Turunnya Wahyu Pertama – Awal Misi Kenabian di Gua Hira

oleh 84 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by chatgpt)

damarinfo.comMencari Makna di Kesunyian. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan Quraisy, Muhammad bin Abdullah merasa gelisah. Kota Makkah dipenuhi kemusyrikan, ketidakadilan, dan moral yang merosot. Ia sering mengasingkan diri ke Gua Hira, sebuah tempat sunyi di Jabal Nur, untuk merenung dan beribadah kepada Allah yang Maha Esa. Setiap tahun, di bulan Ramadhan, ia berdiam di sana, menjauh dari kebisingan dunia.

Pada suatu malam yang penuh keajaiban, tepatnya tanggal 17 Ramadhan, di usia 40 tahun, Muhammad mengalami sesuatu yang mengubah sejarah dunia selamanya. Saat sedang beribadah, tiba-tiba cahaya memenuhi gua, dan suara lantang memanggilnya, “Iqra’!

Jibril dan Wahyu yang Menggetarkan

Sosok itu adalah Malaikat Jibril, yang datang membawa wahyu pertama dari Allah. Muhammad gemetar, bingung, dan ketakutan. Ia menjawab, “Aku tidak bisa membaca!” Jibril merengkuhnya erat, seakan ingin menanamkan sesuatu dalam hatinya. “Iqra’!” perintah itu terdengar lagi, namun Muhammad tetap menjawab hal yang sama.

Lalu Jibril menyampaikan firman Allah:

Baca Juga :   Bilal bin Rabah – Dari Perbudakan Menuju Kemuliaan

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)

Kata-kata itu begitu kuat dan mendalam. Muhammad merasa dadanya terbakar oleh sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ini adalah awal dari tugas besar: menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia.

Ketakutan dan Pelukan Khadijah

Dalam keadaan gemetar, Muhammad turun dari Gua Hira dan bergegas pulang. Setibanya di rumah, ia berkata kepada istrinya, Khadijah binti Khuwailid, “Selimuti aku! Selimuti aku!” Khadijah dengan penuh kasih menyelimutinya, membiarkannya tenang. Setelah beberapa saat, Muhammad menceritakan apa yang terjadi.

Mendengar kisah suaminya, Khadijah tak ragu sedikit pun. Ia meyakinkan Muhammad bahwa Allah tidak akan membiarkannya tersesat. “Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu! Engkau selalu menyambung silaturahmi, membantu orang miskin, menghormati tamu, dan menolong mereka yang tertindas.

Baca Juga :   Abu Ubaidah bin Al-Jarrah – Sang Kepercayaan Umat

Pergi ke Waraqah bin Naufal

Untuk mencari jawaban, Khadijah membawa Muhammad ke sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang ahli kitab yang memahami Injil dan Taurat. Setelah mendengar cerita Muhammad, Waraqah berkata, “Ini adalah Namus (Jibril) yang dahulu datang kepada Musa. Andai aku masih muda dan hidup di saat kaummu mengusirmu!

Muhammad terkejut. “Apakah mereka akan mengusirku?” tanyanya.
Waraqah mengangguk, “Tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa, kecuali ia dimusuhi. Jika aku masih hidup saat itu, aku akan membelamu.

Dengan turunnya wahyu ini, Muhammad bukan lagi seorang pedagang yang jujur, tetapi seorang utusan Allah. Ia membawa kebenaran di tengah masyarakat yang penuh kesyirikan. Namun, perjalanan ini baru saja dimulai—ujian dan tantangan telah menantinya di depan.

Penulis : Syafik

Sumber Kitab dan Rujukan:

  • “Shahih Al-Bukhari” – Hadis tentang wahyu pertama
  • “Sirah Ibnu Hisyam” – Riwayat lengkap perjalanan kenabian
  • “Ar-Rahiq Al-Makhtum” – Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *