Pemain Tengah yang Tangguh: Bojonegoro di Lintasan Ekonomi Mikro Jawa Timur

oleh 72 Dilihat
oleh
ilustrasi IKM
(Ilustrasi by chatgpt)

damarinfo.com – Bayangkan ekonomi Jawa Timur seperti sebuah lintasan lari estafet, di mana Industri Mikro dan Kecil (IMK) menjadi pelari-pelari yang menjaga ritme agar provinsi ini tetap bergerak. Beberapa pelari melesat di depan, sementara yang lain tertinggal. Bojonegoro, di tengah lintasan itu, bukan yang tercepat, tapi juga bukan yang tercecer—ia pemain tengah yang tangguh, konsisten, dan berpotensi mengejutkan.

Jawa Timur: Panggung Besar Bagi Pelaku Kecil

Menurut Jawa Timur dalam Angka 2025, sektor IMK di provinsi ini melibatkan 977.471 perusahaan, menyerap 2,5 juta tenaga kerja, dan menghasilkan pendapatan mencapai Rp106 miliar pada tahun 2023. Ini seperti pasar yang tak pernah tutup—ramai, penuh semangat, dan sangat bergantung pada pelaku kecil.

Sumenep memimpin jumlah perusahaan dengan 94.497 unit, sementara Pamekasan unggul dalam menyerap tenaga kerja (376.334 orang). Soal pendapatan, Jombang (Rp8,64 miliar) dan Malang (Rp8,50 miliar) menjadi bintangnya.

Namun, seperti biasa, ada ketimpangan yang menyelinap. Bangkalan dan Pacitan misalnya, hanya mampu menghasilkan sekitar Rp400 jutaan. Ini menggambarkan bahwa banyaknya usaha tidak selalu berbanding lurus dengan hasil. Perusahaan di Sidoarjo rata-rata menghasilkan Rp336 ribu, sementara di Sumenep hanya sekitar Rp40 ribu per unit. Produktivitas, bukan sekadar jumlah, adalah kunci.

(Grafik by grok.com)

Bojonegoro: Bukan Sorotan, Tapi Panggungnya Kokoh

Dalam panggung IMK Jawa Timur, Bojonegoro tampil seperti pohon jatitenang, kuat, dan mengakar. Dengan 44.572 perusahaan, Bojonegoro masuk 10 besar, mengungguli Pasuruan (42.560) dan Gresik (40.198). Tenaga kerja yang terserap mencapai 104.629 orang, menempatkannya di urutan kelima.

Baca Juga :   Bagaimana Kecerdasan Buatan (AI) Membantu UMKM Meningkatkan Penjualan?

Namun dari sisi pendapatan, Bojonegoro hanya mencatatkan Rp2,87 miliar, jauh tertinggal dari Jombang maupun Malang. Produktivitas per perusahaan pun masih rendah: hanya sekitar Rp64,5 ribu, kalah jauh dari Sidoarjo (Rp336 ribu) atau Surabaya (Rp185 ribu).

Tapi jangan salah sangka—angka ini bukan cerminan kelemahan, tapi sinyal adanya ruang pertumbuhan. Bojonegoro seperti tim sepak bola yang solid di lini tengah—jarang bikin heboh, tapi perannya penting untuk menjaga irama permainan.

Permata Mentah yang Siap Ditempa

Melihat lebih dekat, Bojonegoro adalah gudangnya pelaku usaha mikro. Dari warung tenda hingga pengrajin kayu jati, dari penjahit rumahan hingga pembuat camilan khas. Lebih dari 100 ribu orang menggantungkan hidup pada sektor ini—itulah nyawa ekonomi lokal yang sesungguhnya.

Namun, ukuran usaha rata-rata masih kecil. Rasio tenaga kerja per perusahaan hanya 2,35 orang, jauh lebih kecil dibanding Pamekasan yang mencapai 8,24 orang. Artinya, usaha di Bojonegoro masih didominasi unit-unit skala kecil yang belum mampu “naik kelas”.

Padahal, potensi untuk tumbuh sangat terbuka. Bojonegoro dikenal sebagai daerah migas, dengan akses ke sektor pertanian, kehutanan, hingga pariwisata. Bayangkan jika produk lokal seperti olahan makanan, batik khas, atau suvenir dari kayu jati mendapat sentuhan teknologi dan tembus ke e-commerce nasional. Bukan mimpi, itu peluang nyata.

Baca Juga :   Harga Anjlok, Kadin Bojonegoro Tertarik Olah Porang

Langkah Nyata untuk Bojonegoro Naik Level

Tantangannya kini adalah peningkatan daya saing. Solusinya tidak rumit tapi butuh kerja kolektif: pelatihan wirausaha, akses pembiayaan, platform digital, serta kemitraan dengan industri besar. Pemerintah daerah bisa belajar dari Sidoarjo dan Surabaya soal bagaimana membangun ekosistem usaha yang sehat dan produktif.

Lebih luas lagi, ketimpangan antarwilayah di Jawa Timur juga perlu dibenahi. Bojonegoro bisa menjadi model inspiratif bagi kabupaten-kabupaten lain yang masih tertinggal. Dengan praktik baik, semangat wirausaha, dan dukungan kebijakan yang tepat, Bojonegoro bisa ikut menggerakkan transformasi ekonomi daerah.

Saatnya Bergerak Bersama

IMK adalah tulang punggung ekonomi rakyat. Dan Bojonegoro punya fondasi kuat untuk menjadi lebih dari sekadar “pemain tengah”. Jika pelaku usaha lokal, pemerintah, dan masyarakat bahu-membahu, kabupaten ini bisa jadi inspirasi—bukan hanya karena jumlah, tapi karena daya saing dan inovasinya.

Ayo dukung produk lokal Bojonegoro, ramaikan pasar-pasar UMKM, dan bantu mereka menjangkau dunia digital. Jangan tunggu jadi kota besar untuk bangga—Bojonegoro bisa bersinar dari tempatnya sekarang.

Penulis : Syafik

Sumber data : Jawa Timur dalam Angka tahun 2025, BPS Jawa Timur