Mentjari Indonesia
Lebaran Berbeda, Sudah Terjadi Jauh Sebelum Lahirnya NU dan Muhammadiyah

oleh -
oleh
(Ontvangst te Wadjo ter gelegenheid van Idoel Fitri/Resepsi Hari Raya Idul Fitri di Wajo 1318 H. diterbitkan tahun 1938. Sumber : https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)

Damarinfo.com – Idul Fitri tahun 2023 diperkirakan berbeda antara Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. NU mengikuti ketentuan pemerintah melalui sidang istbat, yang diperkirakan hasilnya berbeda dengan Muhammadiyah yang telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri Hari Jum’at, 21 April 2023.

Sebenarnya perbedaan permulaan puasa maupun idul fitri di Indonesia sudah terjadi jauh sebelum lahirnya dua organisasi besar tersebut. Salah satu buktinya adalah berita yang ditulis dalam  koran berbahasa belanda “Bataviaasch Nieuwsblad” edisi Kamis 24 Februari 1898. (Seperti diketahui Muhammadiyah lahir pada tahun 1912 sementara NU lahir pada tahun 1926)

(Tangkapan Layar Potongan Hal 1
Koran Bataviaasch Nieuwsblad” edisi Kamis 24 Februari 1898 )

Dalam artikel dengan judul “Hari Rajah Lebaran” dituliskan bahwa penduduk mohamedan (sebutan untuk umat Islam pada zaman penjajahan Belanda), merasa kesal dengan pengumuman yang disampaikan oleh Kepala Penghulu (Pejabat Zaman Belanda yang diberikan kewenangan untuk mengurus hal yang terkait dengan agama Islam) bahwa Hari Raya Idul Fitri jatuh pada Hari Rabu tanggal 22 Februari 1898. Hal ini berbeda dengan tanggal yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Kalender Tahunannya, yang menyebutkan Idoel Fitri (1 Syawal) jatuh pada tanggal 23 Februari 1989. Hal ini mengakibatkan kebingungan pada umat islam.

(Tangkapan Layar Potongan Hal 2
Koran Bataviaasch Nieuwsblad” edisi Kamis 24 Februari 1898 )

Alasan kekesalan umat Islam pada saat itu ada tiga, seperti ditulis dalam koran tersebut di halaman 2 kolom ke 2 dan ke 3;

  1. Pertama, karena poeasa, jika  pada hari pertama bulan Ramelan pada tanggal 24 Januari, maka biasanya puasa 30 hari dan bukan  seperti yang terjadi sekarang, hanya 29 hari.
  2. Kedua, karena lebaran jatuh pada hari terakhir bulan Ramelan (sebutan  untuk bulan Ramadhan pada waktu itu), bukan pada hari pertama bulan Sawal.
  3. Dan ketiga, karena Selasa malam bulan tidak terlihat bahkan dengan teleskop.
Baca Juga :   Memaknai Lebaran Saat Pandemi Corona
(Tangkapan Layar Potongan dokumen Almanak Prijai tahun 1898)

Bahwa pertanyaan menjengkelkan tentang hari Tahun Baru asli (sebutan untuk idul fitri ) kini juga muncul lagi, kami menganggapnya sebagai konsekuensi pelanggaran belaka. Hal seperti itu hanya mungkin terjadi di Batavia, di mana pemerintah daerah atau lokal tidak pernah berani bertindak begitu gencar seperti di tempat lain. Di tempat lain permasalahan ini sudah lama berakhir.

Baca Juga :   Tim Badan Hisab Rukyat Persiapan di Bukit Wonocolo Bojonegoro

Hal ini menjadikan kebosanan semua orang dan tanpa kesalahan apa pun:  dan berlangsung  tahun demi tahun. Tanpa melihat manfaat untuk apa pun, tahun demi tahun. menurut beberapa ulama  saat itu bahwa “orang” tidak keberatan dengan hari resmi yang disebutkan dalam Almanak Pemerintah.

Penulis : Syafik

Sumber : “Bataviaasch Nieuwsblad” edisi Kamis 24 Februari 1898 diunduh dari delpher.nl Minggu 16-April-2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *