Mentjari Bodjonegoro
berikut ini isi Pidato Presiden Soekarno saat di Bodjonegoro

oleh 119 Dilihat
oleh
(Masyarakat Bodjonegoro yang menghadiri pidato Presiden Soekarno di Alon-alon Bodjonegoro Rabu 10 Juli 1957. Sumber : https://khastara.perpusnas.go.id/landing/detail/803114)

Damarinfo.com- Saat berkunjung ke Bodjonegoro pada hari Rabu 10 juli 1957, Presiden berpidato di alon-alon Bodjonegoro. Kunjungan tersebut ditulis dalam koran PROVINCIALE DRENTSCHE EN ASSER COURANT edisi tanggal 11 Juli 1957. Koran Berbahasa belanda tersebut memberikan judul “President Sukarno kondigde „Nieuw Leven”-beweging aan „Wat achter ons ligt is verkeerd geweest” (Presiden Sukarno mengumumkan gerakan hidup baru apa yang ada di belakang kita salah) (Diartikan secara bebas dengan google translate)

Dengan sub judul  “Dalam pidato yang disampaikannya pada hari Rabu di Bodjonegoro , Jawa Timur, Presiden Sukarno menyatakan bahwa dua belas tahun kemerdekaan Indonesia “membuktikan bahwa apa yang ada di belakang kita benar-benar salah.” Presiden mengatakan republik muda ini menghadapi sejumlah krisis, termasuk krisis moral, krisis politik, krisis otoritas, dan krisis di antara penguasa itu sendiri.

Baca Juga :   Menyusuri Jejak Peninggalan Hindu di Jawa pada Masa Kolonial: Kisah Benda-Benda Kuno dari Bodjonegoro

Dia mengumumkan bahwa dia akan meluncurkan “Gerakan Hidup Baru” pada 17 Agustus, peringatan dua belas tahun kemerdekaan Indonesia. Yang dimaksud presiden dengan ini adalah revolusi spiritual baru di antara rakyat, yang seharusnya menciptakan ‘ras baru, tidak seperti masa lalu, yang konservatif dan ortodoks, dan memperdebatkan segalanya.

(Tangkapan Layar Potongan Koran “PROVINCIALE DRENTSCHE EN ASSER COURANT” edisi tanggal 11 Juli 1957)

Cara berpikir kolonial harus diberantas dan diganti dengan semangat baru. Presiden berdalih bahwa di Indonesia makna demokrasi saat ini disalahartikan. Demokrasi adalah sarana untuk mewujudkan bangsa yang merdeka, mandiri, adil dan makmur.

“Kami tidak menggunakan obat ini, tetapi digunakan olehnya,” kata Sukarno, yang selanjutnya mengatakan, bahwa ada lusinan pesta seperti jamur telah bangkit dari tanah, berkelahi dan bertengkar satu sama lain dan memberikan diri sendiri hak kesewenang-wenangan yang aneh untuk dikritik.

Baca Juga :   Dari Djipang ke Radjakwesi: Jejak Perpindahan Ibu Kota dan Intrik di Baliknya

Koreksi diri

Berbicara tentang Performa terbaru dari berbagai perwira tentara di wilayah luar, yang merupakan tantangan pemerintahan yang terdesentralisasi, Sukarno bertanya-tanya: “Bagaimana caranya bahwa anggota angkatan bersenjata campur tangan dalam politik?”

Dia mengimbau kepada jajaran angkatan bersenjata untuk tidak terlibat dalam aktivitas politik.

Presiden menyampaikan akan menggunakan hari kemerdekaan sebagai titik awal untuk Gerakan Hidup Baru, untuk Realisasi dari aspirasi nasional. Dalam kehidupan baru ini orang-orang harus koreksi diri.

Akhirnya, Sukarno berargumen dengan tegas, bahwa sampai nafas terakhirnya dia  akan terus mematuhi cara hidup dari sistem ‘Gotong Rojong’, sistem umum kerjasama, dan persatuan, sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran.

Penulis : Syafik