Bojonegoro, damarinfo.com — Hari bersejarah Sumpah Pemuda tahun ini ternoda oleh aksi tak terpuji ratusan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Mereka meninggalkan lokasi upacara sebelum acara resmi berakhir. Tindakan indisipliner itu langsung memicu kemarahan Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono.
“Kita harus disiplin karena kita ini melayani masyarakat. Kalau ASN tidak menghargai forum dan tidak tertib, maka masyarakat juga tidak akan menghargai kita saat melayani mereka,” ujar Bupati Setyo Wahono dengan nada geram.
Menurutnya, ASN harus menjadi contoh, bukan malah menunjukkan sikap abai terhadap tata upacara kenegaraan.
Belanja ASN Terus Meningkat
Kemarahan Bupati terasa beralasan. Belanja pegawai ASN di Bojonegoro terus membengkak dalam beberapa tahun terakhir. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Pada 2019, belanja ASN tercatat sebesar Rp1,26 triliun. Angka itu sempat fluktuatif, namun sejak 2023 terus menanjak hingga mencapai Rp2,07 triliun pada 2025.
Belanja Pegawai di Bojonegoro ini menjadi terbesar ke dua se kabupaten/kota di Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Belanja Pegawai Kota Surabaya adalah Rp. 3,7 triliun,
Kenaikan ini bukan sekadar angka, tetapi cerminan beban fiskal yang semakin berat. Dari total belanja daerah tahun 2025 yang mencapai Rp7,8 triliun, sekitar 26 persen dialokasikan hanya untuk membayar gaji, tunjangan, dan tambahan penghasilan ASN.

Lonjakan ASN, Tantangan Baru Keuangan Daerah
Jumlah ASN Bojonegoro memang melonjak tajam dalam lima tahun terakhir. Data Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) mencatat, pada 2021 hanya terdapat 8.307 ASN, sementara pada 2025 jumlahnya mencapai 15.445 orang.
Lonjakan ini terutama berasal dari rekrutmen besar-besaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang kini mencapai 8.150 orang, sementara jumlah PNS tinggal 7.295 orang.
Lonjakan jumlah ASN yang begitu cepat memang memberi tantangan baru bagi keuangan daerah. Setiap pegawai bukan hanya membawa beban gaji, tetapi juga tanggung jawab pelayanan kepada publik.
Di titik inilah keseimbangan antara jumlah, kinerja, dan anggaran diuji. Belanja besar seharusnya sejalan dengan mutu kerja yang besar pula, bukan sekadar membengkak seperti waduk yang menampung air tanpa arah aliran yang jelas.

Komposisi Belanja ASN Tahun 2025
Dalam APBD 2025, pemerintah daerah mengalokasikan Rp1,30 triliun untuk belanja gaji dan tunjangan ASN serta Rp766,69 miliar untuk tambahan penghasilan ASN. Totalnya mencapai Rp2,07 triliun.
Jika dibandingkan dengan total ASN, setiap pegawai rata-rata “menghabiskan” sekitar Rp134 juta per tahun atau Rp11 juta per bulan dari kas daerah—angka yang menunjukkan tingginya biaya aparatur di sektor publik Bojonegoro.
Sebagian besar ASN juga menduduki jabatan fungsional (70%), sementara hanya sekitar 3 persen yang memiliki jabatan struktural. Artinya, mayoritas pegawai berada di posisi pelayanan langsung yang seharusnya bersentuhan dengan masyarakat.

Belanja Besar, Kinerja Harus Seimbang
Dengan komposisi belanja yang begitu besar, publik berhak menuntut ASN untuk menunjukkan kinerja, etika, dan disiplin yang lebih baik. Teguran Bupati di tengah upacara Sumpah Pemuda menjadi pengingat bahwa anggaran besar tanpa tanggung jawab moral hanyalah angka kosong.
Bojonegoro telah menyiapkan anggaran besar agar roda birokrasi berjalan lancar. Namun, tanpa kesadaran kolektif dari para aparatur, uang rakyat itu hanya akan menguap dalam rutinitas tanpa makna — seperti mesin besar yang berputar, tapi tak menghasilkan gerak kemajuan.
Teguran Bupati bukan sekadar luapan emosi, tetapi sinyal peringatan bahwa disiplin adalah fondasi pelayanan publik. ASN Bojonegoro diharapkan bukan hanya hadir di kantor dan upacara, tapi juga hadir dalam tanggung jawab dan keteladanan. Karena pada akhirnya, pengabdian yang sejati tak diukur dari gaji yang diterima, melainkan dari hormat masyarakat yang diperoleh.
Penulis : Syafik





