Damarinfo.com – Perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Awal Syawal sudah terjadi sejak zaman dahulu, pada zaman kolonial belanda perbedaan ini juga terjadi. Sebuah koran zaman belanda “De Sumatra Post “melaporkan soal perbedaan awal puasa di tahun 1938.
Dalam koran berbahasa belanda edisi 22 November 1938 dituliskan laporan soal perbedaan penentuan awal Ramadhan dengan judul “Poeasa” dengan sub judul “Waarom geen moderne methoden bij vaststelling van begin en einde ? “ (Mengapa tidak ada metode modern di penentuan awal dan akhir?)
Dalam isi beritanya berbunyi “Seperti yang kita tahu, tahun ini tidak tercapai kesepakatan lagi di lingkungan Islam pada penentuan awal dari bulan puasa Ramadhan. Satu kelompok mulai berpuasa Senin, 24 Oktober dan yang lainnya Selasa tanggal 25 Oktober. Ini memiliki konsekuensi bahwa Hari raya juga jatuh pada dua hari yang berbeda.
Perbedaan awal puasa dan hari raya merupakan fenomena yang berulang. Hal ini disesalkan karena membuat kebingungan yang tidak perlu.
Selanjutnya ditulis tentang alasan penyebab terjadinya perbedaan penentuan awal puasa, juga disebut tentang ayat Al Quran tentang puasa, juga hadist-hadist tentang penentuan awal puasa.
Dalam paragraf dengan judul “mengapa tidak menggunakan metode modern?” dalam isi tulisan menyebutkan Timbul pertanyaan, mengapa Islam, yang sering disebut-sebut sebagai agama yang sesuai dan berhubungan dengan semua usia tidak ada sumber yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan awal dan akhir puasa dari sumber-sumber ilmu pengetahuan modern. Kan sebenernya gampang yakni dengan mengandalkan pengetahuan yang kuat dari para astronom kan.
Jawabannya singkat, Dalam bab yang sama tentang puasa” dikatakan: Allah berharap yang mudah, dan Dia berharap Anda tidak kesulitan” Apa perlunya mendapat masalah? untuk memperdalam ketika seseorang memudahkan cara untuk mencapai tujuannya”.
Islam adalah agama dengan pengucapan prinsip demokrasi. Wahyu ditujukan kepada semua orang,dan berlaku untuk semua orang dan semua orang. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an menunjukkan hal ini
Setiap orang berhak wajib untuk meyakinkannya bahwa telah melihat bulan baru, asalkan bahwa tugas ini sebagai fardloe kifajah, yaitu persepsi oleh beberapa orang meringankan tuga seluruh jemaah.
Para astronom tidak sempurna. Bagaimana sering tidak terjadi bahwa para astronom berbeda dalam temuan mereka tentang tanggal yang disebutkan di atas dan karena ini menciptakan ketidaksepakatan. Untuk melihat bulan untuk dapat melihat seseorang tidak perlu menjadi seorang sarjana. jadilah, siapa pun yang memiliki penglihatannya di titik dia berdiri.
Kami sudah mengatakan di atas, perhitungan itu terkadang gagal. Nabi, sangat mengerti, untuk menghindari perselisihan, dengan semangat itu penentuan awal dan akhir dari puasa dengan perhitungan astronomi munculnya bulan baru tidak diperbolehkan.
(tulisan ini diambil hanya beberepa bagian dari berita dan diterjemahkan dengan google translate, sehingga keakuratanya tidak bisa diandalkan)
Penulis : Syafik
Sumber : Koran De Sumatra Post edisi 22 Nopember 1938. Didonwload dari laman https://www.delpher.nl/