Damarinfo.com – Kabupaten Bojonegoro diyakini berawal dari Kabupaten Jipang yang beribukota di Padangan. Sementara kabupaten Jipang sebelumnya adalah sebuah Kadipaten yang Pada masa peralihan dari Kerajaan Demak ke Kerajaan Pajang, kedudukan Jipang masih sebagai daerah vazal dengan nama Kadipaten Jipang. Pada masa berikutnya, status Jipang berubah menjadi kabupaten setelah terjadinya perjanjian antara kerajaan Mataram Islam dengan VOC. Perjanjian yang disepakati pada tanggal 20 Oktober 1677 tersebut menjadi sejarah awal berdirinya Kabupaten Jipang sekaligus Kabupaten Bojonegoro dan berakhirnya Kadipaten Jipang. Tuntutan VOC agar ibukota Kabupaten Jipang berada di seberang Sungai Bengawan Solo diterima oleh Susuhunan Amangkurat II. Ibukota tersebut persisnya berada di Padangan yang secara geografis terletak di tepi Sungai Bengawan Solo.
Sunan Amangkurat II menetapkan Mas Tumapel menjadi bupati merangkap wedana bupati Mancanegara Wetan yang berkedudukan di Jipang pada 1677 merupakan bagian dari pelaksanaan perjanjian 20 Oktober 1677 yang ditandatangani susuhunan dan VOC. Hal ini ditulis oleh Muhammad Eko Subagtio Universitas Negeri Surabaya dalam jurnal dengan judul “KOTA TUA PADANGAN SEBAGAI SAKSI BERAKHIRNYA KADIPATEN JIPANG DAN BERDIRINYA KABUPATEN BOJONEGORO” (diunduh dari laman https://www.researchgate.net/publication/347342404, Jum’at 9-4-2022, pukul 13.00 WIB)
Lalu siapakah Mas Tumapel sehingga diangkat menjadi Bupati pertama di Kabupaten Jipang?
Sebuah catatan yang ditulis di laman harianforum.com, oleh Dr. Purwadi, M.Hum, Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara – LOKANTARA 3 Juli 2020, yang beralamatkan di Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta, menyebutkan bahwa atas prakarsa Kanjeng Sinuwun Amangkurat Amral (Amangkurat II) dan dukungan Pangeran Pekik (adipati Surabaya), Bojonegoro ditetapkan sebagai kabupaten otonom. Sebagai pejabat Bupati ditunjuk Adipati Tumapel Notonagoro.
Tumapel Dipilih menjadi Adipati karena mempunyai kemampuan, kecakapan, kejujuran, kepribadian, keluhuran. Adipati Tumapel berpengalaman mengelola pelabuhan Tanjung Perak, pernah bertugas di kabupaten Surabaya, mengurusi industri mebel dan mengawasi proyek daerah aliran Sungai Bengawan Solo. Pengalaman kerja Adipati Tumapel Notonagoro cukup luas.
Pada tanggal 20 Oktober 1677 Adipati Tumapel Notonagoro dilantik oleh Sinuwun Amangkurat Amral (Raja Kerajaan Mataram Islam). Hadir pula segenap Bupati Tuban, Jepara, Rembang, Demak, Semarang, Tegal, Surabaya dan Lamongan. Rombongan dari kadipaten Surabaya datang lebih dulu, karena juga merangkap sebagai panitia pelantikan.

Upacara pelantikan begitu megah, mewah, indah. Kedatangan Sinuwun Amangkurat Amral diiringi dengan gamelan Monggang. Tamu agung lain diiringi dengan gamelan Carabalen. Songsong gelap, payung agung menambah wibawa Kanjeng Sinuwun Mataram. Jalannya upacara pelantikan Bupati Bojonegoro cukup khidmat. Lantas diakhiri dengan kembul bujana andrawina.
Bojonegoro menjadi istimewa bagi Kerajaan Mataram kala itu, pasalnya adipati Surabaya yang merupakan kakek dari Raja Mataram Amangkurat Amral memiliki kebun tembakau di daerah Bojonegoro. Kualitas tembakau Bojonegoro terkenal di dunia. Di ekspor ke negeri Tamasek, Malaka, Cina, India dan Afrika. Pelabuhan Tanjung Perak menjadi pintu ekspor impor tembakau, lewat Bengawan gedhe, untung berlimpah ruah. Pangeran Pekik Adipat Surabaya yang kaya raya. Keuntungan bisnis pelabuhan, perkapalan, pelayaran, perkebunan, kehutanan mendatangkan lancarnya roda pemerintahan Mataram. Sinuwun Amangkurat Amral memperhatikan wilayah Bojonegoro.
Pada masa kanak-kanak Amangkurat Amral yang bernama kecil Raden Mas Rahmat ini sering berkunjung di kebun tembakau Bojonegoro. Raden Mas Rahmat ikut Pangeran Pekik. Tinggal di pesanggrahan Sugihwaras. Alangkah senangnya jalan-jalan bersama kakek. Perjalanan wisata ini cukup berkesan bagi Raden Mas Rahmat atas masyarakat Bojonegoro.
Disclaimer : “Tulisan ini masih perlu penyempurnaan, dengan sumber data yang lebih valid”
Penulis : Syafik