Dengan anggaran yang melonjak tajam dari Rp 318,5 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 8,67 triliun pada tahun 2023, Bojonegoro seharusnya sudah melihat penurunan kemiskinan yang signifikan. Namun, kenyataannya tidak sejalan dengan harapan.
Bojonegoro memang memiliki sejarah panjang terkait masalah kemiskinan. Pada tahun 2002, meski Indonesia sudah memasuki era reformasi, Bojonegoro masih menjadi salah satu daerah termiskin di Jawa Timur. Saat itu, 28,34 persen dari penduduknya, atau sekitar 332.700 orang, hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini menempatkan Bojonegoro dalam daftar 10 besar daerah termiskin di Jawa Timur, di peringkat kedelapan dari 38 kabupaten/kota.
Hingga tahun 2015, Kabupaten Bojonegoro masih masuk 10 besar Kabupaten paling miskin, bahkan pernah ranking ke-7 yakni tahun 2008 dan 2009. Kabupaten Bojonegoro baru keluar dari zona 10 besar, pada tahun 2016, dan berada di rangking 11 dengan APBD pada tahun itu Rp. 3,64 triliun, posisi ini bertahan hingga tahun 2023.
Dalam dua dekade rata-rata laju penurunan angka kemiskinan Kabupaten Bojonegoro adalah 3,8 persen, Laju penurunan angka kemiskinan tertinggi adalah pada tahun 2010 yang mampu mencapai 11,7 persen dan menurunkan jumlah penduduk miskin sebanyak 34.800 orang dalam satu tahun. Angka ini adalah angka penurunan jumlah penduduk miskin terbanyak dalam rentang 20 tahun.
Laju penurun jumlah penduduk miskin terendah terjadi pada tahun 2023, yakni sebesar 0,2 persen, dengan jumlah penduduk miskin yang dapat dientaskan hanya sebanyak 150 orang. Padahal APBD Bojonegoro tertinggi dalam kurun waktu tersebut.
