Stunting Jawa Timur 2024: Bojonegoro Membaik, Daerah Lain Lebih Cepat

oleh 118 Dilihat
oleh
(ilustrasi stunting by chatgpt)

Saat Angka Tak Lagi Diam: Stunting di Jawa Timur 2024

Seperti peta cuaca yang berubah dari kelabu ke cerah, data prevalensi stunting di Jawa Timur tahun 2024 membawa kabar yang tak sepenuhnya suram. Dari 31 kabupaten/kota, beberapa menunjukkan angin perubahan yang menggembirakan. Di sisi lain, masih ada wilayah yang tertatih dalam pusaran persoalan gizi buruk kronis ini.

Trenggalek menjadi juara baru dalam hal penurunan stunting dengan angka hanya 6,7%, disusul Lamongan (6,9%), dan Kediri (7,9%). Sebuah capaian yang patut dicatat tinta tebal, karena sebelumnya angka-angka ini berada jauh di atas 10%. Ini menandakan bahwa kerja lintas sektor — mulai dari layanan kesehatan hingga program pangan — mulai menampakkan hasil nyata.

Namun jangan dulu lega. Di ujung lain peta, Jember (30,4%), Pasuruan (26,1%), dan Kota Batu (24,5%) masih berkutat dalam angka yang mengkhawatirkan. Angka ini tidak hanya tinggi, tapi bisa menjadi bom waktu bagi kualitas generasi mendatang jika tidak segera ditangani secara serius.

Di Tengah Peta: Bojonegoro dan Siluet Wilayah Perbatasan

Di antara gemuruh perbaikan dan jeritan stagnasi, Bojonegoro mengambil posisi tengah. Tidak termasuk yang terbaik, tapi juga belum terjerembab ke jurang krisis. Tahun 2024, angka stunting di Bojonegoro tercatat 12%, menempatkannya di peringkat 13 dari 31 kabupaten/kota.

Mari lihat sekeliling:

  • Lamongan, tetangga di utara, mencatat prestasi luar biasa: 6,9%, peringkat kedua terbaik.

  • Tuban, berbatasan di barat laut, juga impresif dengan 11,3%.

  • Ngawi, di barat daya, mencatat 11,4%.

  • Sedangkan Nganjuk, di sisi selatan, justru mengalami kemunduran drastis: 22,8%, naik tajam dibanding tahun sebelumnya.

Dari peta ini, terlihat bahwa Bojonegoro bukan yang paling unggul di wilayah perbatasannya, tapi juga bukan yang terburuk. Ia seperti anak tangga keempat, yang sedang bersiap naik lebih tinggijika tidak terpeleset.

Baca Juga :   Stunting di Bojonegoro: Upaya, Capaian, dan Tantangan yang Masih Menghadang

Tahun Berganti: Jejak Stunting Bojonegoro dari 2023 ke 2024

Perjalanan Bojonegoro dalam satu tahun terakhir mencerminkan usaha keras yang belum selesai. Data SKI 2023 mencatat angka 14,1%, menempatkannya di peringkat ke-9 dari 37 daerah. Tahun 2024, berdasarkan SSGI, angka itu turun menjadi 12%. Namun secara peringkat justru turun ke posisi 13 dari 31.

Mengapa bisa begitu? Karena daerah lain bergerak lebih cepat. Bojonegoro memang maju, tapi belum sekencang yang lain. Seperti dalam lomba lari, jika Anda mempercepat langkah tapi peserta lain berlari lebih kencang, Anda tetap bisa tertinggal.

Angka 12% ini punya arti besar: setara dengan 12 anak dari setiap 100 anak di Bojonegoro mengalami stunting. Atau dengan kata lain, 1 dari setiap 8 anak tumbuh tidak optimal — tubuh mereka lebih pendek dari seharusnya, dan potensi masa depan mereka ikut terpangkas. Di balik persentase itu, ada lebih dari 12.000 anak yang sedang bertarung dalam senyap melawan batas tubuh dan lingkungan.

Lebih jauh, prevalensi stunting berat (severely stunting) di Bojonegoro juga belum bisa diabaikan: 2,3% anak masuk kategori ini, artinya mereka mengalami hambatan tumbuh paling serius dan berpotensi memengaruhi kemampuan belajar hingga produktivitas jangka panjang.

Dimana Tantangannya?

Stunting bukan semata urusan makan dan minum. Ia lahir dari kombinasi kemiskinan, sanitasi buruk, pola asuh, hingga akses air bersih dan layanan kesehatan yang tidak optimal. Bojonegoro memiliki PR besar di sektor-sektor ini, terlebih di desa-desa yang masih jauh dari akses pelayanan publik dasar.

Baca Juga :   Bhabinkamtibmas Bersama Babinsa, Nakes dan Pemdes Sumberrejo Cek Balita Stunting

Kabar baiknya, kabupaten ini memiliki modal sosial dan kelembagaan yang kuat, serta potensi kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kampus lokal, LSM, dan masyarakat sipil.

Peluang dan Jalan Ke Depan

Apa yang bisa dilakukan agar Bojonegoro tak hanya menurunkan angka, tapi melompat lebih jauh?

  1. Fokus pada intervensi spesifik: pemberian makanan tambahan bergizi, pemantauan pertumbuhan balita, dan perbaikan akses layanan posyandu.

  2. Perbaiki sanitasi dan air bersih: karena stunting sering berakar pada infeksi berulang akibat lingkungan yang kotor.

  3. Edukasi ibu dan calon ibu: pengetahuan gizi dan pola asuh anak usia dini sangat krusial.

  4. Sinergi lintas sektor dan lintas desa: desa yang sukses bisa menjadi mentor bagi desa lain melalui gerakan gotong royong berbasis data.

Dari Data ke Aksi, Dari Cemas ke Cerdas

Stunting bukan sekadar statistik. Di balik setiap angka ada anak yang tumbuh lebih pendek, belajar lebih lambat, dan punya masa depan yang lebih rapuh. Angka 12% di Bojonegoro bukan akhir, tapi tanda peringatan bahwa perjuangan belum selesai.

Jika kabupaten tetangga seperti Lamongan bisa menekan angka stunting di bawah 7%, kenapa Bojonegoro tidak?

Mari jadikan data ini bukan hanya laporan tahunan, tetapi bahan bakar untuk bergerak. Karena anak-anak kita tak butuh belas kasihan, mereka butuh keseriusan kita hari ini, agar esok mereka bisa berdiri tegak — secara fisik, mental, dan martabat.

Penulis : Syafik

Sumber data : Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, Survei Status Gizi Indonesia 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia