damarinfo.com – Akhir tahun biasanya identik dengan naiknya harga kebutuhan. Di pasar-pasar, suara pedagang berbaur dengan keluhan pembeli yang mendapati harga bahan pokok tak lagi sama seperti bulan lalu. Fenomena ini tercermin dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur yang mencatat adanya kenaikan harga (inflasi) di seluruh daerah Jawa Timur sepanjang Oktober 2025.
Inflasi Jawa Timur Naik, Sumenep Paling Tinggi
Secara umum, harga barang dan jasa di Jawa Timur naik 2,69 persen dibanding tahun lalu (Oktober 2024). Dalam bahasa statistik, angka ini disebut inflasi Year on Year (y-on-y), yakni perbandingan harga dari bulan yang sama di tahun berbeda.
Menurut laporan BPS Jawa Timur, kabupaten dengan kenaikan harga tertinggi adalah Sumenep, mencapai 3,47 persen, disusul Banyuwangi (3,18 persen) dan Bojonegoro (3,14 persen). Sementara Gresik menjadi daerah dengan kenaikan harga paling rendah, hanya 2,16 persen.
Jika dirata-rata, Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Timur berada di angka 109,23 — artinya harga rata-rata barang dan jasa naik sekitar 9 persen dibanding tahun dasar 2022.
Emas dan Beras Jadi “Penyulut” Utama Kenaikan Harga
Laporan BPS mengungkapkan, dua kelompok pengeluaran paling besar mendorong inflasi di Jawa Timur adalah:
-
Perawatan pribadi dan jasa lainnya, naik 13,43 persen — terutama karena harga emas perhiasan, sabun, dan perlengkapan mandi.
-
Makanan, minuman, dan tembakau, naik 4,14 persen, dipicu oleh kenaikan harga beras, daging ayam ras, telur, bawang merah, cabai merah, dan minyak goreng.
Kenaikan harga emas menjadi fenomena yang menonjol di hampir semua daerah. Di satu sisi, emas dianggap investasi aman, tetapi di sisi lain, lonjakan harganya ikut “memanaskan” perhitungan inflasi di berbagai kabupaten.
Bojonegoro: Kenaikan Harga 3,14 Persen, Masih di Level Wajar
Di Kabupaten Bojonegoro, BPS mencatat kenaikan harga (inflasi) sebesar 3,14 persen dibanding tahun lalu. Angka ini termasuk tiga tertinggi di Jawa Timur, namun menurut BPS masih dalam kategori terkendali karena tidak melebihi 4 persen — batas atas yang biasanya dijadikan acuan kestabilan ekonomi daerah.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Bojonegoro kini mencapai 110,59, naik dari 107,22 pada Oktober 2024. Dalam istilah sederhana, jika tahun lalu Rp100.000 bisa membeli sejumlah kebutuhan tertentu, kini dibutuhkan sekitar Rp103.000 untuk membeli barang yang sama.
Kelompok Penyumbang Kenaikan Harga di Bojonegoro
Dari sebelas kelompok pengeluaran yang diamati BPS, sepuluh kelompok mengalami kenaikan harga, dan hanya satu kelompok yang turun.
Kelompok yang paling memengaruhi inflasi Bojonegoro adalah:
| Kelompok Pengeluaran | Kenaikan Harga (Inflasi) | Keterangan Utama |
|---|---|---|
| Perawatan pribadi & jasa lainnya | 9,90% | Harga emas perhiasan dan produk kebersihan naik tajam |
| Makanan, minuman & tembakau | 5,43% | Harga beras, ayam, telur, cabai merah, bawang merah naik |
| Penyediaan makanan & restoran | 2,25% | Kenaikan harga pecel, martabak, nasi lauk, dan bakso siap santap |
| Pendidikan | 1,14% | Kenaikan biaya pendidikan dasar dan menengah |
| Perumahan & bahan bakar rumah tangga | 1,42% | Kenaikan harga sewa rumah dan bahan bakar rumah tangga |
| Transportasi | 0,91% | Sedikit naik karena tarif kendaraan dan jasa servis |
| Informasi & komunikasi | -0,21% (turun) | Harga telepon seluler sedikit menurun |
Komoditas yang Paling Mempengaruhi
Menurut laporan BPS Bojonegoro:
-
Penyumbang kenaikan harga terbesar:
Emas perhiasan (0,46%), beras (0,27%), kelapa (0,25%), daging ayam (0,24%), dan telur ayam (0,23%). -
Komoditas yang justru menurunkan harga (deflasi):
Bawang putih, ikan nila, ayam hidup, pisang, dan udang basah.
Artinya, meskipun sebagian harga bahan pokok naik, ada juga barang yang membantu menahan laju inflasi agar tidak melonjak lebih tinggi.
Naik Lebih Tinggi dari Tahun Lalu
Sebagai perbandingan, pada Oktober 2024 lalu tingkat inflasi Bojonegoro hanya 1,81 persen. Kini naik menjadi 3,14 persen. Kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh naiknya harga pangan, terutama beras dan ayam ras, serta harga emas perhiasan yang melonjak tajam sejak pertengahan tahun.
Namun demikian, BPS Bojonegoro menilai situasi harga masih dalam batas wajar. Selama pasokan pangan tetap terjaga dan distribusi barang lancar, harga diperkirakan akan stabil menjelang akhir tahun.
Inflasi dan Daya Beli Masyarakat
Secara sederhana, inflasi adalah kenaikan harga secara umum dan terus-menerus. Inflasi kecil masih dianggap sehat karena menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi, tetapi jika terlalu tinggi, daya beli masyarakat akan melemah — uang yang sama tidak bisa membeli barang sebanyak dulu.
Kenaikan harga di Bojonegoro dan Jawa Timur saat ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah dan pelaku usaha: menjaga stok pangan, memperkuat distribusi, dan mengantisipasi lonjakan harga menjelang akhir tahun agar tidak memberatkan warga.
Secara keseluruhan, Jawa Timur mencatat inflasi 2,69 persen, sedangkan Bojonegoro sedikit lebih tinggi di angka 3,14 persen. Keduanya masih dalam kategori stabil, namun perlu diwaspadai tren kenaikan harga bahan pangan dan emas yang mendominasi sepanjang 2025.
Inflasi bukan hanya deretan angka dalam laporan statistik — ia adalah cermin dari keseharian warga. Dari dapur rumah tangga hingga pasar tradisional, setiap rupiah yang dikeluarkan masyarakat kini berbicara: harga memang naik, tapi semoga tidak sampai membuat hidup terasa makin berat.
Penulis : Syafik
Sumber:
-
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Timur, Oktober 2025.
-
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bojonegoro. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Kabupaten Bojonegoro, Oktober 2025.





