Dua Tahun Merawat Kemandirian

oleh 44 Dilihat
oleh
(Dua Tahun damarinfo.com)

Media online damarinfo.com, tengah memasuki ulang tahun kedua. Tepatnya, mulai tayang pada tahun baru 2020 silam.

Dirayakan tanpa gempita, sebagaimana layaknya berulang tahun. Tapi, justru inilah kondisi sebenarnya media yang tengah anda baca ini. Di tahun kedua ini, sudah lebih dari 2000 artikel telak kami produksi dan sajikan. Mulai dari news, dengan beberapa segmen. Ada berita politik, olah raga, pemerintahan, gaya hidup, warga menulis hingga tulisan tentang surat redaksi.

Di tengah kondisi pandemi, kami penjaga gawang awak redaksi juga menyesuaikan dengan keberadaan. Rapat redaksi yang biasanya diiringi dengan ngopi, camilan dan makan, pun ritmenya dikurangi. Tentu kami berempat, Rozikin, Abdul Muis Abdus Syafik, dan Sujatmiko, punya tugas dan peran masing-masing. Apalagi di luaran itu, kami berempat memang punya kesibukan masing-masing. Tetapi kami punya naluri kangen dan kopi darat untuk mencocokkan ide dan gagasan. Ya itulah model interaksi masa kini. Simpel, tanpa ba-bi-bu. Pun juga, kerap rapar redaksi ditentukan lewat tuts handphone. Praktis bukan.

Setiap kita menyelenggarakan ulang tahun, tentu praktis pula, kita menapak ke depan. Evaluasi akhir tahun yang biasanya difahami sebuah media, jadi otomatis kita ikutan. Ya, tahun 2021 yang beberapa jam kita lalui, bisa untuk badan diskusi dan masukan. Ada sejumlah agenda yang tentu telah masuk dalam benak penjaga redaksi, dioptimalkan untuk dilaksanakan tahun 2022 ini.

Oh ya, sedikit evaluasi untuk tahun 2021 silam. Ada banyak muncul berita yang memang patut kita jadikan bahan laporan. Sejumlah berita lokal, memang kita sepakati sebagai bahan laporan damarinfo. Misalnya, sepanjang tahun lalu, ada banyak persoalan menonjol. Sebut saja, pandemi akibat virus corona, yang menghebohkan ini. Awal tahun hingga September 2021 lalu, adalah puncak dimana pandemi corona banyak makan korban meninggal. Tetapi bulan Oktober hingga akhir 2021, warga bisa bernafas lega karena virus mematikan ini pelan-pelan bisa dikendalikan.

Baca Juga :   Surat Redaksi Vaksin Lambat, Yuk Dipercepat

Ada juga berita lokal di Bojonegoro tentang konflik internal tapi kemudian mencuat dan memprihatinkan. Yaitu perseteruan antara Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah dengan Wakil Bupati Bojonegoro Budi Irawanto. Ya, konflik kedua tokoh politik yang berpasangan dan memenangkan Pilkada 2018 ini, jadi pusat perhatian. Tak tanggung-tanggung, konfliknya sampai di pelaporan aparat Kepolisian. Tentu saja ini, konflik keduanya—disadari atau tidak—berdampak di Pemerintahan Bojonegoro.

Karena keduanya sama-sama tokoh politik, diharapkan tidak menyeret ke para pendukungnya. “Sing geger yo ben, tapi koncone ojo melu-melu (yang berkonflik biar saja, tapi teman/pengikutnya jangan ikutan).” Itu pesan dari beberapa pendukung kedua pesohor di Kabupaten Bojonegoro ini.

Bagi media massa (televisi, koran, media online dan radio), konflik antara Bupati dengan Wakil Bupati Bojonegoro, tentu jadi bahan berita. Persoalannya, bagaimana kita mengambil sudut pandang dari berita konflik tersebut. Setidaknya ada dua prediksi tampilan media untuk bersikap. Pertama, media yang ikut dan larut dikonflik, dengan berpihak pada satu tokohnya. Kedua, media yang berupaya independen dan bersikap obyektif atas konflik dimaksud.

Sikap yang pertama, tentu tidak elok, jika produk berita yang disajikan menjadi partisan. Karena produk berita ini, tentu saja kurang elok untuk dijadikan pijakan apalagi contoh. Kecuali memang bahwa media tersebut datang dari media pemerintah (Kabupaten Bojonegoro). Dan media pemerintah pun juga tetap harus menjaga marwah antar-kedua tokoh yang berkonflik. Tidak boleh memihak satu sama lain, tetapi justru membawa misi yang lugas dan netral.

Sikap kedua, yaitu media dengan visi dan misi yang jelas. Yaitu tetap menjaga produk-produk beritanya tegas, memberikan nilai-nilai kebenaran, tidak memunculkan berota hoak. Laporannya pun terjaga dan tidak asal-asalan. Tentu dengan mengedepankan syarat-syarat jurnalistik sebagai standar baku dalam membuat produksi berita.

Baca Juga :   Surat Redaksi Menakar Ketahanan Bojonegoro dalam PPKM

Atas dasar itu, kita dari awak resaksi damarinfo.com, tetap berusaha berpijak pada nilai-nili jurnalistik yang ada. Yaitu adanya obyektivitas, tetapi berupaya menjaga independensi, berpijak pada suatu kebenaran. Tentu ini tugas berat dari awak media kami. Yaitu, berupaya tetap obyektif dan tidak terjebak pada kepenting sesaat dan tidak terseret pada konflik kepentingan.

Tentu saja apa yang kami emban tetap ada dasarnya. Kami mengutip tokoh pers, yaitu sembilan elemen jurnalis dari Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dua tokoh jurnalis yang dihormati. Pertama, kewajiban kepada kebenaran, kedua, loyalitas pertama kepada warga masyarakat. Tiga, inti jurnalisme: disiplin verifikasi. Empat, jurnalis: memiliki kebebasan dari narasumber. Lima, Jurnalis: pemantau bebas terhadap kekuasaan. Enam, Jurnalisme: menyediakan ruang kritik & komentar publik. Tujuh, Jurnalisme: membuat yang penting jadi menarik. Delapan, Jurnalis: berita proporsional dan komprehensif. Sembilan mempunyai kewajiban pada suara hati.

Dari sembilan elemen jurnalistik itu, coba kita ambil satu untuk dibahas. Yaitu, kewajiban media untuk melakukan verifikasi dalam membuat produk berita. Kadang kala, hal-hal yang kelihatannya remeh-temeh ini kerap kita lalaikan atau justru sengaja melalaikan. Dunia teknologi yang canggih semakin memudahkan mendapatkan informasi. Dari sumber media sosial, release berita dari pemerintah, dan lainnya.

Tetapi, apakah dengan bertebarannya informasi itu, apakah kewajiban yang kita lakukan dilaksanakan. Yaitu melakukan verifikasi. Sebuah diskusi tentang jurnalisme yang difasilitasi perusahaan minyak, mantan anggota Dewan Pers tahun 2016-2019 Imam Wahyudi, menyatakan, teknologi memudahkan informasi didapat. Tetapi, yang lebih penting bagaimana produk berita yang dihasilkan sesuai standar. Seperti rajin dan berkewajiban verifikasi. “Verifikasi itu kewajiban.”
Terpenting, bahwa sikap seorang jurnalis dalam melaksanakan profesinya adalah bagian dari bagaimana dia menghormati nilai-nilai itu. Nilai yang tentu harus kukuh dan tetap terjaga.

Sujatmiko