Surat Redaksi
DPRD Bojonegoro Bisa Apa?

oleh 56 Dilihat
oleh
(Wakil Ketua DPRD Bojonegoro Mitroatin membacakan Rekomendasi DPRD atas LKPJ Bupati Bojonegoro tahun 2021 dalam Rapat Paripurna Istimewa di Ruang Rapat Paripurna DPRD Bojonegoro, Rabu 23-3-2022. Foto : Syafik)

Meminjam isitilah dari Mbak Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa yang disiarkan di salah satu Stasiun Televisi Swasta Nasional saat membahas soal Sepak Bola yang diberi titel “PSSI bisa apa”, sepertinya pertanyaan yang sama perlu diajukan untuk anggota DPRD, “DPRD Bojonegoro bisa apa?”. Pasalnya undang-undang sudah mengatur dengan jelas fungsi , tugas, kewajiban dan kewenangan serta tentu hak-hak keuangan untuk para wakil rakyat. Namun nyatanya  dalam pelaksanaan tugas dan kewajibanya tidak mampu maksimal untuk melayani kepentingan rakyat.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tugas salah satunya untuk mengawasi jalanya pemerintah di tingkat daerah. Harapanya adalah menjaga agar kekuasaan pemerintah kabupaten berjalan sesuai dengan perundang –undangan yang berlaku. Sehingga pemerintah kabupaten berjalan dengan  good and clean governent, tidak memunculkan tirani, tidak korupsi, tidak sewenang-wenang. Dan tentu dalam rangka menjaga agar pembangunan di sebuah daerah memang untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Namun sayangnya di Kabupaten Bojonegoro,  lembaga yang semestinya “terhormat” ini tidak mampu menjalankan tugas dan kewajibanya secara maksimal. Padahal sesuai Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah pasal 149 ayat 1  disebutkan ada tiga fungsi dari DPRD yakni a. Pembentukan Perda, b. Anggaran dan c. Pengawasan. Pada ayat 2 disebutkan bahwa semua fungsi tersebut dalam kerangka representasi rakyat di daerah.

Dalam menjalankan fungsi pembentukan Peraturan Daerah (Perda) bisa dikatakan bahwa DPRD tidak maksimal ukuranya jumlah Perda yang dihasilkan dalam satu tahun anggaran. Tahun 2021 misalnya jumlah Perda yang dihasilkan hanya 11 Perda (jdih.bojonegorokab.go.id, diakses 22-5-2022, pukul 07.00 WIB).  Anggaran untuk kebutuhan para wakil rakyat ini di tahun 2021 adalah Rp. 67,8 miliar dengan realisasi Rp. 48,3 miliar. Perhitungan kasarnya adalah satu perda memerlukan biaya Rp. 4 miliar lebih. Tentu ini tidak sebanding dengan jumlah Perda yang dihasilkan, bahasa jawanya Ga Sumbut

Baca Juga :   AKD  Siap Jadi Tempat Diskusi dan Konsultasi Pelaksanaan BKD

Berikutnya fungsi anggaran, artinya anggota DPRD mempunyai kewenangan untuk menyusun anggaran. Semangatnya adalah bahwa uang APBD adalah milik rakyat, maka harus digunakan untuk kepentingan rakyat dan anggota DPRD adalah Wakil Rakyat sehingga diberikan kewenangan penuh untuk menyusun anggaran. Ukuranya tentu Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejauh mana APBD tersebut memberikan ruang untuk kepentingan rakyat Bojonegoro.

Namun sayangnya dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Bojonegoro, anggota DPRD masih “sami’na wa attho’na (mendengar dan mentaati) ” rancangan APBD yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro atau biasa disebut Eksekutif.  Sepanjang tidak menyangkut usulan Pokok-pokok pikiran (Pokir) dari para anggota dewan.

Yang terkahir fungsi pengawasan, anggota DPRD Bojonegoro seolah “tersandera” sehingga tak berani menyuarakan ketidak sesuaian pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di Bojonegoro. Tidak terdengar lagi suara lantang anggota DPRD di ruang rapat paripurna, tidak terdengar lagi Inspeksi-inspeksi mendadak (Sidak) pada proyek-proyek APBD di Bojonegoro, tidak terdengar lagi aksi walk out dari anggota dewan.

(Infografis Capaian Beberapa Indikator Pembangunan Kabupaten Bojonegoro Tahun 2021. Grafis : Syafik)

Lebih parah lagi adalah anggota DPRD memberikan apresiasi atas pelaksanaan pemerintahan yang jelas-jelas tidak mencapai target Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjadi acuan keberhasilan sebuah pelaksanaan Pemerintah Daerah. Soal Angka Kemiskinan, soal pengangguran, soal pendidikan, soal pertumbuhan ekonomi dan soal-soal lain, yang semestinya perlu mendapatkan kiritikan dan tindakan anggota dewan.

Baca Juga :   Peringati Reformasi, Banteng Merah Putih Bojonegoro Gelar Aksi Demo

Contoh kasat mata yang semua sudah “mafhum”  adalah pelaksanaan Bantuan Keuangan Khusus kepada Pemerintahan Desa atau biasa disebut BKD. Sidak yang dilakukan Wakil Bupati Bojonegoro Budi Irawanto yang menemukan banyak ketidak sesuaian pelaksanaan BKD pun tidak mendapatkan respon dari para anggota dewan.

Semestinya ini tugas para anggota dewan untuk melakukan pengawasan jalanya BKD yang menelan anggaran hampir setengah triliun ini. Tentu setelah mendapatkan temuan yang tidak sesuai peraturan, anggota dewan mengambil tindakan untuk mengusut permasalahan tersebut secara politis. Namun nyatanya tidak ada sidak, tidak ada pembahasan khusus tentang pelaksanaan BKD ini.

(Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto Saat Sidak di Desa Trumbasanom Kecamatan Kedungadem, Senin 20-12-2021. Foto : Mul)

Atau kasus terakhir yang dilaporkan oleh Anwar Sholeh kepada Gubernur Jawa Timur tentang kepergian Bupati Bojonegoro ke luar negeri yang diduga tidak mengantongi izin dari Gubernur Jawa Timur, dan ini berpotensi melanggar perundang-undangan yang berlaku. Para anggota DPRD seolah terkunci mulutnya hingga tak mampu bersuara apalagi mengambil tindakan.

Semoga anggota DPRD dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal, khususnya pengawasan jalanya pemerintahan di Kabupaten Bojoneoro dengan dibangunkan “istana” baru tentu dari uang rakyat Bojonegoro.

DPRD Bojonegoro Bisa Apa?

Penulis : Syafik

Editor : Sujatmiko