Bojonegoro – Anggota Komisi B DPRD Bojonegoro Lasuri mengatakan, pada prinsipnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro yaitu bupati meminta pengelolaan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan agar sesuai program Pemkab. Yakni dalam pengajuan CSR dari Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) di Bojonegoro. “Jadi Pemkab itu bukannya mengelola anggarannya namun pengajuan programnya ke K3S,” ujarnya pada damarinfo.com Sabtu, 18-1-2020.
Pernyataan Lasuri ini usai disampaikan usai Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro melakukan rapat kerja dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bojonegoro. Di acara itu disinggung soal CSR dari perusahaan migas.
Lasuri melanjutkan, pihaknya mendukung Pemerintah Bojonegoro atas langkah tersebut. Yaitu supaya CSR yang dikeluarkan perusahaan sesuai kebutuhan masyarakat dan dapat dinikmati rakyat. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara program Pemerintah Bojonegoro. Dari pengamatan selama ini terjadi tidak sesuai kebutuhan dan tidak ada korelasinya antara Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (Silpa) besar dengan CSR. “Ini saya sampaikan meski bukan sebagai partai pendukung pemerintah, tapi hanya ingin meluruskan saja atas kebijakan Pemerintah Bojonegoro,” tegas politisi Partai Amanat Nasional ini.
Pimpinan Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Rakyat (LBH) Akar Anam Warsito mengatakan, rencana Pemerintah Kabupaten Bojoengoro mengelola dana CSR dinilai tidak lazim. Pasalnya menurut mantan Anggota Komisi A DPRD Bojonegoro ini, pemerintah setempat sudah mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Sementara CSR adalah wilayah pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sehingga idealnya dikelola oleh masyarakat atau kelompok masyarakat.“Karena masyarakat yang mengetahui kebutuhanya sendiri,” ujarnya.
Meski demikian, di Indonesia sendiri Undang-undang tentang Tanggung Jawa Sosial Perusahaan (TJSP) atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) sampai saat ini belum disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia ( DPR RI). Padahal pembahasan ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak tahun 2017.
Namun demikian ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang secara tersurat maupun tersirat yang mengatur tentang TJSP atau CSR ini. Setidaknya ada delapan Peraturan yakni
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 ayat (1).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas Pasal 4 ayat (1).
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU Penanaman Modal. Pasal 15 huruf b.
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi UU Minyak dan Gas Bumi, Pasal 11 ayat (3) huruf p.
5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara UU Minerba, Pasal 108 ayat (1).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 108
7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi UU Panas Bumi, Pasal 65 ayat (2) huruf b
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, Pasal 36 ayat (1) huruf c dan Pasal 36 ayat 2 dan Pasal 41 ayat (3)
Sementara di Bojonegoro sendiri sudah ada Peraturan Daerah tentang Tanggung Jawab Sosial perusahaan, yakni Perda nomor 5 Tahun 2015.
Penulis : Syafil/Rozikin
Editor : Sujatmiko