damarinfo.com –Angka kematian bayi (AKB)—jumlah bayi yang meninggal sebelum usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup—adalah barometer sensitif kualitas hidup suatu daerah. AKB bukan hanya soal rumah sakit, tapi juga tentang kesiapan bidan desa, gizi keluarga, akses air bersih, hingga pengetahuan dasar ibu hamil.
Berdasarkan Long Form Sensus Penduduk 2020 yang dirilis BPS pada Februari 2023, rata-rata AKB Jawa Timur tercatat 13,69. Namun di balik angka itu, tampak ketimpangan besar antarwilayah.
Kota-kota seperti Surabaya (10,30), Mojokerto Kota (10,31), dan Kediri Kota (10,48) menunjukkan keberhasilan layanan kesehatan perkotaan. Sebaliknya, daerah seperti Bondowoso (19,66), Situbondo (19,58), dan beberapa wilayah di Madura mencatat AKB yang hampir dua kali lipat rata-rata provinsi.
Ini menunjukkan bahwa peluang hidup seorang bayi sangat bergantung pada tempat tinggalnya.
Bojonegoro: Di Tengah, tapi Belum Aman
Kabupaten di pesisir Bengawan ini mencatat AKB sebesar 13,76, sedikit lebih tinggi dari rata-rata provinsi. Artinya, dari setiap 1.000 bayi yang lahir hidup, sekitar 14 di antaranya tidak sempat merayakan ulang tahun pertama.
Jika dibandingkan dengan Tuban (13,57) dan Lamongan (13,17), Bojonegoro memang tidak buruk, tapi juga belum aman. Angka tersebut mencerminkan celah besar dalam sistem perlindungan bayi—baik secara medis, sosial, maupun edukatif.
Apakah ini karena akses layanan kesehatan di desa masih terbatas? Atau karena minimnya kontrol kehamilan? Mungkin juga karena jumlah bidan di kecamatan pinggiran tidak memadai? Bisa jadi semuanya berperan.

Data Dinas Kesehatan: Turun Tajam, Tapi…
Dalam Laporan Kinerja 2024, Dinas Kesehatan Bojonegoro mencatat penurunan AKB yang sangat tajam: hanya 5,76. Ini jauh lebih rendah dari angka BPS 2020. Lebih menarik lagi, target yang dipatok dalam Rencana Strategis (Renstra) adalah 4,27—angka yang bahkan sekelas dengan negara maju.
Bahkan, jika dibandingkan dengan target Renstra sebesar 4,27, capaian ini baru memenuhi 65,11% dari target. Sekilas tampak mengesankan, tapi perlu kita cermati lebih dalam.
Perbedaan angka antara BPS dan Dinkes bukan cuma soal tahun pengukuran, tapi juga soal metodologi.
BPS menghitung berdasarkan sensus rumah tangga, yang menjangkau semua kalangan—termasuk yang melahirkan di rumah tanpa tenaga medis. Sementara itu, Dinkes hanya mencatat laporan dari fasilitas kesehatan. Maka, sangat mungkin terjadi banyak kematian bayi yang tidak tercatat.
Kondisi ini menciptakan data gap—dan gap ini bisa menyesatkan bila tidak dipahami konteksnya.

Dua Data, Satu Kenyataan
Kita kini berdiri di antara dua angka: angka BPS yang tinggi dan angka Dinkes yang tampak optimistis. Namun bukan berarti salah satu salah.
Perbedaan data bukan untuk dipertentangkan, tapi justru menjadi peluang untuk melihat persoalan lebih utuh.
Pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan dan Bappeda, perlu bersinergi dengan BPS untuk melakukan sinkronisasi data. Dari situlah bisa lahir strategi yang realistis dan ambisius.
Karena apa artinya target 4,27 kalau masih ada bayi yang meninggal karena tak tertangani, atau ibu yang tak tahu tanda-tanda bahaya kehamilan karena edukasi tak pernah sampai ke kampungnya?
Dari Data ke Aksi
Angka kematian bayi bukan sekadar statistik. Ia adalah alarm kemanusiaan. Kita tidak boleh puas hanya karena grafik terlihat menurun.
Bojonegoro punya potensi. Anggaran ada. Tenaga tersedia. Yang dibutuhkan sekarang adalah kepekaan dan keberpihakan terhadap mereka yang paling kecil dan paling rentan.
Mari dorong bersama:
-
Pemetaan keluarga berisiko tinggi secara by-name by-address.
-
Edukasi berkelanjutan bagi ibu hamil dan remaja putri tentang kesehatan dan perawatan bayi.
-
Penguatan Posyandu sebagai garda depan kesehatan desa.
-
Komitmen lintas sektor—karena Dinas Kesehatan tidak bisa bekerja sendirian.
Menyelamatkan satu bayi bukan sekadar indikator kinerja. Ia adalah cermin kemanusiaan kita sebagai masyarakat.
Penulis : Syafik
Sumber data : Hasil Sensus Long Form 2020 Provinsi Jawa Timur (rilis 2023), BPS Jawa Timur, Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 Kabupaten Bojonegoro, (rilis 2023) BPS Bojonegoro , Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro 2024 diunduh dari sakip.bojonegorokab.go.id