damarinfo.com – Bojonegoro menetapkan target Gini Rasio sebesar 0,277 untuk tahun 2025. Terdengar hebat? Mungkin terlalu hebat. Sebab jika ditelaah lebih dalam, angka ini bukan sekadar ambisi, tapi bisa jadi jebakan optimisme yang tak berdasar, terutama jika dilihat dari waktu pelaksanaan dan dinamika ekonomi yang ada.
Bojonegoro: Pernah Merata, Kini Mulai Retak
Bojonegoro sempat mencatatkan prestasi ketimpangan rendah di tahun 2022, dengan Gini Rasio 0,280. Namun, dua tahun terakhir menunjukkan gejala yang patut dikhawatirkan:
Tahun | Gini Rasio Bojonegoro |
---|---|
2022 | 0,280 |
2023 | 0,283 |
2024 | 0,310 |
Kenaikan tajam ke 0,310 di tahun 2024 menandakan adanya pergeseran distribusi pengeluaran yang makin timpang. Sementara ekonomi Bojonegoro mulai mencari arah baru pasca kejayaan migas, ketimpangan malah tumbuh kembali, pelan tapi pasti.
Waktu Terlalu Sempit untuk Target Terlalu Besar
Mari kita lihat konteks waktunya. Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah dilantik pada 20 Februari 2025. Namun, KUA-PPAS Perubahan baru disepakati akhir Juni dan APBD Perubahan kemungkinan efektif berjalan mulai Agustus.
Artinya, program-program prioritas yang mampu memengaruhi ketimpangan baru bisa berjalan maksimal 4 bulan menjelang akhir tahun. Apakah dalam waktu sesingkat itu ketimpangan bisa ditekan drastis? Rasanya tidak masuk akal.
Untuk menurunkan Gini dari 0,310 ke 0,277, Bojonegoro perlu memangkas ketimpangan lebih dari 10 persen hanya dalam satu tahun fiskal yang tidak penuh. Bahkan di tahun-tahun normal, penurunan seperti itu nyaris tak pernah terjadi.
Siapa yang Menyodorkan Target Ini?
Target-target dalam RPJMD bukan hasil kontemplasi kepala daerah semata. Ia lahir dari proses teknokratis yang melibatkan usulan dinas-dinas teknis (OPD), perencana, dan konsultasi sektoral. Dalam praktiknya, angka-angka ini sering kali dipoles agar tampak progresif, tanpa memperhitungkan realitas pelaksanaannya.
Kepala daerah yang baru dilantik belum tentu diberi ruang cukup untuk menguji kelayakan target tersebut. Bisa jadi, angka Gini 0,277 tampak bagus di layar presentasi, tapi berbahaya saat dijadikan komitmen publik—karena terlalu tinggi ekspektasinya, dan terlalu kecil peluang pencapaiannya.
RPJMD Masih Bisa Dikoreksi: Waktunya Bertindak
Saat ini, RPJMD 2025–2029 masih dalam proses pembahasan dengan DPRD. Ini adalah momen krusial untuk mengoreksi target yang tidak realistis, bukan hanya demi akurasi data, tapi untuk menjaga kredibilitas arah pembangunan lima tahun ke depan.
Menurunkan ketimpangan bukan urusan 4 bulan kerja, tapi soal arah kebijakan yang konsisten. Akan lebih jujur dan berdampak jika target Gini 0,277 dipasang untuk tahun 2027 atau 2028, saat program prioritas sudah berjalan penuh dan bisa dievaluasi dampaknya.
Jangan Jadikan Angka Sekadar Hiasan
Indeks Gini bukan kosmetik perencanaan. Ia mencerminkan ketimpangan yang benar-benar dirasakan masyarakat: dari petani yang kehilangan daya beli, buruh yang terjebak kerja informal, hingga warga desa yang belum tersentuh program pemberdayaan.
Jika kita menyepakati target yang tidak bisa dicapai sejak awal, maka yang kita bangun adalah rencana yang kosong substansi. Kepala daerah tidak butuh angka yang sedap dibaca, tapi arah yang bisa dikerjakan.
RPJMD adalah kompas, bukan brosur. Jika target Gini 0,277 untuk tahun 2025 adalah arah yang salah, lebih baik kita ubah sekarang. Karena melanjutkan kebijakan dengan fondasi rapuh hanya akan menyisakan kekecewaan di akhir masa jabatan.
Penulis : Syafik
Sumber : BPS Jawa Timur