“Desoku ga katut mas (Desaku tidak dapat)” Kata salah satu kepala desa di Bojonegoro saat ditanya soal Bantuan Keuangan Desa (BKD) tahun 2021. “Koq ga diratakno ae to, wong anggarane yo cukup (Koq tidak dibagi rata, orang anggaranya juga cukup )” Tanya kepala desa yang lain.
Ya, pada tahun 2021 Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menyediakan anggaran Rp. 452 miliar untuk Bantuan Keuangan Desa (BKD) yang diperuntukan kepada 252 Desa. Anggaran ini disediakan oleh Pemkab Bojonegoro untuk pembangunan jalan desa dengan aspal.
Tentu kebijakan pemkab Bojonegoro di masa kepemimpinan Anna Muawanah dan Budi Irawanto ini harus diapresiasi dalam upayanya untuk memberikan pelayanan akses jalan yang nyaman bagi seluruh warga Bojonegoro termasuk yang hidup di pedesaan.
Setelah seluruh jalan poros kabupaten sudah dan sedang dituntaskan pada tahun 2021 ini. Tidak hanya kenyamanan yang bisa didapat manfaat dari mantapnya jalan, namun jalan yang mantab berimbas pada semakin mudahnya pergerakan masyarakat dalam membangun perekonomianya, baik dari sektor perdagangan, pertanian, usaha kecil dan menengah dan sektor pariwisata. Jalan yang bagus juga dapat menekan resiko fatalitas sakit saat akan dipindahkan ke rumah sakit yang lain. Ya banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat dengan jalan yang mantab itu.
Namun demikian sebuah kebijakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku, hal ini untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut berjalan menuju tujuan yang benar dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat berakibat hukum bagi pelaksana kebijakan tersebut.
Soal Bantuan Keuangan Desa sebenarnya bukan barang baru dan sudah dijalankan sejak tahun 2017, hal ini merujuk pada terbitnya peraturan Bupati nomor 12 tahun 2017 tentang Pedoman Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa. BKD pun terus dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, termasuk saat kepemimpinan Bupati Anna Muawanah, dan pijakan peraturanya pun masih sama, baru tahun 2019 Perbup yang ditanda tangani oleh Bupati Suyoto, dirubah oleh Bupati Anna dengan diterbitkanya Perbup Bojonegoro nomor 13 tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan Bupati nomor 12 tahun 2017 tentang Pedoman Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa.
Pemkab Bojonegoro pun terus memperbaharui perbup tersebut dengan melihat dinamika yang berkembang baik dalam jumlah BKD dan kondisi desa, maka pada akhir tahun 2020, tepatnya tanggal 30 Desember 2020, Bupati Anna mencabut dua perbup terkait Pengelolaan BKD dengan menerbitkan Perbup nomor 87 tahun 2020 yang berisi tentang Pedoman Bantuan Keuangan Kepada Desa yang bersifat khusus dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro.
Jadi dasar hukumnya sudah jelas, lalu masalah hukumnya dimana?
BKD tahun 2021 bersumber dari APBD tahun 2021, yang prosesnya sudah dimulai pada pertengahan tahun 2020 dan sudah disahkan pada November 2020 lalu, atau sebelum Perbup nomor 87 tahun 2020 diterbitkan. Sehingga penyusunan anggaran untuk BKD tahun 2021 masih menggunakan dasar Perbup lama yakni Perbup nomor 12 tahun 2017.
Terkait Perbup sebagai aturan teknis pelaksanaan BKD tahun 2021 terdapat dua pendapat, yang pertama mengatakan karena dasar perencanaan masih menggunakan Perbub yang lama yakni Perbup Bojonegoro nomor 12 tahun 2017 maka dalam pelaksanaanya semestinya masih menggunakan Perbup yang ditanda tangani Bupati Suyoto tersebut.
Pendapat yang kedua berpandangan bahwa karena Perbup adalah peraturan teknis dari Peraturan Daerah maka sepanjang BKD tahun 2021 sudah masuk dalam Perda tentang APBD maka Perbup yang terbit setelah disahkanya APBD tahun 2021 bisa dijadikan dasar dalam pelaksanaanya.
Mengapa hal ini penting karena dalam pelaksanaan BKD ada beberapa perbedaan mendasar dari dua Perbup yang ditanda tangani dua bupati yang berbeda ini . Yakni terkait persyaratan bagi desa yang bisa mendapatkan BKD. Perbedaan tersebut adalah
- Persyaratan pelunasan PBB dari tahun sebelumnya, jika perbup 12 tahun 2017 mensyaratkan telah melunasi pembayaran PBB yang menjadi baku desa yang bersangkutan pada tahun sebelumnya, sementara Perbup nomor 87 tahun 2020 telah melunasi pembayaran PBB paling sedikit 95 persen pada tahun sebelumnya.
- Besaran dana pendamping pada Perbup 12 tahun 2017 adalah sekurang-kurangnya 10 persen, sementara perbup nomor 87 tahun 2020 hanya mensyaratkan paling banyak 5 persen.
Misalnya saja sebuah desa mendapatkan BKD Rp. 9 miliar, artinya desa tersebut harus menyediakan dana pendamping sebesar Rp. 900 juta rupiah, jika mengacu pada Perbup 12 tahun 2017. Dan jika mengacu pada Perbup nomor 87 tahun 2020 maka dana pendamping yang harus disediakan paling banyak Rp. 450 juta.
Tentu jika menggunakan Perbup nomor 12 tahun 2017 akan banyak desa yang tidak dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan BKD, sementara jika menggunakan Perbup nomor 87 tahun 2020 maka desa-desa berkesempatan mendapatkan BKD.
Sehingga kepastian hukum sebagai dasar pelaksanaan teknis BKD harus diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, menggunakan Perbup nomor 12 tahun 2017 atau Perbup yang baru yakni Perbup Bojonegoro nomor 87 tahun 2020. Tujuanya agar tidak terjadi permasalahan hukum di kemudian hari baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan atau Aparat Penegak Hukum.
Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko