Penyakit Menular Mengintai Bojonegoro: Peta Kesehatan Jawa Timur 2024

oleh 93 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by chatgpt.com)

Di balik geliat pembangunan dan kemajuan ekonomi Jawa Timur, ada satu medan tempur yang kerap luput dari sorotan: perang melawan penyakit menular. Perang ini tak menggelegar, tapi berlangsung senyap—di puskesmas, di rumah-rumah sempit, bahkan di tubuh anak-anak yang ringkih. Tuberkulosis (TBC), Demam Berdarah Dengue (DBD), hingga HIV/AIDS masih mengintai seperti bayangan panjang yang tak mau pergi.

Peta Jawa Timur: Ketika Penyakit Menular Mengetuk Setiap Pintu

Mari mulai dari ketinggian: peta besar Jawa Timur menunjukkan bahwa TBC masih menjadi lawan berat. Kota Kediri mencatat kasus tertinggi (118,1/100.000), sementara Trenggalek memberi harapan dengan tingkat keberhasilan pengobatan 99,2%. Di sisi lain, DBD menggempur Kota Madiun (290/100.000) dan Probolinggo (238) dengan intensitas tinggi.

Sementara itu, HIV/AIDS diam-diam bergerak keluar dari kota besar dan mulai menancapkan kuku di wilayah-wilayah yang dulu tenang.

Namun ada satu kabar baik: malaria hampir punah (<0,1/1.000), seperti nyamuk yang kehilangan ladangnya. Tapi tak semua luka sembuh—kusta masih bertahan keras kepala di Madura.

Bojonegoro: Bukan Zona Merah, Tapi Masih Bergelombang

Jika Jawa Timur adalah samudera luas, maka Bojonegoro adalah kapal yang masih bisa berlayar, tapi dengan lubang-lubang kecil di dek bawahnya. Di permukaan, ia tampak kuat:

  • TBC: Deteksi tinggi (92,4/100.000) dan pengobatan efektif (90,8%)

  • DBD: Rendah (48/100.000) dibandingkan rata-rata provinsi (76/100.000)

  • HIV/AIDS: Level menengah (53 kasus)

  • Diare balita: 10.663 kasus, terutama di Sumberrejo (960) dan Baureno (687)

Baca Juga :   Persentase Anggaran Kesehatan Bojonegoro Terendah ke 4 Se Jawa Timur

Namun saat kita menyelam lebih dalam, ada arus berbahaya yang tersembunyi. Salah satunya adalah diare balita—bukan sekadar statistik, tapi isyarat bahwa sanitasi belum menjadi budaya.

Menelusuri Titik-Titik Rawan: Di Mana Bahaya Mengendap

Setiap kabupaten punya luka yang berbeda. Di Bojonegoro, luka-luka itu tersebar di sejumlah kecamatan—seperti bara yang masih menyala di balik semak.

Dander: Bara TBC yang Masih Membara

  • 122 kasus TBC

  • 40 kasus DBD

  • 17 HIV/AIDS

Dander butuh lebih dari sekadar pengobatan; ia butuh gerakan menyeluruh—dari skrining massal hingga integrasi penanganan DBD dan HIV.

Bojonegoro Kota: Masalah Perkotaan yang Tak Selesai

  • 56 kasus DBD

  • 25 HIV/AIDS

  • 109 kasus TBC

Ini bukan sekadar soal fasilitas, tapi soal gaya hidup, kepadatan, dan kurangnya deteksi dini. Pendekatan berbasis kelurahan dan sistem layanan cepat tanggap jadi kebutuhan mendesak.

Sumberrejo & Baureno: Ketika Air Bersih Jadi Kemewahan

  • Sumberrejo: 960 kasus diare

  • Baureno: 687 kasus diare + 2 malaria

Intervensi harus fokus ke sanitasi total berbasis masyarakat dan edukasi dasar pada rumah tangga.

Kalitidu: Jentik yang Tak Mau Pergi

  • 55 kasus DBD

Fogging sesaat tak cukup. Pemetaan jentik dan kampanye 3M Plus berbasis RT harus menjadi gerakan jangka panjang.

Kepohbaru & Balen: Kelelahan Menghadapi Beban Ganda

  • Kepohbaru: 76 TBC + 634 diare + 33 DBD

  • Balen: 66 TBC + 641 diare + 34 DBD

Baca Juga :   Alhamdulilah..Trend Kesembuhan Pasien Covid-19 di Bojonegoro Meningkat

Mereka butuh Posyandu Plus yang melayani balita, orang dewasa, lansia, dan remaja.

Belajar dari Sekitar: Bojonegoro Tidak Sendiri

  • vs Lamongan: Bojonegoro unggul dalam TBC (92,4 vs 82,2), lebih ringan di DBD (48 vs 64) dan HIV/AIDS (53 vs 92)

  • vs Tuban: Bojonegoro lebih baik dalam TBC (92,4 vs 75,2) dan kusta (5,3 vs 11,2)

  • vs Nganjuk: Bojonegoro jauh lebih sedikit HIV/AIDS (53 vs 177) meski TBC lebih tinggi

Setiap wilayah punya lanskap kesehatan sendiri. Bojonegoro tak sedang kalah, tapi juga belum aman.

Langkah-Langkah: Dari Statistik Menuju Aksi Nyata

  • TBC: Mobile clinic ke Dander dan Bojonegoro Kota, edukasi di ruang publik

  • DBD: Gerakan 3M Plus, fogging terfokus, libatkan RT dan kader

  • Diare balita: Prioritaskan air bersih, pelatihan sanitasi, dimulai dari dusun hingga sekolah

  • HIV/AIDS: Tes gratis, edukasi remaja, perluas layanan

  • Malaria: Pantau Baureno, jangan abaikan 2 kasus kecil itu

Akhir Kata: Menjaga Bojonegoro Tetap Sehat Adalah Tanggung Jawab Bersama

Bojonegoro memang bukan medan darurat. Tapi jika kita jujur, ada bara yang menyala di balik data. Bara itu bisa padam—jika kita bersama-sama menyiramnya dengan pengetahuan, kepedulian, dan tindakan nyata.

Karena kesehatan bukan proyek pemerintah semata. Itu adalah warisan paling konkret yang bisa kita tinggalkan untuk generasi setelah kita.

Penulis ; Syafik

Sumber data : BPS Jatim  Bojonegoro dalam Angka tahun 2025,BPS Bojonegoro