“Aku ga sido kundor Bu…karo negoro ga oleh mudik (Aku ga jadi pulang Bu, sama pemerintah tidak boleh mudik).” Ini pengakuan seorang pekerja di Ibukota Jakarta kepada Ibu nya di Bojonegoro.
Ya, tentu saja Ibu nya bersedih. Itu karena lebaran tahun lalu anak-anaknya juga tidak mudik. Lebaran di rumah pun jadi sepi, tidak sumringah, tanpa cerita-cerita kehidupan di Ibu kota, tentang kawan-kawanya di Jakarta, tentang pekerjaanya. Tapi semua harus diterima, bahwa lebaran kali ini juga sepi tanpa kehadiaran sanak famili dari jauh.
Untuk peniadaan mudik ini, pemerintah melalui Satuan Tugas Covid-19, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021. Pada surat ini pemerintah melarang perjalanan mudik terhitung mulai 6 –17 Mei 2021. Lalu pada tanggal 21 April 2021 ada tambahan (adendum) pada surat yang sama, dengan istilah pengetatan mobilitas pelaku perjalanan dalam negeri menjelang masa peniadaan mudik yang dimulai tanggal 22 April 2021. Pada masa ini masyarakat masih diperkenankan untuk melakukan perjalanan tetapi dengan persyaratan yang ketat, utamanya tentang hasil uji covid-19, baik itu PCR, Antigen, G-Nose dan uji lain yang ditentukan oleh pemerintah.
Bisa jadi munculnya adendum ini sebagai respon atas upaya masyarakat untuk melakukan mudik sebelum masa pelarangan tanggal 6-17 Mei 2021. Tujuannya tentu mencegah masyarakat untuk tidak melakukan mudik. Upaya masyarakat itu didasarkan pada keinginan yang kuat untuk berkumpul dengan keluarga, setelah pada lebaran tahun sebelumnya tidak dapat menikmati indahnya Idul Fitri di kampung halaman.
Suara penolakan kebijakan ini tercermin juga dari status dan komentar masyarakat di media sosial, muncul meme yang menyindir kebijakan pemerintah yang bertujuan menekan penyebaran covid-19. Misalnya “Pilkada boleh, Piknik Boleh, Kondangan Boleh, Mudik Kagak Boleh, Elu Punya masalah sama orang kampung” atau video dari para pemilik travel yang biasanya meraup untung besar pada saat mudik lebaran. Dalam video yang beredar di media sosial, seorang pemilik travel memecah kaca mobil elf nya untuk mengekspresikan kekesalannya pada kebijakan pemerintah ini.
Penolakan larangan mudik bisa muncul karena adanya kebijakan pemerintah yang dianggap tidak konsisten. Ketua DPR RI Puan Maharani misalnya menyampaikan seperti dikutip dari laman cnnindonesia.com, banyak warga bertanya-tanya tentang larangan mudik. Pasalnya, tempat pariwisata tetap diizinkan dibuka.
Puan meminta pemerintah konsisten pada kebijakan yang diambil terkait pengendalian mobilitas warga. Ia meminta pemerintah mematangkan kebijakan terkait mudik, ibadah bulan Ramadan, hingga tempat wisata demi mencegah penularan covid-19.
“Tidak boleh ada lagi kebijakan yang membingungkan masyarakat. Siapkan mekanismenya, sumber daya manusianya, supaya penerapan dan pengawasan di lapangan konsisten,” ujar Puan (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210408145419-20-627517/ramai-ramai-kritik-pemerintah-soal-larangan-mudik-lebaran)
Kasus terakhir yang membuat masyarakat bertanya-tanya adalah masuknya Warga Negara Asing asal India ke Indonesia.
“Jadi seharusnya pemerintah itu tegas mereka (WNA) dilarang. Tapi kan kalau seperti ini pemerintah mudik dilarang tapi perlakuan terhadap orang asing seenaknya. Artinya sangat longgar. Jadi ini kebijakan paradoks,” demikian Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah. (https://riaunews.com/2021/04/mudik-dilarang-namun-orang-india-boleh-masuk-pengamat-kebijakan-paradoks/)
Hal yang lain adalah kebijakan yang berbeda-beda antar pemerintah daerah, di Jawa Timur Gubernur Khofifah Indar Parawansa memberikan izin santri boleh mudik, sementara di Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo menghimbau santri tidak mudik. (https://www.medcom.id/nasional/daerah/PNgYzZ7k-ganjar-minta-para-santri-tidak-mudik-lebaran?utm_source=nasional&utm_medium=hot_issue&utm_campaign=detail_desktop).
Ya itulah dinamika bangsa ini. Namun bagaimanapun juga masyarakat tetatap patuh pada pemerintah tidak akan mudik. Toh kalau mudik juga naik apa, wong seluruh perusahaan transportasi tidak boleh beroperasi. Bagi yang naik mobil pribadi juga akan kesulitan untuk menembus ketatnya penyekatan yang dilakukan pemerintah. Mudik pun juga jadi tidak nyaman. Pilihan rasionalnya ya tidak mudik.
Ya sepi lagi deh lebaran kali ini…ya demi ikut pemerintah agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko