Damarinfo.com – Siapa sangka pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, ada upaya untuk merebut kekuasan lokal di Karesidenan Bodjonegoro oleh Komunis. Namun untungnya upaya tersebut gagal karena ketegasan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
Perebutan kekuasaan lokal oleh Komunis ini ditulis dalam buku Bahaya Laten Komunis di Indonesia yang diterbitkan pusat Sejarah dan Tradisi ABRI tahun 1995, Jilid I “Perkembangan Gerakan dan Penghianatan Komunisme di Indonesia 1913 – 1948”
Peristiwa ini terjadi setelah Karesidenan Bodjonegoro dipimpin oleh Residen Hindromartono yang resmi dilantik pada tanggal 17 Nopember 1945 sepeninggal RTM Soerjo yang diangkat menjadi Gubernur Jawa Timur.
Upaya yang dilakukan oleh Hindro martono adalah mengganti susunan pemerintahan yang tidak sesuai dengan ketentuan Pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu. Melalui surat keputusan Residen Bojonegoro tertanggal 15 Desember 1945 tentang Peraturan Perubahan Pemerintah Daerah Karesidenan Bodjonegoro yang dilaksanakan dengan mengeluarkan Maklumat Pimpinan Pemerintahan Komisarian Bojonegoro nomor 1 Tanggal 16 Desember 1945.
Peraturan ini berlaku mulai Februari 1946. Hindromartono melakukan perombakan dengan menciptakan istilah-istilah baru. Sebagai Contohnya Karisidenan diganti menjadi Komisarian, Residen diganti dengan Komisaris, Bupati diganti dengan Kepala Bagian dan Asisten Wedono (Camat) diganti dengan Opshiter.
Beruntung Gubernur Jawa Timur tidak menyetujui perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Hindromartono. Gubernur menegurnya dan memberi ultimatum kepada Pemerintah Karesidenan Bojonegoro, agar dalam waktu satu bulan semua peraturan dikembalikan seperti semula.
Sebagai jawabannya, Residen Bojonegoro menyatakan menolak ultimatum Gubernur. Ia membangkang melaksanakan ultimatum, karena Komisaris tidak berada di bawah Gubernur, bahkan ia tidak mengakui Gubernur Jawa Timur sebagai atasannya. Dalam peristiwa ini Hindromartono malahan mendapat dukungan dari Komite Nasional Indonesia (KNI) yang telah dikuasainya
Usaha Hindro martono untuk merebut kekuasaan di Bojonegoro ini ternyata mengalami kegagalan. Perubahan nama yang diciptakannya membawa kesulitan ketika mengadakan hubungan dengan instansi lain. Cap (stempel) komisaris Bojonegoro tidak dikenal oleh Kantor Kas Negara dan menolak membayarkan gaji pegawai. Akibatnya timbul kelambatan dalam pembayaran gaji pegawai.

Karena Hindro martono telah melakukan penyimpangan dari peraturan yang berlaku, pada akhir tahun 1946 ia dlperiksa oleh sebuah tim pemeriksa, yang terdiri atas Menteri Muda Dalam Negeri Wijono, dan Mr. Hamdani dari Kementerian Dalam Negeri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akhirnya pada bulan Januari 1947, Hindro martono dimutasikan ke Kementerian Dalam Negeri. Ia tidak dipersalahkan bahwa sejak bulan Juli 1947 ia diangkat sebagai Menteri Negara Urusan Kepolisian dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Hindromartono yang telah melakukan pengambil-alihan pemerintahan dan mendirikan pemerintahan bebas di Bojonegoro, ternyata sangat ringan. Sebabnya ialah sebagian anggota tim pemeriksa adalah orang yang sealiran dengan Hindromartono. Wijono adalah teman Hindromartono dalam Partai Sosialis. Amir Sjarifuddin yang ketika itu menjadi Menteri Pertahanan, juga ternan Hindromartono dalam partai yang sama. Oleh karena itu pendaulatan yang dilakukan dari atas ini merupakan salah satu pelaksanaan strategi serta taktik komunis dalam usahanya menanamkan kekuasaan
Dokumen yang menunjukan bahwa Hindro martono adalah bagian dari komunis ditemukan dalam dokumen dari Central Intelegent Agency (CIA) Amerika dengan subject : Two Communist Leader Hidromartono and Soemarsono. Dalam keterangan dibawahnya tertulis
- In early 1946 Hindro Martono was appointed Resident Commissioner of Residency of Rembang by Soekarno upon advice of the then minister of defense, Amir Sjarifodin. Martono a somewhat fanatic communist has exerted influence over the residency including its towns of Bodjonegoro and Toeban (port). He refers to himself as commisar instead of a “Resident”
( Pada awal tahun 1946 Hindro Martono diangkat menjadi Komisaris Residen Karesidenan Rembang oleh Soekarno atas saran menteri pertahanan saat itu, Amir Sjarifodin. Martono seorang komunis yang agak fanatik telah memberikan pengaruh atas keresidenan termasuk kota Bodjonegoro dan Toeban (pelabuhan). Dia menyebut dirinya sebagai komisaris, bukan sebagai “Resident”)
- Soemarsono, leader of the Badan Kongres Pemoeda Indonesia (BKPI), is one of the main leader of the Communist force in Indonesia.
(Soemarsono, Ketua Badan Kongres Pemoeda Indonesia (BKPI), adalah salah satu pemimpin utama kekuatan Komunis di Indonesia)
Dokumen CIA ini sudah dinyatakan tidak menjadi Confidential (Rahasia) dan disetujui untuk di keluarkan pada tanggal 23/11/2001. Dengan nomor CIA-RDP82-00457R002000310003-6. Dokumen ini diunduh dari laman archive.org pada tanggal 9-4-2022. Pukul 23.00 WIB.
Penulis : Syafik