kota Suci dengan Penuh Kedamaian

Abu Bakar pun berkata, “Kalau begitu, aku akan membelinya.”

Setelah menebus Bilal dengan harga yang tinggi, Abu Bakar segera membebaskannya. Sejak saat itu, Bilal menjadi sahabat Rasulullah ﷺ yang setia dan memiliki peran besar dalam perjuangan Islam.

Muazin Pertama dalam Sejarah Islam

Ketika kaum Muslimin hijrah ke Madinah, Rasulullah ﷺ ingin mencari cara untuk memanggil kaum Muslimin untuk shalat. Saat itulah, azan disyariatkan. Rasulullah ﷺ memilih Bilal sebagai muazin pertama dalam Islam, karena suaranya yang merdu dan menggetarkan jiwa.

Sebagaimana disebutkan dalam “Shahih Bukhari”, Bilal mengumandangkan azan dengan penuh keimanan, suaranya menggema di langit Madinah. Sejak saat itu, azan menjadi simbol panggilan menuju kemenangan dan ketaatan kepada Allah.

Kesedihan Setelah Wafatnya Rasulullah ﷺ

Setelah Rasulullah ﷺ wafat, Bilal merasa hatinya hancur. Ia tidak sanggup lagi mengumandangkan azan, karena setiap kali ia mengucapkan, “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, air matanya tumpah. Ia pun meninggalkan Madinah dan memilih berjihad di jalan Allah.

Baca Juga :   Inspirasi Menu Berbuka dan Sahur 10 Hari Pertama Bulan Ramadhan

Beberapa tahun kemudian, saat berkunjung ke Madinah, ia kembali mengumandangkan azan. Seluruh penduduk Madinah menangis terharu, karena suara itu mengingatkan mereka pada masa Rasulullah ﷺ masih hidup.

Pelajaran dari Kisah Bilal bin Rabah

  1. Keteguhan iman lebih berharga daripada kehidupan itu sendiri. Bilal rela disiksa hingga hampir mati demi mempertahankan tauhidnya.
  2. Kehormatan tidak diukur dari status sosial. Seorang budak yang dulu dihina oleh Quraisy justru menjadi orang yang mulia dalam Islam.
  3. Azan adalah panggilan kemenangan. Suara Bilal masih bergema dalam sejarah sebagai muazin pertama Islam.

Bilal bin Rabah adalah bukti bahwa kesabaran dan keimanan akan mengangkat derajat seseorang di sisi Allah.

Penulis : Syafik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *