Dukun Bayi Bojonegoro: Nomor Lima Jawa Timur, tapi Pesonanya Bikin Takjub!

oleh 133 Dilihat
oleh
ilustrasi dukun bayi
(ilustrasi by chatgpt)

damarinfo.com – Jawa Timur, provinsi dengan 38 kabupaten/kota, ternyata menyimpan satu “rahasia kecil” yang bikin kita senyum-senyum sendiri: keberadaan dukun bayi.

Menurut data Statistik Potensi Desa Jawa Timur 2024, dari 38 kabupaten/kota, hanya 35 yang masih mencatat kehadiran dukun bayi. Artinya, ada 3 daerah yang secara resmi sudah tak memiliki lagi praktik persalinan tradisional ini.

Menariknya, dari 35 itu, ada yang tampil jadi bintang utama, dan ada pula yang sudah nyaris hilang dari panggung sejarah. Siapa mereka? Yuk, kita kepo bareng!

Puncak dan Lembah: Siapa Raja dan Si Tukang Ngumpet?

Mari kita mulai dari puncak. Di ujung timur Pulau Madura, tiga kabupaten tampil dominasi. Pamekasan berada di peringkat pertama dengan 73,02% desa/kelurahan masih memiliki dukun bayi. Disusul Sumenep (71,56%) dan Sampang (70,43%).

Artinya, hampir tiga dari empat desa di sana masih menggantungkan persalinan pada tangan-tangan tradisional. Bisa jadi ini karena budaya lokal yang sangat kuat, atau karena akses ke fasilitas kesehatan modern masih terbatas. Apapun alasannya, dukun bayi tetap jadi sosok penting—semacam superhero lokal yang selalu siap turun tangan.

Sebaliknya, di kota-kota besar seperti Surabaya (1,96%), Pasuruan (2,94%), dan Madiun (3,70%), peran dukun bayi sudah nyaris hilang. Ini bukan kejutan besar, karena di kota-kota itu, rumah sakit, bidan, dan klinik bersalin sudah menjamur. Warga kota sudah berpindah ke layanan kesehatan modern, dan dukun bayi pun mundur perlahan-lahan dari panggung utama.

(Grafik by grok.com)

Fokus Bojonegoro: Si Lima Besar yang Bikin Heboh

Sekarang saatnya menyorot Bojonegoro. Dari total 35 kabupaten/kota di Jawa Timur yang masih mencatat kehadiran dukun bayi, Bojonegoro melesat ke posisi kelima dengan 53,02% desa/kelurahan masih mengandalkan penolong persalinan tradisional ini.

Dari 430 desa/kelurahan, sebanyak 228 masih memiliki dukun bayi aktif. Artinya, lebih dari separuh wilayah Bojonegoro masih mempercayakan proses persalinan pada tradisi turun-temurun yang hidup berdampingan dengan layanan medis modern.

Baca Juga :   Pemakaman Protokol Covid, Sholat Jenazah Dilaksanakan di Makam

Apa artinya? Meski tak setinggi Pamekasan atau Sumenep, posisi ini menandakan bahwa Bojonegoro tetap menjadi pemain penting dalam peta budaya persalinan tradisional Jawa Timur. Di sinilah dua arus besarkepercayaan lama dan kemajuan layanan kesehatanbertemu dan berdialog, menjadikan Bojonegoro layak mendapat sorotan lebih dalam.

Sorotan Kecamatan: Antara Ramai dan Sepi

Mari kita lihat lebih dalam. Berdasarkan Statistik Potensi Desa Kabupaten Bojonegoro 2024, Kecamatan Baureno mencatat jumlah terbanyak dengan 18 desa/kelurahan yang masih memiliki dukun bayi. Disusul oleh Kanor (17 desa), serta Kepohbaru dan Sumberrejo (masing-masing 16 desa).

Apa yang terjadi di wilayah-wilayah ini? Mereka tidak hanya memiliki luas geografis yang besar, tapi juga menunjukkan kentalnya kepercayaan masyarakat terhadap praktik tradisional. Di desa-desa ini, dukun bayi bukan sekadar alternatif, melainkan tokoh sentral dalam struktur sosial dan budaya.

