Tradisi SiLPA Bojonegoro Besar, Warisan Berat untuk Pemimpin Baru

oleh 102 Dilihat
oleh
(Bupati Bojonegoro Setyo wahono saat menyampaikan sambutan dalam Musrenbang RPJMD 2025-2029. Ruang Angkling Dharma, Kantor Pemkab Bojonegoro, Rabu 21-5-2025. Foto : https://baghumas.bojonegorokab.go.id/berita/baca/435)

SiLPA dan Ilusi Surplus

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sering kali dipahami sebagai hal positif: tanda ada sisa uang yang belum digunakan. Tapi di balik istilah teknokratis ini, tersembunyi banyak pertanyaan: mengapa uang itu tak dibelanjakan? Program apa yang gagal jalan? Dan apa artinya bagi rakyat?

Dalam Rancangan KUA Perubahan Kabupaten Bojonegoro tahun 2025, total SiLPA tahun anggaran 2024 setelah diaudit oleh BPK mencapai Rp 2,024 triliun. Angka ini lebih kecil dari estimasi awal sebelum audit, namun tetap sangat besar: setara dengan 24,1% dari total APBD Perubahan 2024 yang sebesar Rp 8,396 triliun. Artinya, hampir seperempat anggaran daerah tak terserap. Bukan soal membengkak, tapi soal mengendap.

Warisan Berat untuk Pemimpin Baru

Menjelang semester awal 2025, Kabupaten Bojonegoro punya wajah baru di pucuk pimpinan: pasangan Setyo Wahono – Nurul Azizah resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro pada 20 Februari 2025. Tapi mereka langsung dihadapkan pada kenyataan klasik: SiLPA di atas Rp 2 triliun, angka sisa yang bukan kali pertama muncul dalam laporan keuangan.

Tahun SiLPA (Rp)
2020 2,009 T
2021 2,827 T
2022 3,287 T
2023 2,887 T
2024 2,024 T

Tren ini menunjukkan bahwa tingginya SiLPA bukan kejadian sesaat, melainkan pola menahun yang belum terpecahkan.

Sumber Utama SiLPA 2024

Jadi, dari mana asal “angka sisa” ini? Audit BPK memberikan jawabannya. Bukan karena penerimaan yang luar biasa tinggi, melainkan karena belanja yang tak terserap dan sejumlah penghematan anggaran.

Baca Juga :   Solusi Kemandirian Fiskal, Berikut Penjelasan Anggota DPRD Lasuri.

Beberapa sorotan:

  • Penghematan belanja mencapai Rp 1,628 triliun, didominasi oleh:
    • Belanja operasi: Rp 789 miliar
    • Belanja modal: Rp 327 miliar
    • Sisa belanja tak terduga: Rp 500 miliar
    • Bantuan keuangan antar daerah yang belum tersalurkan: hampir Rp 500 miliar
  • Target PAD yang diproyeksikan naik Rp 500 miliar dari sektor pajak, ternyata hanya terealisasi Rp 40 miliar.
  • Penjualan aset yang ditargetkan Rp 250 miliar, hanya menghasilkan Rp 452 juta.

Dengan kata lain, rencana ambisius tak disertai kesiapan eksekusi.

SiLPA dan Kerugian yang Tak Tercatat

SiLPA sebesar Rp 2 triliun bukan hanya soal angka sisa. Ia adalah cermin dari program yang gagal dijalankan, pembangunan yang tertunda, dan janji politik yang tak terealisasi. Ketika belanja barang, perjalanan dinas, hibah pendidikan, hingga bantuan sosial tidak terserap, maka yang dirugikan adalah warga yang menanti layanan.

Uang yang diam tak menghasilkan nilai. Di sisi lain, pembangunan tak bisa ditunda hanya karena birokrasi gagal mengeksekusi anggaran.

Saatnya Berbenah: Ubah Cara Menyusun dan Menjalankan Anggaran

Kini bola ada di tangan pemimpin baru. Jika ingin mengakhiri tradisi SiLPA yang menggunung, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro perlu segera:

  1. Membuat perencanaan anggaran yang realistis, berbasis kapasitas belanja nyata, bukan sekadar target politis.
  2. Meningkatkan kemampuan teknis OPD dalam eksekusi program dan pengadaan.
  3. Mengoptimalkan proses pengawasan dan penyerapan sejak awal tahun, bukan menumpuk di akhir tahun anggaran.
Baca Juga :   Dana Transfer Pusat Turun 24,8%, APBD Bojonegoro 2026 Tetap Terkendali

APBD bukan dokumen perayaan. Ia adalah janji pemerintah kepada rakyat. Ketika janji itu tak ditepati, kepercayaan pun akan menurun.

Biarkan Uang Bekerja untuk Rakyat

SiLPA sebesar Rp 2 triliun menunjukkan bahwa masalah bukan lagi di kekurangan dana, melainkan ketidakmampuan membelanjakannya dengan efektif. Pemimpin baru Bojonegoro kini dihadapkan pada ujian nyata: menyalakan kembali fungsi APBD sebagai penggerak kesejahteraan, bukan sekadar neraca saldo.

Namun perlu dicatat, pasangan Setyo Wahono – Nurul Azizah memulai masa jabatannya setelah APBD 2025 disahkan, yang berarti mereka tidak sepenuhnya terlibat dalam penyusunan anggaran awal. Ruang manuver mereka baru terbuka melalui Perubahan APBD (P-APBD) yang dirancang di pertengahan tahun. Tapi seperti kita tahu, perubahan anggaran sering kali tak cukup untuk mengejar target penyerapan secara maksimal.

Dengan sisa waktu yang terbatas dan anggaran yang sudah terlanjur terkunci, kemungkinan besar SiLPA tahun anggaran 2025 pun kembali tinggi. Inilah tantangan awal yang tak ringan bagi pemimpin baru: bagaimana membuktikan arah baru bisa dimulai dari situasi lama.

Karena bagi rakyat, yang dibutuhkan bukan angka sisa, tapi air bersih, sekolah yang layak, jalan yang mulus, dan lapangan kerja nyata. Biarkan uang itu bekerja. Jangan biarkan ia kembali diam dalam laporan tahun depan.

Penulis : Syafik

Sumber data : Rancangan KUA-PPAS Perubahan Tahun 2025.