Bojonegoro diterjang banjir pada pekan kedua dan ketiga Januari 2021. Banjir tentu membuat capek, kelelahan, sakit dan tentu banyak cerita pahit pada hari-hari ini, di tengah pengetatan karena pandemi Covid-19.
Tetapi, kali ini kiriman banjir tidak datang dari hulu Sungai Bengawan Solo di Pegunungan Sewu, Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah dan Ponorogo, Jawa Timur. Justru banjir datang dari Anak Sungai Bengawan Solo.
Ya, pusat banjir datang dari Anak Sungai Bengawan Solo. Tepatnya dari Hulu Sungai Pacal, di antara perbukitan di Kecamatan Gondang dan Kecamatan Temayang, Bojonegoro bagian selatan. Tak tanggung-tanggung, arus air dari dataran tinggi tumpah ruah menuju ke utara. Melewati Kecamatan Temayang, Dander, Sukosewu, Kapas, Kecamatan Kota dan lainnya. Banjir merendam permukiman penduduk, fasilitas umum dan tentu menganggu tanaman padi yang tengah mekar. Pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro kini tengah menghitung kerugian materiil akibat banjir. Bisa ratusan juta rupiah, bahkan mungkin miliaran.
Warga di beberapa tempat, sibuk dengan ngungsi. Di perumahan Pempat Penimbunan Kayu (TPK) di Sukorejo, Bojonegoro, sudah satu pekan ini, tak bisa nginap di rumah. Maklum, rumah mereka terendam banjir dan air sulit keluar dari komplek kayu milik Perum Perhutani Bojonegoro ini. Keluarga Anto, salah satu penghuni harus mengungsi di tempat saudaranya di Kelurahan, Klangon. Banjir dari Anak Sungai Bengawan Solo kerap menghajar permukiman di tempat itu. Begitu juga banjir di komplek perumahan di Kalianyar, Wedi dan sekitarnya, juga direndam banjir.

Banjir bulan Januari 2021 ini, memang cukup besar dan merepotkan ratusan kepala keluarga yang tersebar di beberapa tempat. Tapi ini baru awal tahun dan di musim hujan yang padat akan jadwal hujannya—setidaknya sesuai prediksi Badan Metrologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Juanda, Surabaya. Yaitu, selama Januari-Maret, prediksi hujan turun tinggi.
Disadari atau tidak, bahwa Bojonegoro, 4-6 tahun silam, relatif sudah jarang terjadi banjir kiriman Sungai Bengawan Solo. Setidaknya setelah ada dibangun Bendung Gerak di era Bupati Suyoto pada 12 Mei tahun 2012 silam. Air deras yang kerap susah diatasi, pelan-pelan bisa diatur pemakaian airnya. Setidaknya ditampung, dan dialirkan untuk kebutuhan pertanian dan sebagainya.
Sebelum itu, selama berpuluh-puluh tahun lamanya, Bojonegoro jadi langganan banjir Sungai Bengawan Solo. Puncaknya, yaitu banjir besar yang terjadi pada 27 Desember 2007 silam. Dan pada Tahun baru 2008, Kota Bojonegoro direndam banjir hingga lebih dari 10 hari lamanya air menggenangi sudut-sudut kota, jalan protokol, pun juga di gang sempit di kota ini. Berapa ratusan juta miliar, juga korban meninggal, fasilitas umum rusak parah dihajar banjir yang arus kencangnya menjebol tanggul bagian barat tepatnya tak jauh dari Markas Polres Bojonegoro di Jalan MH Thamrin kota ini. Itu adalah pengalaman pahit banjir di kala itu, yang kini telah melewati satu dasawarsa lebih.
Dan sejak saat itu, evaluasi soal penanganan dan penataan bencana banjir, dan tentu bencana lainnya terus dibenahi. Misalnya dibangun pintu-pintu air dengan mesin penyedot berukuran besar. Seperti di pintu air di Gang Matekram, Gardu Suto, kemudian di timur Pasar Besar, tepatnya di Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan pintu air persisnya di sebelah timur Pasar Banjarejo. Satu lagi pintu air di Desa Semanding, Kecamatan Kota Bojonegoro. Pintu air inilah yang selama ini setia menyedot dan memindahkan air yang melimpah di kota dialirkan ke Sungai Bengawan Solo. Dalam beberapa tahun, memang relatif ada hasilnya.
Justru yang kini meresahkan adalah, bencana banjir yang datang dari Anak Sungai Bengawan Solo. Dalam catatan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, terdapat lebih dari 17 Anak Sungai Bengawan Solo, yang berada di sisi kiri-kanan sungai. Jadi, Sungai Bengawan Solo dengan panjang 600 kilometer—terutama di sebagian Bojonegoro, terdapat beberapa anak sungai. Seperti Sungai Semar Mendem, Sungai Kening, Sungai Pacal, Sungai Dogol, Sungai Kunci, dan tentu banyak lagi.
Satu Sungai Bengawan Solo, yang kerap membawa banjir yaitu Sungai Kening, yang hulu sungainya berada di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, melewati Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Arus besar kerap datang dari sisi utara dan masuk di Kali Kening. Sedangkan kiriman dari dari selatan, yaitu Sungai Kunci, Sungai Pacal, Sungai Dogol dan lainnya.
Jika turun hujan dengan intensitas tinggi, di Bojonegoro-Tuban-Blora, kerap air sungai Bengawan Solo meningkat. Hanya saja, dampaknya, tidak langsung terjadi banjir besar. Justru dampak yang langsung dirasakan adalah, perumahan penduduk yang dilewati anak sungai itu, dan kerap menimbulkan banjir bandang. Dan banjir pada 18-19 Januari 2021 lalu, juga karena kiriman banjir dari Sungai Pacal—yang berjarak sekitar 35 kilometer arah selatan Kota Bojonegoro.

