Bojonegoro, damarinfo.com – Kisruh pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Kabupaten Bojonegoro tahun 2024 berujung tak sampai kata mufakat antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro.
Salah satu permasalahan yang tidak mencapai kata mufakat adalah soal Bantuan Keuangan Khusus Kepada Pemerintah Desa atau biasa disebut Bantuan Keuangan Desa (BKD) dan Dana Hibah.
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Bojonegoro Mochlasin Afan menilai BKD tidak memilik instrumen untuk menjaga keadilan bagi desa-desa penerima. Tidak adanya kriteria yang jelas sebuah desa berhak menerima dan desa yang tidak menerima, menjadikan BKD dapat digunakan untuk kepentingan politik penguasa.
“Kriterianya tidak jelas, sementara saat diminta untuk menunjukkan daftar penerimanya sulit sekali” Kata Afan-panggilannya-
Lanjut Afan, jika Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bermaksud memeratakan pembangunan, maka solusi yang dapat digunakan adalah dengan menaikkan Alokasi Dana Desa (ADD) yang sebelumnya 12,5 persen menjadi 20 – 25 persen. Alasannya menurut pria yang juga kader Partai Demokrat ini adalah parameter ADD lebih terukur dan ADD diberikan kepada semua desa, beda dengan BKD tidak semua desa mendapatkan.
“Kenaikan ADD adalah solusi untuk pemerataan pembangunan desa yang berkeadilan” Tegas pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro.
Besaran Belanja Bantuan Keuangan yang bakal digunakan untuk BKD pada tahun 2024 sebesar Rp. 1,35 triliun, sementara Belanja Hibah sebesar Rp. 780,8 miliar.
Penulis : Syafik