Bojonegoro,damarinfo.com – Hujan dengan intensitas sedang masih mengguyur sejumlah wilayah Kabupaten Bojonegoro. Padahal, saat ini seharusnya sudah memasuki periode musim kemarau. Fenomena ini mendapat sorotan dari Dr. Heri Mulyanti, S.Si., M.Sc., ahli klimatologi dari Universitas Bojonegoro (Unigoro).
Menurut Heri, kemarau di wilayah Jawa Timur idealnya terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Namun hujan yang turun belakangan ini bisa memicu bencana klimatologis, terutama banjir.
“Banjir masih berpotensi terjadi. Bedanya, kalau di musim kemarau, air lebih cepat surut karena daya serap tanah lebih tinggi dibanding saat musim penghujan,” jelasnya, Rabu (9/7/2025).
Pengaruh Angin Monsun dan Pemanasan Laut
Heri menjelaskan bahwa hujan yang terjadi saat ini termasuk hujan lokal, dipicu oleh lemahnya hembusan angin monsun dari Australia. Kondisi ini memicu kenaikan suhu permukaan laut di sekitar Pulau Jawa.
“Wilayah pesisir utara Jawa dan Nusa Tenggara merasakan suhu lebih tinggi. Di situlah hujan deras dan banjir sering terjadi. Ini karena arah angin monsun bergeser terus ke timur,” paparnya.
Petani Tembakau dan Padi Ikut Terdampak
Fenomena hujan di musim kemarau juga memukul sektor pertanian. Menurut Heri, petani tembakau dan palawija paling terdampak, karena jenis tanaman ini tidak tahan terhadap genangan air.
“Petani padi juga bisa terdampak. Mestinya mereka sudah panen di bulan Juli, tapi hujan masih turun. Akibatnya, banyak padi roboh dan pengeringan gabah jadi tidak maksimal,” katanya.
Editor : Syafik
Sumber : Unigoro.ac.id