Namun, situasi berbeda muncul di beberapa kecamatan lain. Kecamatan Kedewan hanya mencatat 1 desa dengan dukun bayi, sementara Ngambon dan Padangan masing-masing hanya 2 desa.

Perbedaan mencolok ini mengindikasikan bahwa di wilayah dengan akses kesehatan yang lebih baik, peran dukun bayi mulai tergeser oleh bidan, dokter, dan fasilitas modern. Ini bukan soal penghapusan tradisi, tapi soal bagaimana masyarakat beradaptasi dengan infrastruktur dan pilihan yang tersedia.

Margomulyo: Sebuah Anomali yang Menarik

Tapi tunggu dulu—kisah paling unik datang dari Kecamatan Margomulyo. Di wilayah ini, tercatat ada 10 dukun bayi aktif di 6 desa, atau rata-rata 1,67 dukun bayi per desa. Sebuah angka yang tergolong tinggi di tengah tren menurun secara umum.

Desa Meduri jadi yang paling menonjol dengan 3 dukun bayi, diikuti Ngelo dan Margomulyo (masing-masing 2), serta Kalangan, Sumberjo, dan Geneng (masing-masing 1).

Apa yang membuat Margomulyo berbeda? Meski hanya Sumberjo yang memiliki dokter, wilayah ini tetap ditopang oleh 10 perawat, 8 bidan, dan—yang paling mencolok—132 kader Posyandu. Ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif warga sangat tinggi, tetapi dalam praktiknya, kehadiran dukun bayi tetap kuat.

Baca Juga :   Di Bojonegoro Orang Meninggal Pun masih Dapat Jaminan Kesehatan

Margomulyo bukan sekadar wilayah administratif—ia adalah cermin hidup dari perlawanan halus tradisi terhadap modernitas. Di tengah kehadiran petugas medis, dukun bayi tetap dipercaya dan dicari, bukan karena keterpaksaan, tapi karena kedekatan emosional dan kultural.

Tawa dan Tantangan: Apa Kata Hati?

Melihat data ini, rasanya seperti menonton film komedi-drama. Di satu sisi, dukun bayi adalah pahlawan lokal yang bekerja dengan sentuhan empati dan pengalaman turun-temurun. Tapi di sisi lain, tingginya angka dukun bayi di beberapa daerah bisa menjadi indikasi bahwa akses kesehatan formal masih belum merata.

Sementara kota-kota sudah “move on”, banyak desa—termasuk di Bojonegoro—masih setia pada yang lama. Jadi, pertanyaannya bukan “siapa yang lebih baik”, tapi bagaimana agar keduanya bisa saling melengkapi?

Ayo, Jadi Pahlawan Kesehatan Bareng!

Nah, teman-teman, angka-angka ini bukan sekadar statistik, tapi cermin kehidupan masyarakat kita. Dari Pamekasan yang masih kuat di 73%, hingga Kedewan yang mulai beralih, semuanya punya cerita dan makna.

Bojonegoro dengan 53%, dan variasi antar kecamatan yang begitu kontras, menunjukkan bahwa kita butuh pendekatan cerdas dan sensitif terhadap budaya.

Mari kita hargai warisan tradisi, tanpa menutup mata pada pentingnya inovasi layanan kesehatan. Dukung program edukasi ibu hamil, dorong kemitraan antara bidan dan dukun bayi, dan pastikan setiap ibu punya pilihan terbaik untuk melahirkan dengan aman dan bermartabat.

Punya cerita atau ide? Yuk, bagikan di kolom komentar. Siapa tahu itu jadi bagian dari perubahan besar yang kita mulai hari ini.

Penulis : Syafik

Sumber data :Statistik Potensi Desa Jawa Timur tahun 2024 (BPS Jawa Timur) dan Statistik Potensi Desa Kabupaten Bojonegoro tahun 2024 (BPS Kabupaten Bojonegoro)