damarinfo.com – Tahukah Anda bahwa sebuah waduk raksasa yang dirancang sejak tahun 1926 kini menjadi bagian penting di Bojonegoro? Proyek besar yang dimulai oleh pemerintah kolonial itu tak hanya mencakup pembangunan waduk, tetapi juga jaringan jalan yang membentang sepanjang 85 kilometer. Ingin tahu lebih dalam mengenai rencana besar ini?
Pada tahun 1926, pemerintah kolonial Hindia Belanda menilai bahwa sudah saatnya mempercepat pembangunan ekonomi di berbagai wilayah, tidak hanya di Batavia (sekarang Jakarta) tetapi juga di daerah-daerah lain. Salah satu kawasan yang menjadi fokus adalah bagian selatan Karesidenan Rembang, khususnya daerah Bodjonegoro — yang kini kita kenal sebagai Kabupaten Bojonegoro. (Sumber: Koran De Locomotief, edisi 19 Mei 1926).
Proyek terbesar yang direncanakan adalah pembangunan sebuah waduk dengan kapasitas menakjubkan, yaitu 36 juta meter kubik. Waduk ini dirancang untuk dibangun di lembah Sungai Patjal, lengkap dengan jaringan irigasi dan drainase modern. Tujuannya sangat jelas: mengairi sekitar 20.000 bouws atau sekitar 14.000 hektar sawah pemerintah di Bodjonegoro.
Namun, pembangunan waduk saja tidak cukup. Pemerintah saat itu juga sadar bahwa infrastruktur jalan harus diperbaiki agar hasil pertanian dan aktivitas ekonomi bisa mengalir lancar. Oleh karena itu, dirancanglah pembangunan dan perbaikan jalan sepanjang 85 kilometer yang menghubungkan berbagai titik penting, seperti:
-
Majankawis—Soegiwaras (Majan—Sugihwaras),
-
Soemberredjo—Kanor (Sumberrejo—Kanor),
-
Bahoerno—Kepoh—Nglinggo—Kedoengadem (Baureno—Kepoh—Nglinggo—Kedungadem),
-
Soegiwaras—Kepohkidoel—Kadoangadem—Kaougo,
-
Temajang—Soegiwaras.
Bayangkan, biaya total untuk proyek jalan ini saat itu diperkirakan mencapai f 425.000 gulden, yang setelah dikonversikan ke nilai sekarang mencapai sekitar Rp285,6 miliar.
Tak hanya itu, pemerintah kolonial juga mempertimbangkan pembangunan jalan strategis lain, yaitu jalan Tjepoe—Ngawi. Jalan ini direncanakan untuk menjadi penghubung antar karesidenan, dari Rembang Selatan ke Madioen (Madiun). Tapi mereka masih menunggu hasil studi kelayakan, untuk memastikan bahwa jalan tersebut benar-benar memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, terutama rakyat pribumi.
Kala itu, pembangunan waduk dan jalan raya memang merupakan proyek besar yang memiliki tujuan untuk mengangkat perekonomian dan memperbaiki aksesibilitas di wilayah tersebut. Meskipun banyak rencana tersebut yang berubah atau tidak terlaksana seluruhnya, gagasan untuk membangun infrastruktur besar sebagai pendorong ekonomi tetap relevan hingga sekarang.
Waduk Potjal yang dirancang pada masa itu kini berdiri kokoh, mengairi sawah-sawah di Bojonegoro dan sekitarnya. Infrastruktur yang awalnya hanya sebuah rencana kolonial kini menjadi bagian penting dalam kehidupan petani dan masyarakat setempat. Sementara jalan-jalan yang terbangun juga memberikan dampak besar bagi mobilitas dan penghubungan antar daerah.
Sejarah kecil ini mengingatkan kita bahwa pembangunan daerah tidak pernah lepas dari upaya panjang, penuh pertimbangan, dan sering kali bergulat dengan tantangan zaman. Bojonegoro, dari masa kolonial hingga hari ini, tetap menjadi bagian penting dari nadi pertanian dan ekonomi Jawa Timur.
Penulis : Syafik
Sumber : (Sumber: Koran De Locomotief, edisi 19 Mei 1926, diunduh dari laman delpher.nl)
(Disclaimer : Diterjemahkan dengan menggunakan chatgpt, sehingga mungkin terjadi kesalahan)