Damarinfo.com – Kabupaten Bojonegoro tampaknya sedang “apes”, menjadi sorotan nasional di penghujung tahun 2025. Nama Bojonegoro mendadak ramai diperbincangkan setelah Menteri Keuangan Purbaya—yang tengah menjadi media darling—menyebut daerah ini memiliki dana mengendap di bank sebesar Rp3,6 triliun.
Pernyataan itu langsung menjadi tajuk utama di berbagai media dan viral di dunia maya. Publik pun terkejut oleh angka fantastis tersebut. Tak lama kemudian, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ikut menyoroti rendahnya serapan anggaran daerah. Bojonegoro pun kembali disebut sebagai contoh daerah dengan realisasi belanja yang lambat.
Namun jika ditelusuri, persoalan ini bukan hal baru. Bojonegoro sudah tiga tahun berturut-turut mencatat serapan di bawah 50 persen. Jadi, isu serapan rendah tahun 2025 bukan fenomena tiba-tiba, melainkan masalah yang berulang.
Tiga Tahun Berturut-turut di Bawah 50 Persen
Data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu menunjukkan tren serapan yang stagnan. Pada Oktober 2023, realisasi belanja Bojonegoro mencapai 49,53 persen dari total APBD Rp7,47 triliun. Sekitar Rp3,7 triliun masih tersimpan di kas daerah.
Setahun kemudian, 2024, nilai APBD meningkat menjadi Rp8,39 triliun. Tetapi serapannya justru menurun menjadi 46,05 persen, atau dana sekitar Rp3,8 triliun belum dibelanjakan.
Situasi serupa terjadi pada 2025. Dengan APBD Rp7,8 triliun, serapan hanya 42,89 persen. Meski disebut menyimpan dana Rp3,6 triliun, jumlah itu sebenarnya paling kecil dibanding dua tahun sebelumnya karena nilai APBD juga turun.
| Tahun | APBD (Triliun) | Realisasi Belanja (Triliun) | Dana Tersimpan (Triliun) * |
|---|---|---|---|
| 2023 | 7.47 | 3.70 | 3.70 |
| 2024 | 8.39 | 3.87 | 3.80 |
| 2025 | 7.80 | 3.35 | 3.60 |
*) angka perkiraan berdasarkan persentase serapan dan jumlah APBD
Selama tiga tahun berturut-turut, Bojonegoro selalu mencatat serapan di bawah 50 persen pada bulan Oktober. Fakta ini menandakan bahwa rendahnya serapan bukan kejadian tunggal, tetapi pola yang terus berulang.
Fenomena Serapan Rendah di Jawa Timur
Rendahnya realisasi anggaran ternyata juga meluas di Jawa Timur. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per Oktober 2025, ada sepuluh kabupaten/kota yang serapannya belum mencapai 50 persen.
Daftar tersebut meliputi: Kabupaten Bojonegoro (42,89%), Bangkalan (44,30%), Sampang (45,12%), Pamekasan (46,05%), Sumenep (46,27%), Bondowoso (47,10%), Lumajang (47,83%), Pasuruan (48,01%), Situbondo (48,34%), dan Probolinggo (49,22%).
Sebagian besar berasal dari kawasan Tapal Kuda dan Madura, wilayah yang sangat bergantung pada dana transfer pusat seperti DAK dan DAU. Rendahnya serapan di daerah-daerah tersebut biasanya dipicu oleh keterlambatan tender, revisi kegiatan, dan kendala teknis sistem SIPD-RI yang masih sering berubah.

Fakta ini memperlihatkan bahwa rendahnya serapan bukan hanya masalah Bojonegoro, tetapi juga gejala struktural di banyak daerah Jawa Timur.
Bojonegoro dan Pola yang Tak Berubah
Jika melihat tiga tahun terakhir, tren serapan Bojonegoro terus menurun: 49,53 persen (2023), 46,05 persen (2024), dan 42,89 persen (2025). Pola ini menunjukkan bahwa hambatan serapan tidak hanya muncul karena kebijakan tahunan, tetapi mencerminkan sistem pelaksanaan anggaran yang belum efisien.
Padahal, dengan APBD yang besar, Bojonegoro memiliki ruang fiskal luas untuk mempercepat pembangunan. Namun, proyek berjalan lambat, dana menumpuk di bank, dan serapan tak juga membaik.
Sorotan publik tahun 2025 seharusnya menjadi pengingat bahwa persoalan ini sudah berlangsung lama. Bojonegoro tidak sedang tiba-tiba boros waktu dalam membelanjakan uang rakyat, tetapi terjebak dalam pola yang belum berubah.
Bukan Fenomena Baru
Kisah rendahnya serapan Bojonegoro adalah cermin dari masalah lama yang belum selesai. Selama tiga tahun terakhir, anggaran besar tidak berbanding lurus dengan kecepatan pelaksanaan program.
Oleh karena itu, ketika pemerintah pusat kembali menyorot Bojonegoro tahun ini, publik sebaiknya melihatnya secara utuh. Isu dana mengendap bukanlah kejutan tahun 2025, melainkan lanjutan dari tren bertahun-tahun yang menuntut pembenahan serius.
Penulis: Syafik
Sumber data Realisasi APBD : https://djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd





