Pasar Bojonegoro di Tengah Revolusi 1949
Pada tahun 1949, Indonesia masih dalam masa Revolusi. Di tengah perang dan pergolakan politik, Pasar Bojonegoro tetap hidup dengan riuh tawar-menawar. Sebuah laporan dari koran De Vrije Pers edisi 11 Mei 1949 merekam denyut kehidupan pasar yang telah berdiri sejak 1827 itu.
Pasar Tua yang Bertahan
Pasar Bojonegoro nyaris dibakar saat pendudukan Belanda, namun berhasil selamat. Hanya beberapa hari setelah pendudukan, aktivitas jual beli kembali ramai. Lebih dari 1.000 pedagang hadir setiap hari, dengan hasil penjualan karcis mencapai ƒ1.125,48 per bulan.
Panen Padi dan Harga Beras
Panen padi membawa gunungan beras ke pasar. Harga beras jatuh karena pasokan lebih banyak daripada permintaan. Pada masa itu, harga beras sekitar ƒ0,90–1,00 per kilogram.
Dengan pendekatan PPP beras (daya beli setara beras), 1 gulden ≈ Rp14–16 ribu hari ini. Itu artinya harga beras di pasar Bojonegoro 1949 kira-kira Rp14–16 ribu/kg—hampir sama dengan harga beras sekarang.
Tekstil dari Surabaya
Pasar menjadi semakin ramai dengan kedatangan tekstil dari Surabaya. Para pedagang dari Lamongan mengayuh sepeda jauh-jauh demi membawa kain.
Petani kini bisa tampil lebih rapi, meski harus membayar mahal. Sebuah sarung berharga ƒ15, setara dengan 25 kg beras atau kira-kira Rp350–400 ribu hari ini.
Buah, Sayur, dan Uang ORI
Buah-buahan langka, hanya pisang yang melimpah. Sayuran dan buah lain diharapkan bisa kembali hadir bila jalur kereta api normal.
Masalah lain adalah uang ORI. Uang Republik Indonesia ini masih dipakai rakyat, tetapi tidak diterima oleh lembaga resmi Belanda. Akibatnya, uang ORI hanya berlaku dalam transaksi bawah tangan.
Jejak Kehidupan Pasar Rakyat
Kisah Pasar Bojonegoro sejak 1827 ini menunjukkan bahwa meski bangsa Indonesia tengah berperang mempertahankan kemerdekaan, pasar rakyat tetap hidup. Di situlah denyut ekonomi lokal, dari beras, tekstil, hingga sarung yang harganya setara 25 kg beras.
Pasar bukan hanya tempat jual beli, melainkan saksi sejarah tentang bagaimana rakyat bertahan di tengah pergolakan revolusi.
Penulis ; Syafik
Sumber : koran De Vrije Pers edisi 11 Mei 1949