Peta Gelap Pendidikan Bojonegoro: 10 Ribu Anak Tak Pernah Sekolah, Masa Depan Terancam

oleh 162 Dilihat
oleh
(Ilustrasi tidaks ekolah, by chatgpt)

Cermin Pendidikan Bojonegoro

Data kadang seperti cermin: ia memantulkan wajah kita apa adanya, tanpa riasan. Data pendidikan dari laman Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa untuk Bojonegoro tahun 2025 adalah cermin yang seharusnya membuat kita terkejut—atau setidaknya gelisah.

Anggaran Triliunan, Tapi Ribuan Anak Tak Tersentuh Sekolah

Kabupaten Bojonegoro mengelola APBD 2024 sebesar Rp 8,3 triliun. Dari jumlah itu, Dinas Pendidikan mendapat porsi besar: Rp 1,4 triliun, dengan realisasi Rp 1,1 triliun. Angka yang seharusnya mampu menjangkau setiap anak hingga ke pelosok desa. Namun kenyataan di lapangan berkata lain: ribuan anak usia 7–18 tahun di Bojonegoro sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di bangku sekolah.

Data Desa yang Mengungkap Luka Lama

Kita bisa berdebat soal validitas data, tetapi data dari Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa ini berbasis desa, sehingga mampu memberikan gambaran langsung dan presisi. Data ini bisa menjadi pembanding bagi catatan Dinas Pendidikan. Yang jelas, fakta bahwa ribuan anak tak pernah sekolah adalah sinyal darurat. Ini bukan sekadar statistik—ini adalah potret nyata sebuah generasi yang kehilangan hak dasarnya.

Baca Juga :   Dinas Pendidikan Bojonegoro 2024: Antara Janji dan Kenyataan

Titik Merah Pendidikan Bojonegoro

Jika dilihat per kecamatan, terlihat jelas kantong-kantong masalah yang perlu menjadi prioritas. Lima kecamatan dengan jumlah anak tak sekolah tertinggi adalah:

Kecamatan Anak 7–18 Tahun Tak Pernah Sekolah Persentase Penduduk
Baureno 1.964 2,22%
Ngasem 1.274 2,05%
Sekar 771 3,24%
Dander 828 0,92%
Kapas 736 1,39%

Angka-angka ini seharusnya menjadi peta awal bagi pemerintah daerah untuk mengarahkan intervensi program pendidikan, mengingat data ini sudah terperinci hingga level desa.

Benang Merah: Pendidikan, Kemiskinan, dan Masa Depan

Masalah pendidikan di Bojonegoro tidak berdiri sendiri. Tahun 2024, tingkat kemiskinan tercatat 11,69% atau setara 147.330 jiwa. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 4,42% atau 37.400 jiwa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memang berada pada kategori tinggi, yaitu 72,75, tetapi peringkatnya hanya posisi 25 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.

Keterputusan akses pendidikan hari ini berisiko menjadi sumber kemiskinan struktural di masa depan. Anak-anak yang tak pernah sekolah cenderung memiliki peluang kerja terbatas, penghasilan rendah, dan rentan terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang diwariskan lintas generasi.

Baca Juga :   Diklaim 20 Persen, Anggaran Pendidikan Bojonegoro 2026 Dipertanyakan DPRD
(Grafik by chatgpt)

Saatnya Berpindah dari Data ke Aksi Nyata

Peta ini bukan sekadar laporan statistik; ia adalah alarm yang nyaring. Dengan basis data desa, Pemkab Bojonegoro memiliki kompas yang jelas untuk bergerak: mengidentifikasi, mendekati, dan mengembalikan anak-anak ke jalur pendidikan. Intervensi harus dilakukan tepat sasaran—mulai dari bantuan biaya, fasilitas transportasi sekolah, hingga pembukaan kelas di daerah terpencil.

Jangan Diam: Masa Depan Mereka adalah Masa Depan Kita

Mengabaikan masalah ini sama saja membiarkan masa depan Bojonegoro diikat oleh rantai kemiskinan, mengorbankan generasi muda yang seharusnya menjadi penopang kemajuan daerah.

Kita—masyarakat, media, pemerintah, dan dunia usaha—tidak bisa menutup mata. Laporkan jika ada anak putus sekolah di lingkungan Anda. Dorong sekolah dan pemerintah desa untuk aktif mencari solusi. Kawal anggaran pendidikan agar benar-benar sampai ke anak-anak yang membutuhkan.

Karena pendidikan bukan hanya soal gedung dan kurikulum, tapi soal menyelamatkan masa depan dari kegelapan. Dan masa depan itu, adalah milik kita semua.

Penulis : Syafik

Sumber data : Dirjen Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri RI