Damarainfo.com – Di era modern, hoaks atau berita palsu sering dikaitkan dengan media sosial dan teknologi digital. Namun, tahukah Anda bahwa fenomena ini sudah ada sejak zaman kolonial? Sebuah artikel dari koran Bataviaasch Nieuwsblad edisi 14 Februari 1894 mengungkap praktik penyebaran berita bohong di Bodjonegoro, sebuah wilayah di Residentie Rembang, Hindia Belanda, yang kini menjadi bagian dari Jawa Tengah.
Berita Sensasional yang Menggemparkan
Pada Januari 1894, beberapa media di Surabaya memuat berita sensasional tentang dua peristiwa di Bodjonegoro. Pertama, sebuah serangan bersenjata di rumah lurah Banaran (distrik Bouwerno). Sekelompok bandit bersenjata lengkap dengan obor disebut menyerang, merampok, dan membakar lumbung padi. Lurah Banaran konon menembak mati dua perampok, tetapi saudaranya, seorang kabajan, dibunuh secara keji oleh para penjahat.
Kedua, seorang pedagang kain katun yang pulang dari pasar Soegihwaras (distrik Temajang) dikatakan dihadang tiga perampok, dirampok, dan dibunuh. Mayatnya dibuang di pinggir jalan, sementara seorang pengikutnya dianiaya hingga luka berat. Berita ini menyebar luas, bahkan dimuat oleh hampir semua media Hindia saat itu, kecuali satu koran bernama S.C..
Fakta di Balik Sensasi
Namun, seorang warga yang menandatangani dirinya sebagai C.D.V. dalam Bataviaasch Nieuwsblad membongkar kebenaran di balik berita tersebut. Setelah melakukan penyelidikan langsung, ia menemukan bahwa:
- Peristiwa di Banaran: Tidak pernah terjadi serangan bersenjata. Tidak ada perampokan, lumbung padi yang dibakar, atau perampok yang ditembak mati. Kabajan yang disebut dibunuh ternyata masih hidup dan sehat. Lurah Banaran sendiri malu dengan berita tersebut, berkata, “Sekarang saja messoewoer satoe orang branie” (Sekarang saya malah dianggap orang yang suka pamer keberanian).
- Kasus Pedagang Kain: Memang terjadi perampokan, tetapi tidak sebrutal yang diberitakan. Dua perampok merampas barang seorang wanita pedagang pada siang hari, lalu membiarkannya pergi tanpa menyakitinya. Tidak ada pembunuhan, juga tidak ada pengikut yang dianiaya. Pelaku sudah ditangkap polisi pada hari yang sama dan dijatuhi hukuman 4 tahun kerja paksa.
Hoaks Banjir dan Ketidakamanan
Tidak hanya itu, media yang disebut sebagai “organ der waarheid” (media kebenaran) oleh C.D.V. juga memuat berita bohong lainnya. Pada 26–27 Januari 1894, mereka melaporkan banjir besar di Bodjonegoro yang menggenangi alun-alun dan pasar, menghancurkan 22 rumah di kampung Ledok, serta menyebabkan beberapa orang hilang—diduga tenggelam. Bupati disebut membagikan beras kepada korban yang kehilangan segalanya.
Faktanya? Sungai Solo memang meluap, tetapi tidak ada genangan di alun-alun atau pasar. Kampung Ledok, tempat tinggal C.D.V., tidak terdampak. Tidak ada rumah yang hancur, tidak ada orang hilang, dan bupati tidak membagikan beras kepada korban banjir. Media itu juga terus menggembar-gemborkan ketidakamanan di Bodjonegoro, padahal C.D.V. menegaskan bahwa kejahatan telah menurun drastis berkat kerja keras pejabat kolonial seperti Tuan Van der Linde dan Tuan Martens.

Media dan Tanggung Jawab Jurnalistik
C.D.V. meminta redaktur media yang pertama kali memuat berita tersebut untuk membantah laporan palsu, tetapi permintaannya tidak digubris. Menurutnya, media yang bertanggung jawab seharusnya mau mengakui kesalahan jika berita terbukti bohong. Namun, “media kebenaran” itu malah terus memuat berita sensasional tanpa verifikasi, bahkan menganggap dirinya “tak pernah salah seperti Paus”.
Fenomena ini menunjukkan bahwa hoaks bukanlah produk zaman modern. Di era kolonial, koresponden di pedalaman sering kali mengarang berita demi sensasi, dan media dengan mudah memuatnya tanpa pengecekan fakta. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hoaks masa kini, di mana berita bohong sering disebarkan untuk menarik perhatian pembaca.
Pelajaran dari Masa Lalu
Kisah ini menjadi pengingat bahwa tanggung jawab jurnalistik sangat penting, baik di masa lalu maupun sekarang. Di era digital, di mana informasi menyebar cepat, hoaks dapat memicu kepanikan dan ketidakpercayaan masyarakat. Seperti yang ditunjukkan oleh C.D.V., verifikasi fakta adalah kunci untuk menjaga integritas media—sebuah pelajaran yang relevan hingga hari ini.
Penulis : Syafik
Sumber: Bataviaasch Nieuwsblad, 14 Februari 1894, diunduh dari delpher.nl, diterjemakan dengan grok.com