Jawa Timur Bergerak, Bojonegoro Tertinggal: Krisis Rumah Tak Layak Masih Menghantui

oleh 96 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by chatgpt)

Rumah yang Nyaris Runtuh, Data yang Nyaris Diabaikan

Jawa Timur sedang bersolek. Pemerintah provinsi gencar membangun, menggembar-gemborkan program perumahan dan penataan permukiman. Tapi di balik semua itu, ada satu fakta pahit yang luput dari sorotan layar proyektor presentasi: rumah-rumah warga masih banyak yang tak layak huni.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur 2024 menunjukkan bahwa 26,60% rumah di provinsi ini masuk kategori tidak layak huni. Turun memang dari tahun lalu yang 29,26%, tapi mari kita jujur—turun bukan berarti selesai.

Dan di antara 38 kabupaten/kota, Bojonegoro kembali masuk daftar merah. Bahkan, menempati posisi ke-6 terburuk.

10 Daerah “Teratas” Rumah Tidak Layak Huni: Bojonegoro Masuk Geng Elite

Berikut daftar 10 besar kabupaten/kota dengan persentase rumah tidak layak huni (RTLH) tertinggi di Jawa Timur:

# Kabupaten/Kota % RTLH
1 Bangkalan 58,59%
2 Situbondo 47,06%
3 Bondowoso 45,63%
4 Jember 37,37%
5 Pamekasan 34,39%
6 Bojonegoro 32,99%
7 Pacitan 32,87%
8 Trenggalek 32,32%
9 Sumenep 31,37%
10 Sampang 28,03%

Satu dari tiga rumah di Bojonegoro tak layak dihuni. Ini bukan angka. Ini atap bocor, lantai retak, dinding rapuh. Ini kehidupan warga yang tidur di rumah, tapi bukan tempat tinggal yang sesungguhnya.

Penurunan yang Disyukuri, Tapi Jangan Dielus-elus

Biar adil, kita akui: ada kemajuan. Tahun 2023, persentase rumah tidak layak huni di Bojonegoro ada di angka 38,10%, dan sekarang turun jadi 32,99%. Artinya, ada penurunan sekitar 5 poin persentase dalam setahun.

Tapi kalau turunnya cuma 5% per tahun, kapan rampungnya? 2030? 2040? Saat anak-anak kita sudah dewasa tapi masih tinggal di rumah yang sama, dengan WC masih numpang ke tetangga?

Baca Juga :   Baru satu Permukiman Kumuh Tuntas Ditangani Pemkab Bojonegoro? Di manakah itu?

Bojonegoro Belum Bisa Meniru Tetangganya

Kalau boleh menengok pagar sebelah, beberapa tetangga Bojonegoro justru lebih bersih catatannya:

  • Tuban: 28,07%

  • Lamongan: 28,66%

  • Ngawi: 30,89%

  • Nganjuk: 16,96% — ini bintang kelas.

Bojonegoro jelas bukan yang paling buruk, tapi juga belum masuk klub reformis. Belajar dari Nganjuk atau Tuban seharusnya bukan hal memalukan—lebih memalukan kalau diam tapi stagnan.

Rumah Layak Huni: Lebih dari Sekadar Genteng dan Tembok

Apa sih sebenarnya rumah layak huni itu? Bukan cuma soal atap tak bocor atau lantai tak tanah.

Menurut definisi yang digunakan BPS dan standar internasional, rumah layak huni harus memenuhi empat syarat:

  1. Bangunannya kokoh dan tahan lama

    • Atap dari genteng/seng/beton

    • Dinding dari tembok atau papan kuat

    • Lantai dari keramik, kayu, atau semen

  2. Ruang cukup untuk penghuni (minimal 7,2 m² per orang)

  3. Akses air minum yang layak

  4. Sanitasi memadai

Kalau salah satu dari ini tak terpenuhi, maka rumah itu tidak layak huni. Sayangnya, di banyak desa Bojonegoro, keempatnya bisa absen sekaligus.

Mengapa Bojonegoro Masih Tercecer?

Ada sejumlah faktor yang menjelaskan kenapa Bojonegoro masih tertinggal:

Geografi yang Luas dan Terpencil

Wilayah Bojonegoro membentang luas, dan banyak desa berada di pelosok. Pembangunan sering tak sampai ke sana.

Infrastruktur Dasar Masih Lemah

Air bersih, listrik, dan akses jalan masih jadi tantangan. Tanpa fondasi ini, mimpi rumah layak hanya tinggal gambar RAB di kantor kecamatan.

Baca Juga :   1,2 Juta Rumah Tangga di Jakarta Tidak Punya Rumah. Jawa Timur Bagaimana?

Ekonomi Warga yang Rapuh

Mayoritas penduduk hidup dari sektor pertanian, yang musimnya tak tentu dan penghasilannya sering tak cukup untuk renovasi rumah.

Sanitasi dan Fasilitas Umum Masih Minim

Bukan cuma rumah yang rapuh, tapi juga fasilitas pendukung kehidupan sehari-hari. Toilet umum, saluran air bersih, dan tempat sampah layak masih langka.

Lalu Apa Solusinya?

Pemerintah daerah tidak bisa hanya berharap pada waktu. Harus ada langkah konkret dan multisektoral, antara lain:

  • Program Renovasi Massal — dengan dukungan dari LSM, swasta, dan dana APBD

  • Penyediaan Air Bersih — terutama untuk desa-desa ujung

  • Pembangunan Sanitasi Umum — toilet bukan barang mewah

  • Pelatihan Masyarakat — ajarkan cara bangun rumah murah tapi kuat

  • Kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah — jangan kerja sendiri-sendiri

Kesimpulan: Rumah Harus Jadi Prioritas, Bukan Formalitas

Rumah bukan hanya soal dinding dan atap. Ia adalah tempat tumbuhnya mimpi, tempat anak belajar, orang tua istirahat, dan keluarga merasa aman.

Jika 1 dari 3 rumah di Bojonegoro tidak layak huni, itu berarti satu dari tiga mimpi besar sedang bocor dari genteng, retak di lantai, dan runtuh perlahan di setiap musim hujan.

Meningkatkan kualitas rumah bukan sekadar program statistik. Itu tanggung jawab moral, tugas sosial, dan janji kepada rakyat yang diam-diam bertahan dalam rumah yang diam-diam rapuh.

Bangun rumah, bangun harapan. Tapi jangan cuma bangun janji.

Penulis : Syafik

Sumber dataStatistik Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Timur Tahun 2024, BPS Jawa Timur.