Kajian Sor Keres  Seri- 14
Mantan Anggota KPU RI Hadir di Kajian Sor Keres

oleh 64 Dilihat
oleh
(Chusnul Mar'iyah dan Sri Minarti dalam Kajian Sor Keres, Selasa 18-10-2022, Omah Pule Pacul Bojonegoro)

Bojonegoro,damarinfo.com – Mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Chusnul Mariyah Ph.D menjadi narasumber di Kajian Sor Keres (KSK) Selasa 18-10-2022 di Restoran Omah Pule di Desa Pacul Kecamatan Bojonegoro. Narasumber yang juga hadir adalah Direktu Pasca Sarjana Universitas NU Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro Dr. Sri Minarti. Kajian yang gelar kali ini menyoal Kepemimpinan Perempuan. Why Not?

Seperti biasa Ketua KSK Dry Subagyo membuka diskusi dengan memberikan ucapan selamat datang kepada para Narasumber dan Peserta yang hadir. Serta menjelaskan latar belakang adanya Kajian Sor Keres di Bojonegoro.

“semoga apa yang kita diskusikan ini memberi manfaat untuk Bojonegoro” Kata Mas Dry-panggilannya-

Sri Minarti menjadi narasumber yang pertama yang memberikan pandanganya terhadap kepemimpinan perempun. Menurutnya sebenarnya pemimpin perempuan saat ini ada dinamikanya sendiri dan sudah tidak dianggap tabu lagi. Sri Minarti mengutip Surat Al Baqoroh ayat 30, di situ disebutkan “Kalian semua adalah kholifah” bahwa dalam ayat tersebut tidak menyebutkan jenis kelamin. Jadi pempimpin perumpan dari dasar normatifnya diperbolehkan.  Dan dalam  Hadis dari Imam Muslim di Hadis nomor 3406 yang berbunyi “kalian semua adalah pemimpin yang bertanggung jawab “ tidak disebutkan soal gender.

Baca Juga :   UNUGIRI Berangkatkan 1007 Mahasiswa KKN di Lima Kabupaten

“buat seorang pemimpin perempuan yang terpenting adalah mempunyai kemampuan manajemen diri yang bagus, karena jika tidak memiliki maka yang mendominasi adalah perasaanya”  Kata Sri Minarti.

Selanjutnya Chusnul Mariyah menyampaikan tentang kondisi goepolitik dunia saat ini khususnya terkait dengan peran permpuan di dunia. Perempuan yang juga Presiden Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) FISIP, Universitas Indonesia ini melanjutkan paparanya tentang konstruksi perempuan di Indonesia. Chusnul Mar’iyah menyitir Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami Putra Putri Indonesia….” bahwa kata Putri  juga disebukan dalam sumpah tersebut. Berikutnya  ada Kongres Perempuan 22 Desember 1928. Jadi semestinya dalam pidato-pidato “the founding father  dan Mother..” karena ada peran perempuan dalam proses kemerdekaan di Indonesia. Yakni saat para suami mereka berjuang, para istrinya yang bekerja untuk menghidupi keluarga. Contohnya Nyai Hasyim Asy’ari (Istri Pendiri NU), Nyai Ahmad Dahlan (Istrinya Pendiri Muhammadiyah). Berikutya keberadaan perempuan dalam Badan Penyelidik  Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Diantara 62 anggota BPUPKI dua diantaranya perempuan yakni Maria Ulfa dan Siti Sukattinah

“tidak boleh ada warga negara dewasa yang dipinggirikan dari proses politik, disitu letaknya mengapa perempuan masuk” Kata Perempuan kelahiran Kecamatan Babad, Kabupaten Lamongan ini.

Baca Juga :   Di Bojonegoro, 1.193 Orang Bersaing Menjadi Anggota PPK Pemilu 2024

Lanjut Chusnul Mariyah, awal perjuangan dimulai dari kepentingan untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam representasi atau keterwakilan. Tujuanya agar perempuan sendiri yang harus mengartikulasikan kepentinganya sehingga perempuan harus menjadi anggota dewan perwakilan. Chusnul yang juga menajdi Tim penyusunan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten memperjuangkan kuota 30 persen perempuan.

Sebenarnya masih panjang yang disampaikan oleh Chusnul Mariyah, para peserta yang tak sabar untuk berdiskusi pun bertanya seputar peranan perempuan. Aktifis politik perempun Vika menanyakan soal bagaimana menjadi pemimpin perempuan yang bersih. Juga ada dari Asosiasi Produsen Makanan dan Minuman, Selvi yang bertanya bagaimana cara menjadi pempimpin usaha yang efektif. Selain itu ada juga pengusaha muda Mukron yang menyoal hambatan pemimpin perempuan karena tuntutan sebagai wanita sholihah. Aktifis politik Fakih juga ikut berdiskusi dengan menanyakan soal kualitas dari para politis perempuan yang meski diberikan kuota 30 persen namun nyatanya yang dapat diisi hanya 21 persen.

Diskusi gayeng yang diringi dengan hujan gerimis ini harus diakhiri karena waktu sudah menunjukan pukul 16.00 WIB

“kalau narasumbernya berkualitas, waktunya mesti kurang ya” Kata Fakih.

Penulis : Syafik