Banjir dari Anak Sungai Bengawan Solo ini, tentu jadi kajian menarik para ahli tata kota, pengairan dan pekerjaan umum.Setidaknya, bagaimana para ahli membahas banjir yang kerap datang menyisir bagian pinggir timur-barat dan utara Kota Bojonegoro. Juga banjir Anak Sungai Bengawan Solo, dari Kedewan yang airnya turun lewat di Sungai Kasiman, Batokan. Banjir bandang dan hanya beberapa jam lewat inilah yang kerap menyulitkan dan merugikan masyarakatnya.
Sebagai catatan, belasan Anak Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro ini, sebagain besar berada di hutan. Seperti kawasan pegunungan Pandan dan Pegunungan Gajah di Kecamatan Gondang yang berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk. Juga sebagian di pegunungan Kendeng, di sisi utara Bojonegoro dan masuk wilayah Tuban, Rembang serta Blora, adalah tempat kantung-kantung air. Di area ini tempat habitat perlbagai maacam tumbuhan dan hewan. Tetapi, kini kondisinya memprihatian, sebagian telah gundul.
Data di Perhutani Bojonegoro, luas kawasan hutan mencapai 94.397 hektare (ha) atau kurang lebih 40 persen luas wilayah Kabupaten Bojonegoro. Luas kawasan tersebut dibagi menjadi 7 KPH yaitu, KPH Bojonegoro 48.092 ha, KPH Padangan 26,833 ha, KPH Cepu 4.613 ha, KPH Saradan 6.521 ha, KPH Parengan 2.763 Ha, KPH Ngawi 2.450 ha dan KPH Jatirogo 3.125 ha yang tersebar di 19 Kecamatan (damarinfo 19-12-2020). Dengan kondisi hutan yang terus menipis ini, jadi pemicu kerapnya banjir bandang dari Anak Sungai Bengawan Solo, jika hujan deras datang.

Banjir dari Anak Sungai Bengawan Solo, kini jadi pekerjaan rumah Bupati Anna Mu’awanah-Wakil Bupati Budi Irawanto. Di tengah ekonomi yang sulit, dan pembatasan pola gerak masyarakat untuk meredam Covid-19, Pemerintah Bojonegoro diminta untuk ngurus banjir dan persoalan pelik lainnya. Persoalan penataan anggaran untuk bencana alam, untuk pengecoran jalan, dan tentu saja untuk kesehatan.
Kita berharap, tahun-tahun mendatang, Pemerintah Bojonegoro memprioritaskan penambahan anggaran untuk penanganan bencana alam. Juga penataan lahan hutan, berpartisipasi dengan Perhutan dan polisi atas pengetatan pembalakan liar, dan lainnya. Harapannya agar hutan tetap terjaga dan lestari. Lestari akan pohon dan habitat serta pengelolaannya.
Jadi, yang ditunggu itu adalah hujan dan hutan lestari.
Banjir adalah ekses. Maka jika hujan turun, kata Rosulullah Muhammad, jangan dicaci tapi dirahmati.
Penulis : Sujatmiko