Bojonegoro- “Jangan berganti-ganti pasangan seksual karena berisiko tertular HIV AIDS” begitu pesan Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, dr. Wheny Dyah, di Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember 2020. Perilaku yang berisiko tertular virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) lainnya adalah konsumsi narkoba.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam release Informasi dan Data (Infodatin) HIV-AIDS Tahun 2020 menyebutkan untuk menghindari tertular virus HIV dikenal konsep “ABCDE” yakni A (Abstinence) artinya absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah. B (Be Faithful) artinya bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan). C (Condom) artinya cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom. D (Drug No) artinya dilarang menggunakan narkoba. E (Education) artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.
Kementerian Kesehatan RI juga menyebutkan bahwa kasus heterosex menjadi kasus dengan prosentase tertinggi penularan HIV AID yakni 70 persen, homosex menempati urutan kedua yakni 22 persen, berikutnya bisex 2 persen. “Dukung dan dampingi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) agar terus berobat dan menjaga kesehatanya,” ujar dr. Wheny,panggilanya, memberi pesan kepada masyarakat.
Lanjut dr. Wheny masyarakat tidak perlu mengucilkan mereka dan tidak perlu memberi stigma (pandangan negatif) kepada ODHA. “Untuk ODHA, tetap teratur minum obat dan jangan putus berobat, karena ODHA bisa sehat” Pesan dr. Wheny berikutnya kepada ODHA.
Selain itu ODHA tidak perlu menstigma negatif dirinya dan harus optimis dan menunjukan diri bahwa ODHA bisa sehat dan produktif dan dapat melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk orang lain di sekitarnya.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoroo menunjukan tahun 2020 ada 76 kasus baru dan lima orang dinyatakan meninggal dunia. Pada tahun 2019 tercatat terdapat 176 kasus HIV AIDS dan 24 orang meninggal dunia. Dari tahun 2002 hingga 2020 kasus tertinggi terjadi pada tahun 2018 dengan jumlah 190 kasus dan 8 orang meninggal dunia karena virus yang menggerogoti kekebalan tubuh ini.
Di tingkat provinsi Jawa Timur, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Oktober 2019, Bojonegoro termasuk kabupaten dengan kasus HIV rendah dengan jumlah kasus 172 kasus. Bojonegoro menempati urutan ke 17 dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Kota Surabaya menempati urutan teratas dalam kasus HIV dengan jumlah kasus 915 kasus. Dan Kabupaten Pacitan menjadi Kabupaten dengan Kasus HIV terendah se Jawa Timur dengan hanya ditemukan 33 kasus.
Sementara secara nasional pada tahun 2019, sesuai data dari Kementrian Kesehatan jumlah kasus HIV adalah 50.282 kasus, dan Provinsi Jawa Timur menempati rangkin pertama kasus HIV dengan jumlah total kasus 8.935. Disusul DKI Jakarta dengan 6.701 kasus. Dan Provinsi Gorontalo menjadi Provinsi dengan jumlah tertular HIV terendah dan hanya ditemukan 48 penderita.
Dari jumlah kasus HIV yng terjadi di Indonesia, 64,5 persen yang tertular HIV adalah Kaum Adam sementara Kaum Hawa prosentasenya sebesar 35,5 persen. Dari sisi usia penderita tertular HIV prosentase tertinggi adalah pada usia produktif yakni 70,4 persen.
Di Kabupaten Bojonegoro upaya untuk penanganan HIV AIDS dilakukan cukup serius, ini dibuktikan dengan telah adanya Klinik VCT “SEHATI” di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sosodoro Jatikusumo sejak tahun. Keberadaan klinik ini meningkatkan temuan penderita HIV/AID dan mempermudah pelayanan penanganan penderita.
Namun beberapa kasus meninggal ditemukan setelah seseorang dalam kondisi stadium II dan III sehingga menyulitkan tenaga medis untuk melakukan penanangan medis agar sehat. Selain itu Dinas Kesehatan juga sudah menyediakan tes HIV gratis di Puskesmas bagi masyarakat yang merasa berperilaku beresiko tertular HIV/AIDS
Dinas Kesehatan Kabupaten menyataka jumlah kasus HIV-AIDS di Kabupaten Bojonegoro semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius karena HIV-AIDS akan memberikan dampak yang sangat besar jika tidak ditanggulangi. Di antaranya adalah menurunnya tingkat kesejahteraan penduduk, karena penderita HIV tidak mampu bekerja secara optimal sedangkan sebagian besar penderita HIV-AIDS adalah kelompok usia produktif yang menjadi tumpuan perekonomian keluarga.
Disamping itu juga diperlukan biaya pengobatan yang cukup mahal, karena penderita HIV-AIDS daya tahan tubuhnya semakin menurun sehingga mudah terserang penyakit dan sampai dengan saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit HIV-AIDS.
Penulis : Syafik