Bukan Sekadar Nama: Bodjanegara di Tengah Lintasan Sejarah
Pada awal abad ke-20, Bodjanegara—nama lama dari Bojonegoro—masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah, sebelum secara administratif berpindah ke Provinsi Jawa Timur pada tahun 1929. Wilayah ini saat itu terbagi dalam beberapa Afdeling, setara dengan distrik atau kawedanan yang membawahi beberapa kecamatan.
Namun lebih dari sekadar unit administratif, Bodjanegara menjadi salah satu titik penting penemuan artefak Hindu kuno pada masa kolonial. Berkat kerja para arkeolog dan pejabat kolonial Belanda, ratusan benda bernilai sejarah berhasil didokumentasikan melalui Inventaris der Hindoe Oudheden, sebuah katalog resmi yang merekam jejak peninggalan budaya Hindu-Buddha di tanah Jawa.
Bodjanegara: Ladang Harta Karun Arkeologis
Banyak penemuan benda-benda kuno dilakukan di ladang, hutan, pemukiman. Temuan ini bukan hanya berjumlah puluhan, tapi ratusan benda yang tersebar di berbagai distrik. Berikut ini adalah daftar lengkap 21 temuan penting berdasarkan dokumen kolonial:
No.*) | Benda yang Ditemukan | Lokasi Penemuan | Distrik (Afdeling) | Sumber Dokumen |
---|---|---|---|---|
1551 | Yoni, lumpang, arca Wisnu, Mahadewa, Ganesha | Bodjanegara**) | Afdeeling Bodjanegara | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1552 | Lumpang dari Sajang | Desa Sajang | Afdeeling Bodjanegara | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1553 | Wisnu kecil dengan 4 lengan, yoni pecah | Padukuhan Saban | Afdeeling Bodjanegara | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923); Foto B.G. II No. 226 |
1554 | Dua arca Ganesha, Nandi, batu tahun 1294 & 1313 | Hutan Ngloejoe | Afdeeling Bodjanegara | Brumund (1868), Groeneveldt (1887), Knebel (1910), Notulen 1880–1888 |
1555 | Tiga lempeng logam besar | Penggalian kanal utara | Afdeeling Bodjanegara | Notulen 1896; Inventaris Museum Batavia No. 2867, 2868, 3817 |
1556 | Perhiasan emas | Desa Kedoeng Banda | Afdeeling Pelem | Notulen 1913; Inventaris Museum Batavia No. 5276 |
1557 | Bejana dan bilah gamelan saron | Desa Bebet | Afdeeling Pelem | Notulen 1885; Groeneveldt (1887); Knebel (1910); Inventaris Mus. Bat. No. 3049, 3052 |
1558 | Beberapa lumpang | Sawah desa Bogangin | Afdeeling Pelem | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1559 | Ganesha | Halaman kediaman houtvester di Padangan **) | Afdeeling Padangan | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1560 | Yoni besar | Desa Batokan | Afdeeling Padangan | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1561 | Patung kecil Kyahi Derpo | Dekat desa Kelina | Afdeeling Padangan | Brumund (1868), Veth (1878), Notulen 1872–1873 |
1562 | Sisa bangunan “batu Majapahit” | Hutan jati dekat Djipangoeloe | Afdeeling Padangan | Risalah Rapat 1895 |
1563 | Sisa bangunan dan batu bertulis | Antara Banjoe Oerip dan sungai | Afdeeling Padangan | Risalah Rapat 1895 |
1564 | Dua cincin tembaga besar | Lembah Bengawan Solo, patok 40 | Afdeeling Padangan | Risalah Rapat 1898 & 1899 |
1565 | Ganesha kecil, tiang bundar | Padukuhan Pandean, Kalangan | Afdeeling Tambak Redja | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1566 | Mahadewa dengan tengkorak, lingga, batu candi | Padukuhan Djeroek, Ngela | Afdeeling Tambak Redja | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1567 | Lumpang | Hutan jati padukuhan Kedoeng | Afdeeling Tambak Redja | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1568 | Lempeng tembaga bertulisan | Sekar | Afdeeling Tambak Redja | Krom (1911), Brandes (1913) |
1569 | Dua bejana logam | Desa Beget | Afdeeling Ngoempak | Notulen 1886; Groeneveldt (1887); Knebel (1910); Inventaris Mus. Bat. No. 3050 |
1570 | Periuk Jawa Kuno + lumpang andesit | Kloempang | Afdeeling Ngoempak | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
1571 | Blok batu piramida dengan relief | Banaredja | Afdeeling Ngoempak | Inventaris Hindoe Oudheden, Deel 2 (1915–1923) |
- No mengikuti nomor inventari dalam laporan belanda
- dihalaman pejabat setelah benda ditemukan ditempat yang lain, di tempatkan di halaman para pejabat.
Kisah Penemuan dan Pelestarian
Banyak dari benda-benda ini ditemukan di sawah, hutan jati, atau bekas pemukiman kuno. Misalnya, sebuah lumpang batu dari desa Maling Mati , ditemukan di tengah hutan jati dan akhirnya dibawa ke Bodjanegara. Demikian pula patung Ganesha dari desa Kalangan , yang meskipun rusak, tetap menjadi simbol penting keberadaan bangunan suci di masa lalu.
Beberapa benda, seperti periuk Jawa Kuno dari Kloempang dengan empat pegangan dan blok batu berbentuk piramida dari Banaredja , menunjukkan tingkat seni dan teknologi yang tinggi. Batu piramida ini diduga merupakan bagian atas dari meru , bangunan suci yang digunakan dalam upacara keagamaan.
Sayangnya, tidak semua benda bisa diselamatkan. Beberapa telah hilang, seperti lembaran tembaga bertulisan dari Sekar atau patung Kyahi Derpo dari Kelina yang menghilang tanpa jejak sejak tahun 1882.

Peran Ilmuwan dan Museum
Selama abad ke-19 dan awal abad ke-20, para ilmuwan Belanda seperti Dr. R.D.M. Verbeek memimpin upaya pengumpulan dan dokumentasi benda-benda kuno ini. Mereka mencatat setiap temuan, mengabadikannya dalam foto, dan menyimpannya di museum-museum seperti Museum Nasional Indonesia (Batavia) .
Namun, tak semua benda sampai ke museum. Ada yang tersimpan di halaman kediaman pejabat kolonial, seperti arca Ganesha di rumah pengawas hutan di Padangan. Ada juga yang hanya tercatat dalam laporan, namun kemudian hilang, seperti dua cincin tembaga besar dari lembah Bengawan Solo yang dibeli oleh Bataviaasch Genootschap tapi tidak pernah sampai ke koleksi resmi.
Mewarisi Masa Lalu: Tugas Kita Hari Ini
Lebih dari seratus tahun telah berlalu sejak catatan Inventaris Hindoe Oudheden ditulis. Tapi pertanyaan-pertanyaan penting masih mengendap:
Di mana kini artefak-artefak itu? Siapa yang merawatnya? Dan sejauh mana Bojonegoro hari ini mengenal warisan budayanya sendiri?
Bojonegoro bukan sekadar daerah agraris atau penghasil migas. Ia adalah tanah warisan, tempat yoni dan arca Ganesha bersaksi tentang masa lalu spiritual dan peradaban tinggi.
Kini tugas kita bukan hanya menengok ke belakang, tetapi menghidupkan kembali makna sejarah—agar warisan budaya ini tak terkubur oleh waktu dan pembangunan tanpa akar.
Penulis : Syafik
Sumber : delpher.nl diterjemahkan dengan chat.qwen.ai