Jawa Timur: Raksasa Emas Hijau
Di sepanjang musim kemarau, ketika daun-daun tembakau berubah menjadi emas hijau yang harum, Jawa Timur kembali menunjukkan dominasinya. Provinsi ini memanen lebih dari 145 ribu ton tembakau pada 2023, sebuah lonjakan besar setelah sempat melemah pada 2022. Angka itu bukan sekadar statistik; ia merepresentasikan kerja keras petani, ritme musim, dan denyut ekonomi pedesaan.
Kabupaten-kabupaten besar di Jawa Timur terus menyalakan pelita tembakau. Pamekasan berada di puncak dengan 19.991 ton, disusul Bojonegoro (19.797 ton), Jember (18.633 ton), dan Probolinggo (16.982 ton). Di bawah mereka, Lamongan, Situbondo, Jombang, Sumenep, dan Bondowoso masih menjaga posisi sebagai penopang utama.

Dengan distribusi semacam ini, Jawa Timur tidak hanya mempertahankan reputasinya sebagai lumbung tembakau, tetapi juga memperlihatkan dinamika baru. Sebab, satu nama yang biasanya berada di urutan menengah kini melejit ke atas panggung: Bojonegoro.
Bojonegoro: Dari Stabil Menjadi Sensasi
Selama lima tahun terakhir, Bojonegoro mencatat produksi yang relatif stabil di kisaran 11–13 ribu ton. Namun, tahun 2023 menghadirkan kejutan. Produksi melonjak menjadi 19.797 ton, menempatkan Bojonegoro di urutan kedua produsen terbesar Jawa Timur—hanya terpaut tipis dari Pamekasan.
Petani Bojonegoro memperluas lahan, memperbaiki teknik budidaya, dan mendapat musim yang bersahabat. Alhasil, Bojonegoro berhasil menyalip Jember yang selama ini identik sebagai raksasa tembakau Jawa Timur. Lonjakan ini mengubah peta: dari kabupaten yang stabil, Bojonegoro menjelma menjadi sensasi baru di panggung emas hijau.

Tetangga Tertinggal, Bojonegoro Melaju
Jika kita menoleh ke kabupaten tetangga, kontrasnya terlihat jelas.
- 
Lamongan masih mampu menjaga produksi besar dengan 13.115 ton di 2023. Namun, penurunan drastis di 2022 (hanya 4.147 ton) menunjukkan kerentanannya terhadap iklim. 
- 
Tuban konsisten bertahan di kisaran 2.000–2.500 ton, jauh di bawah Bojonegoro. 
- 
Nganjuk dan Ngawi bahkan hanya menyentuh 1.300–2.400 ton, tidak sebanding dengan lonjakan Bojonegoro. 
Dengan perbandingan ini, Bojonegoro jelas berdiri sebagai poros utama di barat Jawa Timur, sejajar dengan Madura dan Tapal Kuda di timur.

Peta Perkebunan Bojonegoro 2024: Antara Volume dan Produktivitas
Jika kita zoom lebih dalam pada tahun 2024, peta kecamatan memperlihatkan wajah yang beragam.
- 
Sentra luas: Kepohbaru (6.072 ton), Kedungadem (3.581 ton), Baureno (2.376 ton), dan Kanor (1.738 ton) mengandalkan ribuan hektar lahan untuk menopang produksi. 
- 
Kantong produktif: Kecamatan seperti Tambakrejo (202 ton/ha), Sekar (9 ton/ha), Bubulan (8,9 ton/ha), dan Kalitidu (8,1 ton/ha) menunjukkan produktivitas tinggi meski dengan lahan lebih kecil. 
- 
Pemain kecil: Bojonegoro kota, Kedewan, atau Trucuk hampir tidak menyumbang, tetapi tetap menyimpan potensi untuk masa depan. 
Dari sini terlihat dua wajah Bojonegoro. Di satu sisi, kecamatan luas yang mengejar volume besar. Di sisi lain, kantong kecil yang menawarkan tembakau premium dengan produktivitas tinggi.
Emas Hijau dan Masa Depan Bojonegoro
Bojonegoro kini berdiri di panggung utama bersama Pamekasan dan Jember. Daun-daun tembakau dari sawah hingga ladang mengabarkan cerita: tentang kerja keras petani yang tak kenal lelah, tentang pergeseran pusat produksi, dan tentang harapan ekonomi desa.
Tembakau memang sering disebut sebagai emas hijau—berkilau, menggiurkan, namun penuh tantangan. Lonjakan Bojonegoro 2023 memberi bukti bahwa emas hijau selalu menemukan tanah baru untuk tumbuh. Dan di Bojonegoro, setiap helai daun yang dijemur di bawah terik matahari menjadi simbol dari perjalanan panjang menuju kesejahteraan.
Penulis : Syafik
Sumber data : Kemeterian Pertanian RI Satu Data Bojonegoro

 
													



