Bulan November ini, usia Muhammadiyah genap mencapai 108 tahun, jika dihitung dari kalender miladiyah. Tepatnya 18 November 1912. Diusiaya yang telah mencapai satu abad lebih, tentu semakin matang dalam menyikapi persoalan internal organisasi, dan berkontribusi terhadap negeri.
Kiprahnya di awal berdirinya, tentu tidak bisa dilepaskan dengan sosok pendirinya, KH. Ahmad Dahlan. Keilmuan yang diperolehnya dari berguru kepada ulama tanah air di Makkah saat menunaikan ibadah haji, menjadikan model da’wah islam yang dikembangkan lebih kepada modernisasi islam. Islam yang inklusif, terbuka dalam menerima ilmu pengetahuan meski datang dari luar, asalkan dapat mengangkat derajat umat islam yang tengah mengalami kejumudan akibat dari pola “atasan dan bawahan” yang sengaja dilakukan oleh Kolonial Belanda untuk membatasi gerak umat, bangsa dalam melepaskan diri dari penjajahan.
Karenanya pola pendidikan yang dirintisnya adalah pendidikan egaliter-implementatif. Pendidikan yang mengakui persamaan hak atas setiap warga Indonesia, serta implentasinya, sebagaimana dalam konteks historis, dimana KH. Ahmad Dahlan mengulang-ulang surat al maunya yang disebabkan karena santrinya belum mengamalkan/mengimplementasikannya. Atau disebut dengan “Membumikan Islam” Meminjam istilah A. Syafii Maarif.
Jalan tulus Muhammadiyah yang diilhami dengan surat Al maunya terus diwariskan di setiap kadernya melalui proses perkaderan yang terstruktur. Maka tidak heran ketlusan inipun tercermin di setiap pimpinan Muhammadiyah dari periode ke pereode.
Selain menyalakan ghiroh mencapai kemerdekaan, diawal kemerdekaan pun Muhammadiyah secara tulus mewakafkah kader terbaiknya untuk bangsa. Mereka adalah para founding father, perumus dasar negara Pancasila, yaitu KH. Kahar Muzzakir, Kasman Sigodimejo, Ki Bagus Jadi Kusumo, yang dengan rela serta penuh kesadaran menyetujui hilangnya tujuh kata silakan pertama Pancasila yang ada pada piagam Jakarta, demi menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa yang baru saja merdeka. Ada pula Ir. Juanda yang berjuangan untuk penyatuan perairan antar pulau yang dikenal dengan “Deklarasi Juanda”.
Kurun terahir, Muhammadiyah pun juga tidak diam.
Ketika adan upaya mereduksi ideologi negara “Pancasila” Melalui RUU HIP, Muhammadiyah melakukan kajian dengan seksama, hingga pada kesimpulan bahwa materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD 1945 dan sejumlah Undang-undang, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Karenanya mengharuskan PP Muhammadiyah untuk memberikan pernyataan resminya nomor 09/PER/I.0/I/2020 yang pada intinya pembahasan RUU HIP belum terlalu urgen dan menghimbau kepada seluruh komponen bangsa untuk kembali kepada kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketika bangsa menghadapi Pandemi covid 19, jalan tulus Muhammadiyah memanggil, hingga secara implementatif melakukan aksi nyata memutus mata rantai penyebaran secara preventif dan dampak sosial ekonomi dari pandemi melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan menyiapkan rumah sakit diseluruh Indonesia untuk melakukan penanganan secara profesional.
Menurut catatan MDMC pusat hingga pertengahan November, bantuan yang disalurkan mencapai 310 milyar dengan penerima manfaat sejumlah 510.873 jiwa. Tak terkecuali PDM Bojonegoro yang juga telah mengambil peran dalam hal ini, dalam bentuk pendistribusian Sembako sejumlah 65 ton beras, gula, dan mie instan, serta penyemprotan disinfektan di sekolah-sekolah dan tempat-tempat umum, juga pembagian masker kepada masyarakat Bojonegoro.
Terkait dengan penanganan masyarakat terinveksi covid 19, Rumah Sakit Muhammadiyah (RSM) Bojonegoro juga tidak tinggal diam, melainkan juga menyiapkan secara profesional untuk membantu masyarakat Bojonegoro, sebagai bagian dari khitmat Muhammadiyah Bojonegoro untuk negeri.
Secara internal, sebagai bentuk tindakan Preventif memutus mata rantai penyebaran covid, Muhammadiyah menunda muktamar sebagai vorum musyawarah tertinggi Muhammadiyah hingga pandemi benar-benar usai, demikian halnya dibidang pendidikan memutuskan untuk diberlakukannya pembelajaran daring, demikian halya dengan kegiatan-kegiatan organisasi masih semaksimal mungkin dilakukan secara virtual.
Terhadap proteksi kaum lemah, jalan tulus muhammadiyah dilakukan dengan memberikan masukan kepada pemerintah Terkait UU cipta kerja, yang dalam pespektif muhammadiyah masih banyak terdapat pasal yang belum berpihak kaum lemah. Bahkan saat UU disahkanpun, muhammadiyah masih melakukannya kajian dengan membentuk tim kajian akademis, agar bangsa tetap pada rel cita-cita proklamasi kemerdekaan, sebagai termaktup dalam pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
*) Ketua Majlis Pendidikan Kader PDM Bojonegoro.