damarinfo.com -Pagi itu, Minggu, Agustus 1934, sekelompok ilmuwan dari Perkumpulan Sejarah Alam (Natuur-Historische Vereeniging) cabang Surabaya berkumpul di menara jam Simpang. Tujuannya jelas: eksplorasi proyek irigasi Patjal yang waktu itu sedang naik daun.
Rute mereka cukup panjang: melewati Gresik, Lanongan, Babat, lalu tiba di Balen, dekat Bojonegoro. Di sanalah mereka disambut oleh Ir. Vermeulen, insinyur dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi, yang akan jadi pemandu mereka hari itu.
Kunjungan dimulai ke Watervang Soekosewoe—nama kolonial untuk yang kita kenal sekarang sebagai Dam Klepek Sukosewu. Mereka juga meninjau bangunan utama bendungan dan waduk Patjal.

Dam Klepek: Bendungan Biasa dengan Teknologi Luar Biasa
Dam Klepek—atau Watervang Soekosewoe—dibangun antara tahun 1928–1929, sebagai bagian dari sistem irigasi Patjal. Panjangnya 45 meter, dan mampu menyalurkan debit air hingga 300 m³ per detik.
Namun tantangan terbesarnya justru ada di bawah permukaan: tanah yang keras tapi permeabel, gampang dilalui air. Kalau tidak diatasi, bisa membuat rembesan bawah tanah yang membahayakan struktur bendungan.
Solusinya? Diterapkanlah teknik beton-inspuiting: semen disuntikkan langsung ke pori-pori tanah untuk mencegah air merembes. Teknik ini menjadikan Dam Klepek sebagai proyek perintis teknik irigasi modern di Hindia Belanda.
Bukan Cuma untuk Irigasi Sawah, Tapi Juga Tahan Banjir
Bendungan ini punya dua pintu air utama:
-
Pintu kanan: mengairi sekitar 6.800 hektare sawah, dengan debit 11,5 m³/detik
-
Pintu kiri: melayani sekitar 1.200 hektare, dengan debit 2 m³/detik
Ketinggian air saat banjir bisa mencapai +31,75 meter, sementara puncak bendungannya hanya +28,90 meter. Tapi karena rancangannya tangguh, Dam Klepek tetap kokoh berdiri, bahkan hampir satu abad kemudian.

Irrigatie in Nederlandsch-Indië. 1931)
Selesai Ngulik Teknologi, Lanjut Wisata Alam
Setelah puas menjelajahi Dam Klepek, para ilmuwan Belanda nggak langsung pulang. Mereka lanjut ke Api Abadi Karang Api, lalu rehat di Pemandian Dander—segar-segar dulu sebelum kembali ke Surabaya. Catatan mereka tentang kunjungan ini jadi dokumen penting di jurnal dan surat kabar teknik kolonial.
Masih Berdiri, Masih Mengalir
Hari ini, Dam Klepek Sukosewu masih berfungsi penuh. Airnya tetap mengalir ke sawah, fondasinya tetap kedap air, dan konstruksinya tetap jadi bahan studi teknik sipil dan sejarah irigasi. Di balik fungsi praktisnya, dam ini juga menyimpan warisan penting dalam perjalanan modernisasi pengairan di Indonesia.
Penulis : Syafik
Sumber: (Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indië” edisi 7 Agustus 1934) & “Irrigatie in Nederlandsch-Indië” (1931).diunduh dari delpher.nl, diterjemahkan dengan chat.qwen.ai)





