damarinfo.com – Pernahkah Anda membayangkan apa yang tersembunyi di balik lereng-lereng hijau Gunung Pandan di Bojonegoro? Di tahun 1935, sebuah artikel dari koran Belanda De Indische Courant membawa kita pada petualangan waktu, menguak kisah kuno yang tersimpan dalam tanah pegunungan itu. Bukan hanya pemandangan indah, tetapi juga jejak-jejak kehidupan purba yang menanti untuk diceritakan.
Dari Gunung Pandan, para peneliti waktu itu menemukan sesuatu yang luar biasa: sebuah gading fosil dan gigi fosil dari kuda nil, hewan yang sudah lama punah di Jawa. Bayangkan, ratusan ribu tahun lalu, makhluk raksasa itu pernah berjalan di tanah ini. Tak hanya itu, sebuah tanduk fosil banteng liar juga ditemukan, menambah bukti bahwa kawasan ini pernah menjadi rumah bagi fauna purba. Kisah-kisah ini seolah membisikkan rahasia alam yang terpendam, menunggu untuk didengar.

Tapi bukan hanya fosil hewan yang menarik perhatian. Di etalase Museum Sejarah Provinsi dan Kota di Tesaisari, benda-benda prasejarah dari Gunung Pandan menjadi sorotan. Ada sebuah kapak batu berusia antara 4.000 hingga 5.000 tahun, sebuah pecahan batu kasar yang diasah di sisinya. Kapak ini begitu istimewa karena keberadaannya di Jawa baru diketahui beberapa tahun sebelum artikel itu ditulis. Di dekat Malang, delapan kapak serupa ditemukan, bahkan mungkin lebih tua, mengubah pemahaman bahwa bentuk kapak ini tidak ada di Jawa—meski sudah dikenal di Sulawesi Utara.
Sebagai perbandingan, dipajang pula sebuah kapak batu modern milik suku Papua, yang diasah dengan rapi dan tampak begitu berbeda. Dari masa neolitikum, ada pula kapak kecil dan batu berbentuk gada berusia 2.000 hingga 3.000 tahun, serta benda-benda dari masa mesolitikum yang masih kasar. Ada juga pahat dalam tahap pembentukan dan sebuah papan kecil yang dikerjakan secara sederhana, masing-masing membawa cerita tentang kehidupan manusia purba di tanah ini.
Tak ketinggalan, sebuah penyu batu yang digunakan sebagai amulet, disebut gono, dan sebuah batu akik yang menyerupai kepala hewan—diciptakan alami oleh alam—menambah daya tarik. Orang-orang kuno percaya batu ini dikirim langsung oleh dewa, membawa kekuatan magis. Bahkan, beberapa kelereng kaca dari Tiongkok, yang diduga masuk ke Jawa pada awal Masehi, dipamerkan. Kelereng ini bukan mainan biasa; mereka digunakan sebagai pelindung dari mabuk laut, disimpan di mulut sebagai amulet.
Dari kedalaman sumur di Paternon, Surabaya, ditemukan sebuah potongan batang pohon yang membatu dan batu gesek, keduanya lebih dalam dari dasar laut kuno. Benda-benda ini membawa kita lebih jauh ke masa lalu, mengajak kita merenung tentang bagaimana bumi ini berubah seiring waktu. Dan yang menarik, museum ini rutin memperbarui koleksinya, sehingga selalu ada sesuatu yang baru untuk dilihat.
Kisah dari Gunung Pandan ini bukan sekadar cerita tua. Ia adalah jendela menuju sejarah panjang Bojonegoro, tempat di mana alam dan manusia purba saling bercerita. Mungkin suatu hari, jejak-jejak ini akan menginspirasi kita untuk menjelajahi kembali pegunungan itu, mencari petunjuk lain dari masa lalu yang masih tersembunyi di tanah Bojonegoro.
Penulis : Syafik
Sumber : (De indisceh courant edisi 30-07-1935 diunduh dari laman delpher.nl, diterjemahkan dengan grok.com)