Alarm Pernikahan Anak di Bojonegoro: Usia 12 Tahun Sudah Ajukan Dispensasi

oleh 137 Dilihat
oleh
(Ketua Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Sholikin Jamik)

Jawa Timur: Pusat Perhatian dalam Isu Pernikahan Dini

Data Pengadilan Agama Jawa Timur periode Januari–Juni 2025 mencatat angka yang mengkhawatirkan. Sebanyak 3.552 permohonan dispensasi kawin diajukan, dan 93,7% di antaranya dikabulkan. Ini berarti, setiap hari rata-rata 20 anak menikah sebelum cukup usia.

Lebih dari itu, 73,6% pemohon hanya mengenyam pendidikan sampai SD atau SMP. Angka ini mengungkap fakta penting: ketika anak-anak putus sekolah, mereka berada di jalur rawan menuju pernikahan dini. Tanpa keterampilan dan pendidikan memadai, mereka berisiko terjebak dalam siklus kemiskinan yang berulang.

Bojonegoro: Ada Kabar Baik di Tengah Tantangan

Di tengah situasi tersebut, Bojonegoro menunjukkan tren positif. Ketua Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro, Solikhin Jamik, menyampaikan bahwa jumlah dispensasi kawin menurun dari 228 kasus pada 2024 menjadi 205 kasus di tahun 2025.

“Ini kabar baik, tetapi kita harus terus mencari akar persoalan dan memperkuat pencegahan dari hulu,” tegasnya.

Solikhin juga menegaskan bahwa data di pengadilan hanya mencerminkan kasus yang berhasil terdeteksi. Kemungkinan besar, masih banyak pernikahan anak yang terjadi tanpa tercatat secara resmi.

Perbandingan dengan Kabupaten Sekitar

Jika dibandingkan dengan daerah tetangga, Bojonegoro masih mencatat angka yang tertinggi diantara kabupaten tetangga yakni 205 perkara:

  • Tuban: 140 kasus

  • Lamongan: 94 kasus

  • Nganjuk: 82 kasus

  • Ngawi: 38 kasus

Baca Juga :   Pemkab Blora dan Pengadilan Agama Sepakat Pernikahan Dini Harus Dicegah

Posisi ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan di Bojonegoro masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal edukasi dan pemberdayaan remaja.

Wilayah dengan Permohonan Dispensasi Relatif Tinggi

Ketua Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro, Solikhin Jamik,menegaskan bahwa permohonan yang masuk ke pengadilan agama sebenarnya sudah merupakan bentuk penanganan terakhir. Ia juga menjelaskan, data menunjukkan bahwa wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi menjadi pemohon dispensasi kawin terbanyak, seperti Kedungadem, Tambakrejo, Dander, Temayang, Ngasem, Sugihwaras, dan Baureno.

Data Pengadilan Agama Bojonegoro mencatat sebaran wilayah dengan angka permohonan lebih tinggi dibanding wilayah lain. Penyebabnya beragam—mulai dari keterbatasan akses pendidikan hingga minimnya informasi tentang kesehatan reproduksi.

Berikut rincian wilayah dengan permohonan terbanyak:

1. Kedungadem

  • 27 kasus

  • Desa Ngrandu mencatat 5 kasus, menjadi salah satu titik dengan laporan tertinggi.

2. Tambakrejo

  • 18 kasus

  • Desa Malingmati dan Mulyorejo masing-masing menyumbang 4 kasus.

3. Dander, Temayang, dan Ngasem

  • Dander: 18 kasus

  • Temayang: 13 kasus

  • Ngasem: 13 kasus

Solikhin juga membagikan satu kasus yang paling menyentuh hati:

“Ada anak usia 12 tahun yang mengajukan dispensasi, meskipun akhirnya ditolak.”

Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa perlindungan terhadap anak harus dimulai sejak dini.

Akar Tantangan yang Masih Harus Diatasi

Beberapa tantangan utama yang mendorong terjadinya pernikahan anak di Bojonegoro meliputi:

Baca Juga :   Malang Punya Janda Terbanyak di Jatim Tahun 2021, Bagaimana Bojonegoro?

1. Pendidikan Terbatas

Banyak anak tidak melanjutkan ke SMA/SMK karena biaya dan jarak sekolah yang jauh. Kondisi ini mendorong sebagian orang tua untuk memilih menikahkan anaknya.

2. Norma Sosial yang Mendukung Pernikahan Muda

Sebagian masyarakat masih memandang menikah muda sebagai cara menyelesaikan persoalan sosial atau menjaga nama baik keluarga.

3. Tekanan Ekonomi

Kondisi ekonomi yang terbatas membuat keluarga merasa lebih ringan jika anak sudah menikah dan “berpindah tanggungan.”

4. Minimnya Edukasi Kesehatan Reproduksi

Kurangnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi menyebabkan banyak remaja mengalami kehamilan tidak direncanakan, yang kemudian menjadi alasan utama pengajuan dispensasi kawin.

Menuju Bojonegoro Bebas Pernikahan Anak

Penurunan dari 228 menjadi 205 kasus menunjukkan bahwa perubahan bukan hal yang mustahil. Namun, perjalanan menuju Bojonegoro yang bebas dari praktik pernikahan anak masih panjang.

Setiap angka dalam data ini mewakili anak-anak yang masa depannya perlu kita jaga bersama. Dengan dukungan dari berbagai pihak—pemerintah, tokoh masyarakat, pendidik, hingga keluarga—Bojonegoro bisa menjadi contoh keberhasilan dalam memutus rantai pernikahan anak.

“Anak-anak adalah masa depan yang harus dijaga, bukan sekadar angka di data dispensasi kawin.”

Penulis : Syafik

Sumber data : Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Pengadilan Agama Bojonegoro