Surat Redaksi
Tanpa Migas, Mandirikah Bojonegoro?

oleh 154 Dilihat
oleh
(Infograris Kemandirian Anggaran Kabupaten Bojonegoro. Editor grafis : syafik)

Ibarat sebuah keluarga, Kabupaten Bojonegoro saat ini adalah keluarga kaya raya. Setidaknya jika dibandingkan dengan 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, kekayaanya berada di nomor dua di bawah Kota Surabaya.

Namun sayangnya kekayaan yang didapat kabupaten yang terletak di ujung Jawa Timur bagian barat ini, 60 – 80 persen berasal dari sumbangan dana pemerintah pusat. Kekayaan yang didapat dari kabupaten sendiri hanya 6 – 16 persen.

Nilai ini jauh di bawah kabupaten dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang hampir sama. Kabupaten Sidoarjo misalnya, dengan APBD tahun 2020 Rp. 5,6 triliun, sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah sebesar 39,90 persen atau senilai Rp. 1.810.100.000.000,- (Satu triliun delapan ratus miliar lebih). Atau jika dibandingkan dengan Kabupaten Gresik dengan APBD Rp. 3.316.580.535.001,57 (Tiga triliun lebih), sumbangan PAD nya senilai Rp. 816.210.832.745,35 (Delapan ratus mliar lebih) atau 25,89 persen dari pendapatan daerah.

Sumbangan PAD terhadap keseluruhan pendapatan daerah ini menjadi penting. Pasalanya ini menyangkut kemandirian sebuah kabupaten. Jika sumbangan dana dari pemerintah pusat berkurang, maka akan berimbas kepada keuangan daerah untuk membiayai operasional daerah berikut  biaya pembangunan.

Sementara sumbangan dana dari pemerintah pusat kepada Kabupaten Bojonegoro terbesar karena adanya uang minyak yang mengalir dari wilayah Blok Cepu tepatnya di Lapangan Banyu Urip. Padahal proyek minyak bernilai triliunan rupiah ini akan berakhir pada tahun 2035 mendatang atau lima belas tahun lagi.

Baca Juga :   Sudah Delapan Kali, Bojonegoro Dapat Predikat WTP

Jika melihat data APBD Kabupaten Bojonegoro, lonjakan pendapatan daerah diperolah setelah  adanya lonjakan Dana Bagi Hasil (DBH) migas. Tahun 2010 misalnya, nilai APBD Kabupaten sebesar Rp. 1.218.445.530.000,00 (Satu triliun dua ratus delapan belas miliar lebih) atau naik 31,3 persen dari APBD tahun 2009. Pada tahun 2020 ini dana perimbangannya senilai Rp. 938.267.770.000,00  atau lebih besar dari APBD tahun sebelumnya. Sementara sumbangan dari PAD hanya 6,55 persen atau senilai Rp. 79.832.680.000,00.

Kenaikan APBD tertinggi terjadi pada tahun 2019 dengan nilai total APBD Rp. 7.128.169.216.631,70.  (Tujuh triliun lebih) atau naik 96,4 persen dari tahun sebelumnya yakni Rp. 3.628.531.299.762,70. Dan sumber kenaikan tertinggi tetap dari dana perimbangan dengan nilai Rp. 3.814.660.800.562,00 atau 55,15 persen. Sementara sumbangan PAD hanya 10,38 persen atau senilai Rp. 530.438.101.233,74.

Dari data tahun 2009 -2020,  rasio PAD terhadap keseluruhan pendapatan daerah di Kabupaten Bojonegoro masih rendah, yakni di bawah 20 persen. Rasio tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2020, yakni 16,14 persen. dan terendah terjadi pada tahun 2010 dengan rasio 6,55 persen. Artinya bahwa ketergantungan keuangan Pemkab Bojonegoro kepada dana transfer dari pusat masih tinggi.

Baca Juga :   Surat Redaksi Bojonegoro dan Sisa Anggaran yang Belum Merakyat
(Infografis Lifting dan DBH Migas Kabupaten Bojonegoro. Editor grafis : Syafik)

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah menyadari soal ini. Terlihat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 menyebutkan, upaya untuk mengoptimalkan target pendapatan. Tujuannya adalah agar pembangunan yang dilaksanakan akan semakin kuat. Dan yang lebih penting terbentuknya kemandirian keuangan yang bersumber dari kekuatan sendiri serta keberpihakan kepada masyarakat.

Upaya yang ditempuh adalah dengan mengoptimalkan seluruh potensi-potensi sumber keuangan dengan intensifikasi perolehan sumber-sumber pendapatan asli daerah. Yaitu meliputi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah serta mengoptimalkan kinerja perusahaan daerah. Tentu untuk memaksimalkan bagian laba perusahaan daerah.

Perkembanganya pun menggembirakan, bahwa PAD Kabupaten Bojonegoro kecenderunganya naik dari tahun ke tahun. Rata-rata kenaikan PAD nya dari tahun 2010 sampai 2020 adalah 23,8 persen.

Harapnya sebagai sebuah keluarga, Kabupaten Bojonegoro tetap mampu membiayai operasional dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Setidaknya pada saat dana perimbangan sudah menurun.

Kita berharap, PAD Bojonegoro tetap dan terus konsisten naik. Karena sebenarnya, dari pendapatan daerah pulalah, kemandirian itu sesungguhnya jadi tolak ukur.

Tapi, kita tidak mesti terus berjumawa dengan menyebut kabupaten kaya raya. Dengan kata kunci yang paling realistis, seberapa mandirikah Bojonegoro jika tanpa migas?

Penulis : Syafik

Editor : Sujatmiko