damarinfo.com – Mungkin sulit untuk dibayangkan dan diterima jika di tengah kekayaan migas yang melimpah dan APBD menyentuh di angka Rp8 triliun, Bojonegoro, Jawa Timur, masih menyimpan kenyataan pahit: Satu dari sepuluh warga berjuang untuk mendapatkan makanan yang cukup. Namun data terbaru mengungkap ketidakcukupan pangan yang memburuk, menantang kemakmuran daerah ini. Apa yang bisa kita pelajari dari angka-angka ini?
Kontradiksi antara Kekayaan dan Kelaparan
Bojonegoro dikenal sebagai kabupaten dengan APBD terbesar kedua di Jawa Timur, mencapai Rp8 triliun, dan sumber daya migas yang menjadikannya salah satu daerah terkaya di Indonesia. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mengungkap fakta mengkhawatirkan: 9,97% penduduk—atau sekitar 132.652 jiwa dari total 1,3 juta warga—mengalami ketidakcukupan pangan. Ini berarti hampir 1 dari 10 orang di Bojonegoro kesulitan memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari.
Angka ini mencerminkan kontradiksi yang mencolok: kekayaan alam dan anggaran daerah yang besar belum mampu menjamin akses pangan bagi semua warga. 132.652 jiwa ini bukan sekadar statistik, melainkan ribuan keluarga yang menghadapi tantangan dasar untuk bertahan hidup.
2017 vs. 2024: Ketidakcukupan Pangan Memburuk
Perbandingan data ketidakcukupan pangan antara 2017 dan 2024 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan:
- 2017: Prevalensi ketidakcukupan pangan sebesar 7,68%, atau sekitar 1 dari 13 orang kesulitan mengakses pangan yang cukup.
- 2024: Angka ini meningkat menjadi 9,97%, atau 1 dari 10 orang, menandakan peningkatan signifikan dalam tujuh tahun.
Pada 2017, sekitar 102.000 warga Bojonegoro mengalami ketidakcukupan pangan. Kini, di 2024, jumlahnya membengkak menjadi 132.652 jiwa—setara dengan populasi dua kecamatan besar. Meskipun APBD terus bertambah dan migas menghasilkan pendapatan besar, masalah ketidakcukupan pangan justru semakin parah, menunjukkan bahwa kemakmuran ekonomi belum merata.
Apa yang Menyebabkan Tantangan Pangan Ini?
Meski data BPS 2024 tidak merinci penyebab, beberapa faktor umum kemungkinan berkontribusi:
- Kemiskinan: Sebagian warga masih hidup dengan pendapatan terbatas, menghambat akses ke pangan bergizi meskipun ada APBD Rp8 triliun.
- Distribusi Pangan: Wilayah pedesaan Bojonegoro yang luas menyulitkan penyaluran bantuan pangan secara merata.
- Perubahan Iklim: Sebagai daerah agraris, Bojonegoro rentan terhadap gagal panen akibat cuaca ekstrem, yang berdampak langsung pada ketersediaan pangan.
Kontradiksi ini menegaskan bahwa kekayaan migas dan anggaran besar tidak otomatis menyelesaikan masalah ketahanan pangan tanpa kebijakan tepat sasaran.
Belajar dari Daerah Tetangga
Kabupaten tetangga menawarkan pelajaran berharga. Lamongan, dengan prevalensi ketidakcukupan pangan hanya 5,30% pada 2024, menunjukkan keberhasilan program seperti bantuan pangan non-tunai dan subsidi petani. Sebaliknya, Madiun dengan angka 10,97% menghadapi tantangan lebih berat. Bojonegoro bisa mengadopsi praktik terbaik dari Lamongan untuk memaksimalkan APBD dan pendapatan migas guna mengatasi ketidakcukupan pangan.
Solusi untuk Bojonegoro
Angka 9,97% adalah panggilan untuk bertindak. Pemerintah daerah harus memanfaatkan APBD Rp8 triliun dan kekayaan migas untuk:
- Evaluasi Kebijakan: Pastikan bantuan pangan sampai ke warga yang membutuhkan dan infrastruktur distribusi
- Dukung Petani: Alokasikan anggaran untuk subsidi pupuk, irigasi tahan iklim, dan akses pasar bagi petani lokal.
- Edukasi Pangan: Tingkatkan kesadaran tentang konsumsi pangan sehat melalui kampanye publik.
- Kolaborasi: Libatkan sektor swasta dan komunitas dalam inisiatif seperti pasar murah atau urban farming.
Pangan untuk Semua
Di balik kekayaan migas dan APBD yang besar, 132.652 warga Bojonegoro masih berjuang untuk makan. Ketidakcukupan pangan bukan hanya angka, tetapi tentang hak dasar setiap manusia. Dengan sumber daya yang dimiliki, Bojonegoro mampu mengubah tantangan ini menjadi peluang untuk membangun ketahanan pangan yang inklusif. Mari pastikan tak ada lagi warga yang kelaparan di tengah kemakmuran. Agar Bojonegoro Bahagia, Makmur dan Membanggakan bisa terwujud.
Penulis : Syafik
Sumber Data: Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, 2024. (https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjI2OSMy/prevalensi-ketidakcukupan-konsumsi-pangan–persen–per-kabupaten-kota–persen-.html. diunduh pada tanggal 21-April-2025)