damarinfo.com – Bayangkan ini: Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menargetkan pertumbuhan ekonomi non-migas sebesar 6,65% – 7,18% di tahun 2025. Padahal, tahun 2024 saja capaiannya hanya 5,15%. Tak cukup sampai di situ, mereka juga ingin menurunkan angka kemiskinan dari 11,69% ke 10,37%, dan mengurangi pengangguran terbuka dari 4,42% menjadi 3,63%. Kedengarannya keren, ya? Tapi tunggu dulu, waktu yang tersedia untuk mewujudkannya cuma 5 bulan. Serius.
Waktu Melejit, Target Meledak
Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah dilantik pada 20 Februari 2025. Tapi APBD 2025 sudah disahkan sebelum mereka datang. Jadi, program mereka baru bisa masuk lewat Perubahan APBD, yang disusun lewat dokumen KUA-PPAS dan disetujui DPRD pada akhir Juni. Proses penyusunan APBD Perubahan minimal butuh 2 minggu. Artinya, program baru mereka paling cepat bisa dijalankan pertengahan Juli. Dari situ ke Desember, waktu efektifnya hanya 5 bulan.
Lima bulan, tapi targetnya selevel rencana lima tahun.

Ekonomi Non-Migas: Mau Lari atau Terbang?
Coba kita lihat ke belakang. Sejak 2011, pertumbuhan ekonomi non-migas Bojonegoro tidak pernah menyentuh angka 7%. Rata-ratanya mentok di kisaran 5-6 persen. Tahun 2024 sendiri hanya 5,15%. Tapi sekarang, dalam waktu sempit, kita ingin lompat ke 7,18%?
Ini bukan akselerasi, ini seperti langsung tancap gas di tanjakan tanpa ngecek rem. Kalau nggak kuat, ya mundur.

Turunkan Kemiskinan dan Pengangguran: Sanggup?
Target penurunan kemiskinan juga bikin napas sesak. Dari 11,69% ke 10,37% dalam waktu lima bulan berarti butuh penurunan 1,32 poin. Sebagai perbandingan, penurunan dalam 10 tahun terakhir rata-rata cuma 0,6 poin per tahun. Artinya, kita mau dua kali lipat dari tren itu — tapi dalam setengah waktu.

Pengangguran? Sama saja. Tahun 2024, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) berada di angka 4,42%. Targetnya turun ke 3,63%. Padahal, selama 3 tahun terakhir, penurunan rata-ratanya hanya 0,2 poin per tahun. Sekarang kita mau turun 0,79 poin dalam 5 bulan?
Tolong, itu bukan target. Itu sulap.
Diamnya Para Kepala Dinas: Sopan atau Menjebak?
Nah, ini bagian paling menarik. Pertanyaan besarnya: siapa yang menyodorkan angka-angka ambisius itu ke bupati?
Bisa jadi para kepala OPD hadir di ruang rapat, lalu hanya mengangguk tanpa suara. Mereka mungkin berpikir, semakin tinggi target, semakin besar kesan loyalitas. Mereka membiarkan angka itu tercantum, tanpa memberi peringatan soal realistis atau tidaknya.
Padahal mereka tahu, ketika target meleset, sorotan publik tidak akan datang ke meja mereka, tapi langsung ke kursi bupati dan Wakil Bupati
Beberapa kepala dinas mungkin sadar bahwa target itu nyaris mustahil dicapai dalam lima bulan. Tapi mereka memilih diam. Mereka membiarkan pimpinan mengambil risiko tanpa bekal yang memadai. Mereka ikut menyusun, tapi tidak ikut menjaga.
Kalau begitu, itu bukan sekadar sopan santun birokrasi. Itu tindakan berbahaya yang dibungkus formalitas.
Dalam dunia nyata, ini seperti menggiring jenderal ke medan perang tanpa peluru, lalu menyaksikan dari jauh sambil berdiri rapi di belakang barisan.
Ambisi, Tapi Jangan Jadi Ilusi
Nggak salah kok, punya target tinggi. Justru bagus. Tapi target juga harus nyambung sama logika waktu, sumber daya, dan kapasitas pelaksana. Kalau tidak, ya hasilnya hanya jadi hiasan di dokumen resmi, bukan perubahan nyata.
Bojonegoro butuh langkah pasti, bukan loncatan dadakan. Kalau semua orang tahu ini nggak realistis tapi tetap disetujui, itu bukan perencanaan — itu jebakan.
Penulis : Syafik
Sumber : Rancangan KUA Perubahan Tahun 2025. BPS Bojonegoro.