Warga Menulis
Raperda Penyelenggaraan Pendidikan Bojonegoro antara Realitas dan Formalitas

oleh
oleh
(Grafis Raperda Pendidikan. Editor : Syafik)

Oleh : M.Yazid Mar’i/ Korpres KAHMI Bojonegoro pereode 2015-202

Salah satu kebutuhan dasar manusia dalam kehidupannya adalah pendidikan. Hal ini karena pendidikan dalam prosesnya akan membantu manusia dalam mengembangkan dirinya serta membantunya bertahan hidup di zamannya. Pernyataan ini inheren dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3,  bahwa tujuan dan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, mulai dari dalam kandungan, usia balita, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lalu siapakah yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan?

Memperhatikan Pembukaan UUD 1945 alenia 4, cukup jelas bahwa negara memiliki tanggung jawab mutla terhadap penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dipertegas dengan batang tubuh UUD Pasal 31 hasil amandemen, yaitu: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Selain negara, yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan adalah masyarakat, sebagaimana dijamin UU nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas pasal (8) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Dan pasal (9) Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Baca Juga :   Bupati Anna Berhalangan Hadir atas Undangan Polisi Bojonegoro

Elemen ketiga yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan adalah keluarga. Hal ini sebagaimana pengertian keluarga menurut bapak pendidikan Indonesia  Ki Hajar Dewantara. Menu keluarga adalah kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih, demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya (termasuk kepentingan tentang pendidikan).

Juga seperti dijelaskan dalam Alquran surat at tahrim (66):6 yang Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Demikian halnya dalam konsepsi agama kristen. Tuhan berfirman di Efesus 6:4  “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”.

Jadi jelas sekali bahwa elemen yang bertanggungjawab terhadap pendidikan anak, selain negara, masyarakat, juga orang tua.

Memperhatikan begitu kompleksnya prihal yang menyangkut pendidikan berikut siapa yang bertanggungjawab penyelenggaraanya, tentu Raperda penyelggaraan pendidikan yang kemudian akan ditetapkan menjadi perda di Bojonegoro, tentu haruslah memperhatikan aspek-aspek yang demikian kompleks; religius, hukum, budaya dan kearifan lokal, agar Raperda bersifat membumi, bukan melangit. Dalam arti lain Raperda haruslah berpijak pada kemungkinan untuk mampu di realisasikan pada obyeknya dan tidak sekedar bersifat formalitas (sekedar dibuat). Tidak terjadi benturan kepentingan atau bersifat ambigu bahkan rasialisme atau sadisme.

Beberapa poin Raperda Penyelenggaraan Pendidikan tahun 2020 yang setidaknya dapat memicu persoalan diantaranya:

1. Bab I pasal 1 ayat (18), prihal takhasus Diniyah di SMA/SMK.

Pada poin ini perlu sinkronisasi dan perencanaan secara maksimal dan sistematis, diantaranya:

a. Bahwa SMA/SMK merupakan kewenangan pemerintah propinsi karenanya dibutuhkan kesefahaman dalam pelaksanaanya. Jika tidak dimungkinkan terjadi benturan kepentingan dalam realisasinya di lapangan.

b.bahwa pelaksanaanya tetap mempertimbangkan PP 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara dawrah propinsi dan kabupaten/kota.

c. Bahwa pelaksanaannya dibutuhkan kurikulum serta tenaga yang profesional dibidangnya yang dalam realitasnya dilapangan masih sangat minim.

Baca Juga :   Tanpa Kehadiran Fraksi PPP, Rapat Paripurna PA Fraksi Tetap Berjalan

2. Bab VIII pasal 17 ayat (2.a) muatan lokal BTQ (Baca Tulis Alquran)

Poin ini juga dibutuhkan tenaga yang profesional dibidangnya, mengingat realitasnya jumlah tenaga masih minim

(Grafis Pasa 41 Ayat 1 Raperda Pendidikan. Editor: Syafik)

3. Bab 21 pasal 41 ayat (1)

Terdapat diktum yang berbeda bunyi : ….. Bagi setiap orang tua yang tidak mengikutsertakan anaknya pada program wajar Dikdas 9 (sembilan) tahun dan pendidikan menengah universal diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda Rp 50.000.000.

Dalam poin ini pemerintah daerah semestinya perlu memperhatikan:

a. Sisi ekonomi

Setiap orang tua pasti bercita-cita anaknya akan lebih baik dan sejahtera hidupnya dari dirinya. Sehingga ia berkeinginan kuat anaknya memiliki pendidikan setinggi mungkin. Namun persoalan ekonomi seringkali memaksa orang tua mengizinkan anaknya bekerja membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Maka ketika anaknya tidak ikut serta dalam wajar Dikdas dan atau yang dimaksud pada pasal, bukanlah sebuah keinginan melainkan karena himpitan ekonomi dan keterpaksaan.

b. Sisi konsepsi berfikir

Konsep “mikul duwur mendhem jero” dikalangan masyarakat menjadikan seorang anak ingin berbakti pada orang tuanya dengan bekerja demi pendidikan adik-adiknya dan membantu memenuhi beban hidup keluarga.

c. Sisi pasar

Pendidikan memang bukan satu-satunya alat untuk memenuhi pekerjaan yang layak, melainkan untuk mencari ilmu. Namun demikian realitas sosial di masyarakat, dimana pasca sekolah tidak ada jaminan untuk bekerja dan/ atau pemerintah tidak memberikan jaminan kerja. Maka mendapat  pekerjaan menjadi lebih penting dari pada sekolah

Memperhatikan ini semua, maka jika ini diterapkan terhadap orang tua, sementara negara yang dalam hal ini pemerintah kabupaten tidak melakukan poin yang sama, tentu warga negara dapat menuntut dengan sanksi yang minimal sama atau lebih.

Sebagai bagian dari masyarakat tentu ada harapan besar sebelum Raperda ditetapkan sebagai Perda, pemerintah kabupaten harus menyiapkan segala hal yang menyagkut pelaksanaanya, untuk menghindari lahirnya perda yang sekedar melangit dan tidak membumi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *