Bojonegoro: Anggaran Kesehatan Melimpah, Akses Masih Timpang

oleh 187 Dilihat
oleh
(IGD RSUD Sosodoro Djatikusumo Bojonegoro. Foto diambil pada 20-4-2020)

damarinfo.com – Bojonegoro menyimpan paradoks. Dengan APBD Rp8,77 triliun (Sebelum Perubahaan Anggaran ) dan anggaran kesehatan terbesar ketiga di Jawa Timur, kabupaten ini seharusnya unggul dalam layanan kesehatan. Namun, data menunjukkan cerita lain: realisasi pendapatan minim, belanja tak tepat sasaran, dan sarana kesehatan terkonsentrasi di pusat kota. Wilayah pinggiran seperti Kedewan dan Ngambon tertinggal jauh, kalah dari tetangga seperti Lamongan dan Tuban. Apa yang salah di balik angka-angka besar ini?

Anggaran Jumbo, Realisasi Pincang

Tahun 2024, Dinas Kesehatan Bojonegoro mencatat target pendapatan daerah sebesar Rp451,97 miliar. Namun hingga akhir tahun anggaran 2024, yang terealisasi baru Rp23,64 miliar—kurang dari 6% (sumber: bojonegorokab.go.id).

Sementara itu, alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp762,05 miliar, sebagian besar terserap untuk belanja rutin seperti gaji dan operasional. Hasilnya, pembangunan fasilitas kesehatan berjalan lambat.

Belanja Kesehatan: Boros Operasional, Minim Pembangunan

  • Total belanja kesehatan: Rp697,79 miliar (88,8% realisasi)
  • Belanja pegawai: Rp171,25 miliar (89,36% realisasi)
  • Belanja modal: Rp196,31 miliar (85,77% realisasi), tetapi:
    • Gedung/bangunan hanya 45,47% terealisasi — pembangunan puskesmas dan RS terhambat
    • Peralatan kesehatan 92,73% terealisasi, tetapi tidak ada data distribusi ke fasilitas
  • Belanja bantuan sosial (Rp13,2 miliar): 0% terealisasi

Sarana Kesehatan: Pusat Kaya, Pinggiran Miskin

Berdasarkan data BPS Jawa Timur dan Bojonegoro, kabupaten ini memiliki 235 sarana kesehatan untuk 1,36 juta warga:

  • 10 rumah sakit
  • 5 rumah sakit bersalin
  • 20 poliklinik
  • 35 puskesmas
  • 72 puskesmas pembantu
  • 93 apotek
Baca Juga :   Keliling Puskesmas, Bupati Blora Bagi-bagi Madu ke Petugas Medis

Namun, distribusinya timpang:

  • Kecamatan Bojonegoro (88 ribu warga) punya 28 sarana, termasuk 5 rumah sakit dan 12 apotek
  • Kedewan (13.820 warga) hanya memiliki 1 puskesmas, tanpa apotek
  • Ngambon (12.018 warga) bergantung pada 1 puskesmas dan 1 apotek
  • 23 kecamatan tak punya rumah sakit, dan 25 kecamatan tanpa rumah sakit bersalin

Apotek yang mendominasi dengan 93 unit tak mampu menggantikan peran rumah sakit untuk kasus serius. Kecamatan padat seperti Kedungadem (85 ribu warga) dan Dander (87 ribu warga) pun kekurangan sarana relatif terhadap jumlah penduduk.

Ketinggalan dari Tetangga

Bojonegoro hanya mengalokasikan 8,7% APBD untuk kesehatan, di bawah rata-rata Jawa Timur (10–15%). Sebaliknya:

  • Lamongan, dengan anggaran lebih kecil, memiliki 17 rumah sakit dan puskesmas merata di setiap kecamatan
  • Tuban unggul dengan sarana tersebar di seluruh wilayah

Ketimpangan ini diperparah oleh rendahnya belanja modal Bojonegoro (12%), kalah dari Tuban (13,9%).

Posisi Bojonegoro di Jawa Timur

Tahun 2024 menunjukkan variasi besar dalam alokasi anggaran kesehatan kabupaten/kota di Jawa Timur. Kota Surabaya memimpin secara nominal (Rp1,29 triliun), namun proporsinya hanya 11,7% dari APBD. Sebaliknya, Kota Mojokerto (20,7%) dan Sidoarjo (20,4%) menunjukkan komitmen tinggi pada sektor ini.

Bojonegoro menempati peringkat ketiga secara nominal (Rp762,05 miliar), tapi hanya 8,7% dari APBD—lebih rendah dari rata-rata provinsi. Sebagian besar anggaran tersedot untuk belanja pegawai (47%) dan barang/jasa (41%), sementara belanja modal hanya 12%. Bandingkan dengan Blitar dan Kediri, yang mengalokasikan lebih dari 20% anggaran kesehatannya untuk infrastruktur.

Baca Juga :   Tahun 2021, Bojonegoro Siap Jadi Kabupaten ODF

Contoh seperti Sidoarjo (26 rumah sakit, 171 apotek) memperlihatkan hubungan antara anggaran dan pemerataan sarana. Sayangnya, Bojonegoro belum mencapai titik itu meski anggarannya besar. Ketimpangan sarana di kecamatan pinggiran menandakan perlunya perubahan arah dalam perencanaan dan distribusi anggaran.

Jalan Keluar untuk Kesehatan Merata

Data menggarisbawahi perlunya perubahan strategi:

  • Bangun rumah sakit tipe C di Kedewan dan Ngambon, serta apotek di wilayah minim seperti Bubulan
  • Alokasikan lebih banyak anggaran untuk pembangunan sarana, bukan hanya biaya rutin
  • Ajak swasta, seperti perusahaan migas, mendirikan klinik di pinggiran
  • Tiru model Lamongan untuk distribusi sarana yang lebih adil

Harapan di Tangan Kepemimpinan Baru

Bojonegoro kini dipimpin oleh Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah, yang mengusung tagline Bojonegoro Bahagia, Makmur, dan Membanggakan. Data ketimpangan sarana kesehatan—dari Kedewan yang hanya punya satu puskesmas hingga Ngambon yang minim fasilitas—menjadi tantangan nyata bagi mereka.

Harapannya, kepemimpinan baru ini mampu mengalihkan anggaran besar untuk membangun rumah sakit dan puskesmas hingga pelosok, memastikan warga tak lagi menempuh jarak jauh untuk berobat. Pemkab Bojonegoro diharapkan mewujudkan akses kesehatan merata, mengurangi kesenjangan, dan membawa kebanggaan sejati bagi 1,36 juta warga.

Penulis : Syafik